Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

OJK Terbitkan Aturan Baru, Pengguna Pinjol-Paylater Wajib Simak!

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 23 January 2025 | Penulis: Cicilia Ocha | Editor: Redaksi
OJK Terbitkan Aturan Baru, Pengguna Pinjol-Paylater Wajib Simak!

KABARBURSA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) buka suara mengenai alasan penetapan batas usia minimum pemberi dana (lender) dan penerima dana (borrower) pinjaman daring (pindar) yang sebelumnya bernama pinjaman online (pinjol) dan Buy Now Pay Later (BNPL). Adapun pengaturan baru tersebut mengharuskan peminjam pindar dan BNPL memiliki pendapatan minimal Rp3.000.000 per bulan dan berusia minimal 18 tahun atau sudah menikah.

Kepala Departmen Pengaturan dan Pengembangan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Ahmad Nasrullah, menjelaskan bahwa penetapan batas usia dan penghasilan minimum didasarkan pada keyakinan bahwa individu dalam kategori tersebut sudah memiliki kematangan serta kemampuan untuk memenuhi tanggung jawab pembayaran.

"Kenapa kami membatasi 18 tahun? Itulah ukuran orang dewasa lah kira-kira seperti itu ya. 18 tahun ada penghasilan minimum juga, jadi itu filosofinya," ujar Ahmad dalam Media Briefing OJK yang diadakan secara daring, Selasa 21 Januari 2025.

Ahmad menjelaskan bahwa penetapan batas usia minimum bagi peminjam di pindar bertujuan melindungi generasi muda agar tidak terjebak dalam utang sejak dini, terutama ketika mereka belum memiliki kemampuan yang cukup untuk melunasinya.

"Diharapkan pengguna platform ini, secara dewasa memahami risiko dan segala macamnya. Termasuk ada tanggung jawab sebenarnya bagi dia untuk mengembalikan pinjaman," katanya.

Lebih lanjut, Ahmad menyampaikan bahwa meskipun layanan pindar dan BNPL mempermudah masyarakat dalam memperoleh produk, terdapat risiko yang harus diwaspadai, yaitu kemungkinan tercatat dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK), terlebih jika peminjam mengalami masalah pembayaran.

"Jangan gara-gara pinjaman dia di BNPL (bermasalah), ketika ada kebutuhan yang lebih mendasar mau dapat pinjaman KPR segala macam, kan ada yang nyangkut di sini (SLIK), jadi enggak dapat di situ," jelasnya.

Dia menambahkan bahwa kebijakan ini juga bertujuan untuk melindungi industri, tidak hanya dari sisi masyarakat, tetapi juga dari sisi pemberi pinjaman (lender). "Jangan sampai nanti lender atau industri-nya juga jadi masalah. Nah, ini kunci penting," jelasnya.

OJK Godok Regulasi Penguatan BNPL dan Pindar

Sebelumnya, OJK sedang menggodok regulasi untuk memperkuat tata kelola layanan BNPL dan pindar, guna menciptakan ekosistem keuangan yang sehat, efisien, dan berkelanjutan. Langkah ini juga bertujuan melindungi konsumen dari risiko jebakan utang (debt trap) yang kerap mengintai pengguna layanan keuangan berbasis teknologi.

Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK M Ismail Riyadi, menyebut bahwa pengaturan ini menjadi bagian dari strategi OJK untuk mendukung pertumbuhan pembiayaan di sektor produktif dan UMKM, sekaligus memperluas akses keuangan bagi masyarakat yang belum terlayani (unbanked).

“Penguatan pengaturan mengenai LPBBTI (Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi) ini dalam rangka meningkatkan kualitas pendanaan, menciptakan ekosistem industri yang sehat, efisien dan berkelanjutan, pelindungan konsumen/masyarakat, serta meminimalisir potensi risiko hukum dan reputasi bagi pelaku industri LPBBTI”, tulis Ismail dalam siaran persnya, Rabu 1 Januari 2025.

Ismail menilai maraknya penggunaan layanan BNPL perlu diimbangi dengan regulasi yang lebih ketat untuk melindungi konsumen. Pengaturan baru mengharuskan nasabah BNPL memiliki pendapatan minimal Rp3 juta per bulan dan berusia minimal 18 tahun atau sudah menikah. Regulasi ini mulai berlaku secara efektif untuk nasabah baru dan perpanjangan layanan pada 1 Januari 2027.

Selain itu, perusahaan BNPL diwajibkan mencatat seluruh transaksi pengguna dalam SLIK. Hal ini bertujuan meningkatkan transparansi dan mempermudah pemantauan kualitas kredit pengguna sehingga potensi penyalahgunaan layanan dapat diminimalkan.

Lebih lanjut Ismail memaparkan pada layanan pindar atau LPBBTI, OJK memperkenalkan pengelompokan pemberi dana (lender) ke dalam dua kategori, yaitu profesional dan nonprofesional. Lender profesional, seperti lembaga keuangan, perusahaan berbadan hukum, atau individu berpenghasilan di atas Rp500 juta per tahun, dapat menempatkan hingga 20 persen dari penghasilannya pada satu penyelenggara LPBBTI.

“Sebaliknya, lender nonprofesional dibatasi hanya dapat menempatkan 10 persen dari penghasilan tahunan mereka pada satu penyelenggara. Ketentuan ini dirancang untuk memitigasi risiko kerugian bagi lender individu kecil, yang sering kali rentan terhadap perubahan pasar,” tuturnya.

OJK juga mengatur agar porsi pendanaan oleh lender nonprofesional tidak melebihi 20 persen dari total pendanaan yang dikelola penyelenggara LPBBTI. Ketentuan ini akan berlaku penuh pada 1 Januari 2028.

Langkah OJK ini diharapkan dapat meningkatkan akses pembiayaan, terutama bagi sektor UMKM dan masyarakat yang sebelumnya sulit mendapatkan layanan dari lembaga keuangan konvensional. Dengan regulasi yang lebih ketat, industri LPBBTI dan BNPL diproyeksikan menjadi lebih stabil, sehingga mampu menarik lebih banyak investasi dari lender profesional.

Fintech Dihadapkan Tantangan ini

Namun, pengaturan ini juga menghadirkan tantangan bagi penyelenggara fintech (financial technology). Mereka harus meningkatkan efisiensi operasional sambil mematuhi regulasi baru, seperti pencatatan transaksi di SLIK dan pemberlakuan batasan pendapatan minimal untuk pengguna. Meski begitu, tantangan ini dipandang sebagai langkah penting untuk memastikan keberlanjutan sektor keuangan berbasis teknologi.

OJK menegaskan bahwa regulasi ini akan dievaluasi secara berkala dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan stabilitas sistem keuangan. Penyesuaian batas manfaat ekonomi harian pada layanan LPBBTI, misalnya, akan dilakukan secara dinamis berdasarkan kondisi pasar dan kebutuhan pendanaan produktif.

Selain itu, pengawasan terhadap implementasi regulasi ini akan diperkuat untuk memastikan kepatuhan perusahaan pembiayaan dan fintech. Penyelenggara diharapkan melakukan mitigasi risiko agar regulasi baru ini tidak berdampak negatif pada kinerja mereka.

Penguatan regulasi BNPL dan LPBBTI oleh OJK menunjukkan komitmen untuk menciptakan ekosistem keuangan yang inklusif dan berkelanjutan, sekaligus melindungi konsumen dari potensi risiko yang timbul. Dengan kerangka kerja yang lebih jelas, industri fintech diharapkan dapat berkembang tanpa mengorbankan stabilitas keuangan dan kepercayaan konsumen.

Meski regulasi ini membutuhkan penyesuaian dari para pelaku industri, dampak jangka panjangnya diproyeksikan akan menguntungkan semua pihak. Keuangan inklusif yang aman, efisien, dan terjangkau kini bukan lagi hanya visi, tetapi kenyataan yang sedang dibangun.

Potongan Bunga Harian

Sementara itu, mulai hari ini OJK secara resmi memberlakukan besaran bunga harian baru pada layanan pinjaman daring seperti paylater. Artinya, mulai hari ini masyarakat yang memiliki pinjaman daring akan dikenakan bunga harian yang lebih rendah dari sebelumnya.

Layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi (LPBBTI) atau yang lebih dikenal dengan pindar dan skema pembelian sekarang bayar kemudian (buy now pay later/BNPL) dengan bunga harian baru ini diatur dalam Surat Edaran OJK Nomor 19/SEOJK.05/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi. Perubahan ini bertujuan untuk meningkatkan perlindungan konsumen sekaligus mendorong pertumbuhan sektor jasa keuangan berbasis teknologi.

Salah satu fokus utama dari kebijakan ini adalah penurunan batas maksimum bunga harian pada pinjaman konsumtif. Untuk pinjaman dengan tenor lebih dari enam bulan, OJK menetapkan bahwa bunga harian maksimum turun dari 0,3 persen menjadi 0,2 persen. Sementara itu, bunga untuk pinjaman konsumtif dengan tenor kurang dari enam bulan tetap berada di angka 0,3 persen per hari.

OJK juga menyoroti pengaturan baru untuk bunga pada pinjaman produktif, yang meliputi berbagai sektor seperti mikro, ultra mikro, kecil, dan menengah. Untuk sektor mikro dan ultra mikro dengan tenor kurang dari enam bulan, bunga maksimum ditetapkan sebesar 0,275 persen per hari, sementara untuk tenor lebih dari enam bulan bunga dibatasi pada 0,1 persen per hari. Bagi sektor kecil dan menengah, baik untuk tenor pendek maupun panjang, batas bunga harian dipatok sama yaitu 0,1 persen.

Langkah ini tidak hanya merefleksikan komitmen OJK dalam mendorong inklusi keuangan dan menjaga kestabilan ekosistem industri pendanaan berbasis teknologi, tetapi juga memberikan perlindungan yang lebih baik kepada konsumen. Penyesuaian kebijakan ini dianggap penting untuk memastikan bahwa pelaku industri tetap kompetitif, namun tidak membebani konsumen dengan bunga yang terlalu tinggi. (*)