Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

GRIA Catat Kinerja Gemilang, Penjualan Rumah Naik 30,4 Persen di 2024

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 22 January 2025 | Penulis: Hutama Prayoga | Editor: Redaksi
GRIA Catat Kinerja Gemilang, Penjualan Rumah Naik 30,4 Persen di 2024

KABARBURSA.COM - PT Ingria Pratama Capitalindo Tbk (GRIA) membukukan capaian positif sepanjang 2024. Hal ini sebagaimana disampaikan dalam acara public expose atau Pubex di Jakarta, Selasa, 21 Januari 2025. Emiten konstruksi ini melaporkan capaian pembangunan 956 unit rumah hingga Desember 2024 atau meningkat 53,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year).

Proyek pembangunan tersebut tersebar di dua wilayah utama, yakni Kalimantan dan Jawa Barat. Kontribusinya masing-masing mencapai 58,8 persen dan 41,22 persen.

Tidak hanya itu, penjualan rumah GRIA juga mencatat kenaikan signifikan. Sepanjang tahun 2024, perusahaan berhasil menjual 330 unit rumah, naik 30,4 persen dibandingkan 2023. Sebagian besar penjualan berasal dari Kalimantan dengan kontribusi 70,6 persen, sementara Jawa Barat menyumbang 29,4 persen.

Direktur Utama GRIA, Hakim Noor, menyebut pencapaian ini menjadi bukti keberlanjutan tren positif di sektor properti. Menurut dia, kinerja operasional GRIA menunjukkan tren positif yang berkelanjutan, seiring dengan sentimen positif di pasar properti nasional.

Hakim optimistis GRIA mampu mempertahankan pertumbuhan yang berkelanjutan hingga akhir 2024, di tengah momentum baik yang dirasakan sektor properti di Tanah Air.

"Lebih dari itu, kinerja GRIA pada tahun 2024 telah mencapai target operasional yang kami harapkan. Kami percaya memiliki hunian adalah hak dasar setiap warga negara. Oleh karena itu, GRIA terus berupaya mengembangkan bisnis properti yang bermanfaat dan layak bagi seluruh masyarakat,” kata Hakim dalam keterangannya.

Untuk melanjutkan kinerja baik di tahun 2024, Hakim menjelaskan ke depannya GRIA tidak hanya akan fokus pada penyediaan rumah bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah (MBR), namun akan mulai menyasar kelompok masyarakat menengah ke atas.

Adapun GRIA juga akan meningkatkan kualitas rumah yang mencakup penyediaan air bersih, pemasangan internet gratis selama tiga bulan pertama, pemasangan anti rayap, hingga penyediaan ruang terbuka hijau.

"Dengan peningkatan kualitas tersebut, GRIA mampu menyediakan rumah subsidi maupun rumah nonsubsidi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga dapat mendukung program pemerintah untuk mengatasi housing backlog," terang Hakim.

Hakim melanjutkan, pihaknya juga semakin optimistis dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang mendukung industri perumahan seperti target tiga juta rumah baru tiap tahun, peningkatan kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) mencapai 320.000 unit rumah yang setara dengan anggaran pemerintah sebesar Rp28,2 triliun, serta insentif fiskal berupa pajak ditanggung pemerintah (DTP) yang berlaku di tahun ini.

Selain itu, tingkat suku bunga yang menunjukkan tren penurunan juga memberikan angin segar bagi masyarakat untuk dapat mengakses Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan bunga yang lebih ringan.

"Ditambah lagi ada keringanan MBR untuk memiliki rumah dengan dihapuskannya Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta pembebasan biaya pembuatan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)," pungkas Hakim.

Kado Awal Tahun Sektor Properti

[caption id="attachment_103085" align="alignnone" width="2560"] Pengerjaan Pembangunan Perumahan di kawasan Sircuit Sentul Bogor, Jumat (28/11/2024). foto: Kabar Bursa/abbas sandji[/caption]

Pemangkasan suku bunga acuan atau BI Rate oleh Bank Indonesia (BI) membuat angin segar bagi sektor properti dalam negeri. Analis Stocknow.id, Hendra Wardana, mengatakan penurunan suku bunga ini membuat masyarakat lebih mudah mendapatkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Hal ini berimbas pada meningkatkan permintaan di pasar properti.

Di sisi lain, lanjut Hendra, perpanjangan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian properti hingga Rp5 miliar, juga menjadi sentimen positif untuk menarik minat masyarakat membeli rumah.

Hendra, yang dihubungi Kabarbursa.com di Jakarta, Kamis, 16 Januari 2025, menjelaskan kombinasi antara kebijakan suku bunga rendah dan insentif pajak yang diperpanjang menjadi katalis utama bagi pertumbuhan sektor properti di tahun 2025.

Dengan momentum ini, sektor properti diprediksi akan terus menjadi sorotan sepanjang tahun, seiring dengan meningkatnya kepercayaan investor dan masyarakat terhadap potensi pemulihan ekonomi yang lebih kuat.

“Para pelaku pasar diharapkan dapat memanfaatkan peluang ini dengan bijak, mengingat tren positif yang berpotensi membawa keuntungan signifikan,” pungkasnya.

PPN 12 Persen tak Berdampak ke Properti

[caption id="attachment_108170" align="alignnone" width="1561"] Pengunjung memilih Pakaian Bekas di Pasar Senin, Minggu (22/12/2024). Hampir semua Pakain Bekas ini adalah produk impor yang harganya cukup mahal di Mal dan bebas PPN. foto: Kabar Bursa/abbas sandji[/caption]

Head of Research Colliers Indonesia Ferry Salanto menilai kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen untuk barang mewah tidak akan berdampak signifikan pada penjualan properti di Indonesia.

Menurutnya, jumlah properti yang masuk dalam kategori barang mewah dengan harga di atas Rp30 miliar masih terbatas. Segmen pasarnya pun, kata Ferry, juga masih kecil. Karakteristik konsumen rumah di atas Rp30 miliar juga berbeda jauh dari konsumen kelas menengah ke bawah.

“Kalau kita lihat, objek PPN 12 persen ini hanya untuk hunian mewah, secara umum tidak terlalu banyak dampak. Karena pertama, kalau kita bicara hunian mewah itu jumlahnya sangat sedikit sekali,” ujarnya dalam Media Briefing virtual, Rabu, 8 Januari 2025.

Ferry menyebut rumah dengan harga di atas Rp30 miliar masuk dalam kategori “very luxury”. Sementara rumah yang tergolong “luxury” biasanya berada di kisaran harga Rp10-15 miliar untuk kategori real estate.

“Kalau di atas Rp30 miliar itu biasanya individual houses. Pasarnya memang sangat sedikit. Jadi, kalau kita bicara pengaruh ke serapan, tidak ada, karena memang beda market,” tambahnya.

Menurut Ferry, segmen pasar ini sebenarnya tidak menjadi masalah besar. Pasalnya, bagi orang yang memiliki kemampuan finansial, keterbatasan stok justru membuat properti tersebut semakin eksklusif.

“Segmen market ini sebetulnya tidak terlalu jadi issue karena kalau bagi orang yang punya duit dengan ini stok sedikit sehingga jadi barang yang eksklusif, kalau mereka mau beli, mereka akan beli,” katanya.(*)