KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah sebesar 24 poin atau turun 0,34 persen ke level 7,232 pada perdagangan Kamis, 23 Januari 2025.
Merujuk data perdagangan RTI Business, pergerakan IHSG hari ini bervariasi dengan level tertinggi di 7,324 dan level terendah di angka 7,232.
Pada hari ini volume perdagangan tercatat Rp16,160 miliar saham dengan transaksi mencapai Rp14,044 triliun, sementara itu frekuensi perdagangan mencapai 1,460,751 kali. Adapun sebanyak 240 saham terpantau menguat, 318 saham melemah, dan 254 saham mengalami stagnan.
Mengutip data perdagangan Stockbit, saham DOOH (26,67 persen) berada di posisi teratas top gainer. Diikuti SONA (24,74 persen), POLU (24,54 persen), LINK (24,53 persen), dan LION (24,41 persen).
Adapun saham-saham yang berada di lima besar top loser di antaranya CBDK (-19,89 persen), PANI (-19,89 persen), KEJU (-14,59 persen), LABA (-12,94 persen), dan BEEF (-12,50 persen).
Di sisi lain, Indeks LQ45 juga terpantau berada di zona merah pada penutupan hari ini. Dua saham yang mengalami koreksi paling dalam di indeks ini yakni AMRT (-3,10 persen) dan INCO (-3,39 persen).
Dari sisi sektoral, sebanyak enam sektor terpantau melemah seperti basic-ind, finance, health, industrial, non cylical, dan properti.
Bisa Sentuh Level 8,000 di Akhir 2025
PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia memproyeksikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa mencapai level 8,000 pada tahun 2025. Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Rully Arya Wisnubroto, menyatakan masih optimistis pasar modal Indonesia akan bergerak positif di tahun ini.
Prediksi bahwa IHSG bisa menyentuh angka 8.000 di tahun ini juga masih diyakini Rully dapat terealisasi di tengah potensi perang dagang di era pemerintahan Donald Trump jilid 2 di Amerika Serikat (AS).
“Meskipun sekarang pelaku pasar masih menunggu berita positif dari global dan dalam negeri, kami masih optimis terhadap pasar saham Indonesia karena dua faktor dari dalam negeri, yaitu inflasi yang stabil dan daya beli yang terjaga,” ujar dia dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Rabu, 15 Januari 2025.
Rully menyebut Indonesia terus menunjukkan penurunan inflasi karena didukung oleh stabilitas harga bahan makanan. Dia memperkirakan harga bahan makanan akan tetap stabil di tahun depan, selama tidak ada gangguan cuaca ekstrem yang dapat memengaruhi produksi pangan.
Selain itu, dia menyampaikan dengan stabilnya harga bahan makanan, serta pembatasan pemberlakuan efektif PPN 12 persen oleh pemerintah, khusus untuk barang dan jasa mewah akan menjadi faktor positif dalam menjaga daya beli dan konsumsi masyarakat Indonesia.
Untuk makroekonomi, Rully dan tim riset Mirae Asset memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 akan mencapai 5 persen dengan posisi suku bunga acuan 5,5 persen pada akhir tahun.
Menurut dia, dengan kondisi pasar yang masih berfluktuasi tajam dan antisipasi terhadap efek dari kebijakan Trump, Bank Indonesia kemungkinan baru akan menurunkan suku bunga pada semester II 2024.
Dengan mempertimbangkan berbagai faktor makroekonomi tersebut, pasar modal Indonesia tetap memiliki prospek yang positif pada 2025. Kondisi global yang penuh tantangan diharapkan dapat dihadapi dengan kebijakan yang tepat dan sinergi dari seluruh pemangku kepentingan.
BEI: Pertumbuhan Pasar Modal Indonesia Masih Optimis di Tahun Ini
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa, Irvan Susandy, mengatakan perkembangan pasar modal di Indonesia dinilai pertumbuhannya cukup optimis di tengah tantangan ekonomi global dan dinamika preferensi investor saat ini.
“Tahun ini sangat menantang, tetapi kami tetap optimistis bahwa pasar modal Indonesia akan terus berkembang. Memang ada perubahan tren, seperti popularitas crypto yang saat ini lebih menarik dibanding saham, tetapi ini semua ada masanya. Dua tahun lalu, saham lebih baik daripada crypto,” kata Irvan di kantor Bursa Efek Indonesia, Jakarta pada Senin, 20 Januari 2025.
Dia menjelaskan pentingnya literasi dan edukasi masyarakat untuk mendorong pertumbuhan investasi di pasar modal. Selain itu, juga penting dilakukan diversifikasi portofolio bagi investor. “Investor pasti mempertimbangkan diversifikasi. Popularitas instrumen investasi seperti crypto dan saham akan berfluktuasi sesuai perkembangan ekonomi dan sentimen pasar,” tutur dia.
Terkait kondisi investor asing, Irvan menyebutkan bakal ada kaitan dampak kebijakan ekonomi global, termasuk keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang baru dilantik, akan menjadi perhatian. “Kami menunggu kebijakan ekonomi Trump dalam beberapa bulan ke depan. Mungkin di kuartal pertama atau kedua, kita akan melihat kejelasan bagaimana hal ini memengaruhi pasar global,” tutur dia.
Penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) memberikan harapan positif bagi peningkatan aktivitas pasar modal domestik.
“Transaksi sudah menunjukkan peningkatan setelah BI menurunkan suku bunga. Namun, kita masih perlu melihat data lebih jauh mengenai pergerakan investor asing pasca kebijakan tersebut,” ucap dia.
Pasar modal Indonesia diharapkan mampu terus menunjukkan pertumbuhan dan daya saing di tengah persaingan global dengan dukungan semua pemangku kepentingan, termasuk regulator, emiten, dan investor.
Pihaknya mengaku bakal in bahwa kondisi pasar akan membaik. “Kita perlu terus menjaga momentum ini dengan kebijakan yang mendukung dan meningkatkan kepercayaan investor.
Sebelumnya, Bank Indonesia baru saja menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 5,75 persen. Keputusan ini diumumkan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo, dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada 14-15 Januari 2025 lalu.
Penurunan sebesar 25 basis poin ini, menurut Perry, sejalan dengan upaya memastikan inflasi tetap terkendali sesuai target dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Dalam pengumumannya, BI juga menyesuaikan suku bunga untuk fasilitas perbankan lainnya.
Suku bunga Deposit Facility diturunkan menjadi 5,00 persen, sementara Lending Facility kini berada di level 6,50 persen. Langkah ini diambil sebagai bentuk konsistensi kebijakan moneter yang bertujuan menjaga inflasi di sasaran 2,5±1 persen pada tahun 2025 dan 2026. (*)