KABARBURSA.COM - Momen pelantikan presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump, yang rencananya akan dilaksanakan pada Senin, 20 Januari 2025 waktu setempat, diyakini akan berdampak besar terhadap pasar saham Indonesia.
Founder Stocknow.id Hendra Wardana, mengatakan, para investor perlu mencermati pelantikan Donald Trump karena kondisi ini berpotensi mengguncang volatilitas pasar saham.
"Sentimen yang perlu dikhawatirkan oleh investor adalah pelantikan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat yang nantinya berpotensi mengguncang volatilitas pasar saham," ujar dia kepada Kabarbursa.com di Jakarta, Senin, 20 Januari 2025.
Hendra menuturkan, Trump ingin mengutamakan Amerika (American First), sehingga, hal ini dapat menjadi sentimen negatif bagi ekonomi negara lainnya yang terdampak, termasuk Indonesia dan China.
Namun di satu sisi, Hendra memproyeksikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan bergerak menguat secara terbatas pada minggu ini, periode 20-24 Januari 2025.
"Dengan menguji level Resistance Classic di 7.258 dan Supportnya di 6.983," ungkap dia.
Hendra menjabarkan, penguatan IHSG ini berpotensi dipengaruhi oleh keputusan Bank Indonesia (BI) pada 15 Januari 2025 yang menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,75 persen.
"Diharapkan memberikan sentimen positif bagi pasar saham dalam jangka pendek," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, pasar keuangan AS dan global menunjukkan pemulihan besar menjelang pelantikan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat pada Senin pekan depan.
Dilansir dari Reuters, 17 Januari 2025, beberapa faktor mendorong penguatan ini, termasuk komentar dari salah satu gubernur Federal Reserve atau The Fed dan Menteri Keuangan yang akan datang. The Fed berhasil meredakan kekhawatiran pasar terhadap lonjakan imbal hasil obligasi AS yang terinspirasi oleh inflasi.
Setelah mengalami kenaikan awal tahun ini, imbal hasil obligasi AS dan dolar AS mulai melemah. Ditambah dengan kabar positif dari pertumbuhan ekonomi China di akhir tahun lalu, indeks saham global menguat pada Jumat hari ini. Indeks acuan saham dunia yang mengalami kenaikan signifikan ini berarti adanya optimisme pasar.
Imbal hasil obligasi bertenor dua tahun turun ke level terendah sejak 2 Januari 2025, sekitar 20 basis poin lebih rendah dibandingkan puncaknya pada Senin pekan kemarin.
Penurunan tersebut dipicu oleh komentar dovish dari Gubernur Dewan Federal Reserve Christopher Waller, yang pada Kamis, 13 Januari 2025, yang mengisyaratkan kemungkinan adanya tiga hingga empat pemotongan suku bunga tahun ini.
Pernyataan tersebut memberikan prospek pelonggaran moneter dua kali lebih besar dari yang sebelumnya diantisipasi oleh pasar berjangka.
Penurunan inflasi yang mengejutkan menjadi dasar dari komentar Waller yang menyatakan bahwa Maret bisa menjadi momen awal untuk melanjutkan pemangkasan suku bunga. Akibatnya, kontrak Fed funds futures kini kembali memperkirakan dua kali pemangkasan suku bunga di 2025, setelah pekan lalu pasar sempat meragukan adanya pemangkasan sama sekali.
Rally di pasar obligasi membuat imbal hasil obligasi bertenor dua tahun turun di bawah 4,45 persen, sementara obligasi 10 tahun kembali berada di bawah 4,60 persen. Sementara itu, indeks dolar AS (.DXY) tetap stabil, sebagian karena pelemahan yen, meski ada laporan baru bahwa Bank of Japan akan menaikkan suku bunga kebijakan utamanya minggu depan.
Di Wall Street, meskipun sektor teknologi sempat menjadi beban pada Kamis, setelah hari sebelumnya menjadi hari terbaik untuk indeks saham S&P 500 (.SPX) tahun ini karena lonjakan saham bank, kontrak berjangka kembali menguat menjelang bel pembukaan Jumat. Pergerakan ini terjadi di tengah libur tiga hari yang akan datang karena peringatan Hari Martin Luther King pada Senin.
Menjelang pelantikan Donald Trump sebagai Presiden AS pekan ini, perhatian pasar kini tertuju pada langkah kebijakan awalnya dengan pasar obligasi AS tetap menjadi pusat perhatian. Dalam konteks ini, sidang konfirmasi Scott Bessent, calon Menteri Keuangan pilihan Trump, pada Kamis menjadi sorotan penting bagi pasar utang dan dolar AS.
Bessent menegaskan rencana perpanjangan pemotongan pajak Trump yang dimulai pada 2017 menyebutkan kegagalan untuk melanjutkannya dapat menyebabkan bencana ekonomi.
Meskipun ada keraguan di kalangan Partai Republik di Kongres, Bessent juga menegaskan komitmennya terhadap peran dominan dolar di kancah global, mendukung independensi Federal Reserve, dan memastikan bahwa opsi gagal bayar utang tidak akan pernah dipertimbangkan.
Sebelumnya, indikator ekonomi AS terbaru menunjukkan pengeluaran ritel tetap stabil, klaim pengangguran mingguan sedikit meningkat, dan survei kepercayaan bisnis oleh Philadelphia Fed mencatat lonjakan bulan ini.
Di luar AS, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) China sebesar 5 persen untuk 2024 memenuhi ekspektasi pasar dan target pemerintah, meskipun sebelumnya sempat diragukan beberapa bulan lalu.
Angka tahunan untuk kuartal keempat bahkan lebih tinggi dari perkiraan, mencapai 5,4 persen, dengan pertumbuhan produksi industri dan penjualan ritel Desember yang juga melampaui harapan.
Salah satu kabar baik bagi Beijing adalah harga rumah bulanan akhirnya berhenti turun untuk pertama kalinya sejak 2023, meskipun masih 5,3 persen lebih rendah secara tahunan. Saham China, seperti indeks CSI300 dan Hang Seng, mencatat kenaikan tipis.
Namun, tantangan jangka panjang ekonomi China tetap terlihat, dengan data menunjukkan penurunan populasi selama tiga tahun berturut-turut.
Di Eropa, inflasi zona euro sesuai dengan ekspektasi, tetapi ekonomi Inggris kembali mendapat tekanan dengan penurunan mengejutkan pada penjualan ritel Desember. Poundsterling dan imbal hasil obligasi pemerintah Inggris yang sebelumnya goyah juga melemah.(*)