Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Harga Nikel Merosot, NICE Masih Tunjukkan Kejutan Positif

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 20 January 2025 | Penulis: Syahrianto | Editor: Redaksi
Harga Nikel Merosot, NICE Masih Tunjukkan Kejutan Positif

KABARBURSA.COM - PT Adhi Kartiko Pratama Tbk (NICE) mengalami penurunan laba bersih dan pendapatan pada sembilan bulan pertama tahun 2024, seiring dengan penurunan signifikan dalam harga jual rata-rata nikel yang menjadi komoditas utama perusahaan. Meskipun demikian, perusahaan menunjukkan kemampuan untuk mengelola biaya dan tetap mencatatkan kenaikan kinerja pada kuartal ketiga 2024.

Pada periode yang berakhir September 2024, NICE mengalami penurunan laba bersih sebesar 22,6 secara tahunan (year on year/yoy), dari Rp48 miliar pada periode yang sama tahun 2023 menjadi Rp37 miliar pada sembilan bulan pertama 2024.

Tim Riset UOB KayHian dalam risetnya, dikutip Senin, 20 Januari 2025, penurunan ini seiring dengan penurunan harga jual rata-rata nikel yang berkontribusi signifikan terhadap pendapatan perusahaan. Harga jual rata-rata nikel turun tajam sebesar 35 persen yoy, dari USD23.000 per ton menjadi USD17.000 per ton.

"Penurunan harga nikel global ini terjadi karena surplus pasokan nikel dari Indonesia dan permintaan yang rendah, terutama dari sektor industri di China," tulis UOB KayHian.

Meskipun harga nikel mengalami penurunan, perusahaan masih berhasil mengelola beberapa faktor biaya untuk mempertahankan profitabilitas. Penurunan laba bersih yang tercatat masih menunjukkan adanya potensi bagi perusahaan untuk bangkit kembali jika harga nikel berbalik arah.

Pendapatan perusahaan pada 9M24 mengalami penurunan sebesar 17 persen yoy, dari Rp577 miliar pada sembilan bulan 2023 menjadi Rp479 miliar pada sembilan bulan 2024. Penurunan ini terjadi akibat dampak langsung dari penurunan harga jual nikel yang mempengaruhi pendapatan. Meskipun ada upaya perusahaan untuk mengoptimalkan penjualan, penurunan harga nikel yang tajam menjadi tantangan besar yang harus dihadapi.

"Namun, meskipun pendapatan turun, angka Rp479 miliar menunjukkan bahwa perusahaan mampu bertahan di tengah penurunan harga nikel, meski sektor industri penghasil nikel global masih tertekan," lanjut analisis dari Tim Riset UOB KayHian.

Salah satu langkah positif yang diambil oleh perusahaan adalah penurunan biaya pokok penjualan (COGS) sebesar 30 persen yoy, dari Rp414 miliar pada 9M23 menjadi Rp288 miliar pada 9M24. Penurunan COGS ini mencerminkan upaya perusahaan dalam meningkatkan efisiensi produksi dan pengelolaan bahan baku. Biaya yang lebih rendah membantu mempertahankan margin meskipun pendapatan mengalami penurunan.

Langkah ini menandakan bahwa perusahaan berfokus pada pengurangan biaya operasional yang tidak perlu dan peningkatan efisiensi dalam produksi untuk mengatasi penurunan harga komoditas utama mereka.

Sementara kinerja perusahaan secara keseluruhan tercatat menurun pada 9M24, ada sinyal positif pada kuartal ketiga 2024. Pendapatan pada 3Q24 tercatat meningkat 8,9 persen yoy, dari Rp188 miliar pada 3Q23 menjadi Rp205 miliar pada 3Q24. Meskipun harga nikel belum mengalami perbaikan signifikan, peningkatan pendapatan ini mencerminkan adanya stabilitas dalam produksi dan penjualan.

Selain itu, laba kotor perusahaan tercatat naik sebesar 120,1 persen yoy pada 3Q24, dari Rp40,8 miliar menjadi Rp90,7 miliar. Kenaikan ini menunjukkan bahwa perusahaan berhasil mengelola biaya produksi dengan lebih efisien dan meraih keuntungan yang lebih besar meskipun pendapatan naik moderat.

Salah satu pencapaian signifikan perusahaan pada 3Q24 adalah lonjakan laba bersih sebesar 227,8 persen yoy, dari Rp8,16 miliar pada 3Q23 menjadi Rp26,7 miliar pada 3Q24. Kenaikan laba bersih yang luar biasa ini mencerminkan keberhasilan perusahaan dalam menekan biaya dan meningkatkan efisiensi operasional. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun tantangan besar dihadapi akibat penurunan harga nikel, perusahaan masih memiliki daya tahan untuk memperoleh keuntungan yang signifikan.

Harga Saham Tertekan: Peluang atau Tantangan?

UOB KayHian menyatakan, harga saham NICE tercatat mengalami penurunan tajam sebesar 72 persen dari level tertinggi 52 minggu, yang mencapai Rp1.295 per lembar, menjadi Rp354 per lembar pada 6 Januari 2025. Penurunan harga saham ini mencerminkan ketidakpastian pasar terhadap prospek perusahaan, terutama karena fluktuasi harga nikel yang sangat mempengaruhi kinerja finansial perusahaan.

"Namun, bagi investor jangka panjang, penurunan harga saham ini bisa menjadi peluang jika perusahaan mampu mengatasi tantangan harga nikel dan memperbaiki kinerja operasionalnya. Kenaikan laba bersih dan laba kotor yang tercatat di kuartal ketiga 2024 menunjukkan bahwa perusahaan memiliki strategi yang tepat untuk bertahan dan bahkan berkembang meskipun di tengah ketidakpastian pasar," jelas riset tersebut.

Bagi investor, meskipun ada risiko yang perlu diperhatikan, terutama terkait fluktuasi harga nikel, peluang untuk membeli saham dengan harga yang lebih rendah bisa menjadi strategi untuk jangka panjang, terutama jika perusahaan berhasil mengimplementasikan strategi efisiensi yang lebih baik dan memanfaatkan pemulihan harga nikel di masa mendatang. (*)