KABARBURSA.COM - Nilai Bitcoin (BTC) melesat tajam setelah rilis data Consumer Price Index (CPI) Amerika Serikat untuk Desember 2024.
CEO Indodax, Oscar Darmawan, menilai lonjakan ini menunjukkan kepercayaan investor yang semakin menguat terhadap Bitcoin sebagai instrumen lindung nilai.
“Kita melihat pola serupa saat inflasi mulai terkendali dan kebijakan moneter cenderung melonggar. Bitcoin meraih momentum untuk menguat. Dengan target inflasi The Fed di angka 2 persen, hampir mustahil ada pemotongan suku bunga pada akhir bulan ini,” jelasnya dalam pernyataan di Jakarta, Minggu 19 Januari 2025.
Oscar menekankan bahwa kebijakan The Fed akan sangat memengaruhi arah Bitcoin dan aset kripto lainnya.
“Pasar sangat peka terhadap sinyal moneter. Jika The Fed membuka peluang penurunan suku bunga, likuiditas akan meningkat, dan Bitcoin bisa menjadi salah satu aset yang paling diuntungkan,” ujarnya.
Selain itu, data Producer Price Index (PPI) yang akan dirilis pada 24 Januari 2025 diharapkan memberikan indikasi tambahan terkait meredanya tekanan inflasi. Oscar melihat ini sebagai penguat sentimen bullish terhadap Bitcoin.
“Kepercayaan investor institusional kini semakin besar untuk memasukkan Bitcoin ke dalam portofolio mereka. Ketika inflasi dan kebijakan moneter stabil, permintaan terhadap aset kripto cenderung meningkat,” tambahnya.
Oscar juga menyoroti pentingnya regulasi global dalam memengaruhi pergerakan Bitcoin.
“Semakin banyak negara yang mulai menerima Bitcoin sebagai instrumen investasi legal. Adopsi oleh institusi besar menjadi pendorong utama penguatan harga Bitcoin dalam jangka panjang,” ujarnya.
Namun, ia mengingatkan investor untuk tetap waspada terhadap fluktuasi pasar yang tinggi.
“Bitcoin memiliki fundamental yang kokoh,” tegasnya, “tetapi kita tetap harus mempertimbangkan faktor eksternal seperti kebijakan ekonomi global dan dinamika pasar tradisional.”
Ia percaya 2025 akan menjadi tahun krusial bagi Bitcoin dan ekosistem kripto secara keseluruhan. Dengan regulasi yang lebih terarah, adopsi institusional yang meluas, dan momentum pasar yang solid, Bitcoin berpotensi mencatatkan rekor baru.
Pada pengumuman CPI sebelumnya, inflasi tahunan tercatat di angka 2,9 persen, sesuai ekspektasi. Data ini mendorong nilai Bitcoin menembus 102.000 dolar AS, setara lebih dari Rp1,6 miliar. Penguatan ini juga dirasakan oleh aset kripto lain seperti Ethereum (ETH) yang mencapai Rp54 juta, XRP di Rp50 ribu, SOL di Rp3,2 juta, dan XLM di Rp7 ribu.
Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump, akan resmi dilantik pada 20 Januari 2025 waktu setempat. Sebagai langkah pertama dan terpenting di hari pertama masa jabatannya, Trump akan mengurangi hambatan regulasi yang selama ini dihadapi perusahaan kripto.
Mengutip Reuters, Minggu, 19 Januari 2025, Trump akan menggunakan perintah eksekutif guna mengurangi hambatan regulasi yang selama ini dihadapi oleh perusahaan cryptocurrency. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat posisi Amerika Serikat sebagai negara yang ramah terhadap aset digital.
Salah satu perintah eksekutif yang dikabarkan akan ditandatangani Trump adalah pembentukan dewan penasihat cryptocurrency. Gagasan ini pertama kali muncul pada Juli lalu dan diharapkan dewan tersebut beranggotakan hingga 20 pakar di bidang aset digital.
Tugas utamanya adalah memberikan saran kepada pemerintah mengenai kebijakan pro-crypto yang bisa memacu pertumbuhan industri ini.
Selain itu, tim Trump juga berencana mencabut panduan akuntansi 2022 yang dikenal sebagai “SAB 121.” Panduan ini dianggap membebani perusahaan, khususnya bank, yang ingin menyimpan cryptocurrency atas nama pihak ketiga.
Langkah lainnya adalah menghentikan kebijakan yang disebut para eksekutif crypto sebagai “Operation Choke Point 2.0.” Kebijakan ini dituding sebagai upaya terkoordinasi dari regulator bank untuk menghambat perusahaan cryptocurrency mendapatkan akses layanan finansial tradisional.
Meski pihak regulator membantah tuduhan ini, Trump ingin mengakhiri praktik tersebut melalui perintah eksekutif.
Langkah-langkah ini menunjukkan pendekatan yang jauh berbeda dibandingkan dengan kebijakan pemerintahan Presiden Joe Biden sebelumnya. Di bawah Biden, regulator mengambil tindakan keras terhadap perusahaan crypto, termasuk menggugat beberapa bursa utama seperti Coinbase, Binance, dan Kraken atas tuduhan penipuan dan pencucian uang.
Sementara Trump, justru ingin mendorong industri ini menjadi lebih mainstream dengan kebijakan proaktifnya.
Namun, kebijakan ini juga memicu kontroversi. Kritikus mengingatkan bahaya dari sektor cryptocurrency dengan merujuk pada kasus-kasus besar, seperti runtuhnya Sam Bankman-Fried yang dijatuhi hukuman 25 tahun penjara karena penipuan, dan pelanggaran hukum oleh pendiri Binance Changpeng Zhao.
Akan tetapi, tim Trump, yang diketahui memiliki banyak pendukung dari kalangan advokat crypto, percaya bahwa langkah ini bisa mempercepat adopsi aset digital secara luas di Amerika Serikat. Meski demikian, hingga kini, perincian lebih lanjut mengenai perintah eksekutif tersebut belum diungkapkan secara resmi.
Selain kebijakan crypto, tim Trump juga telah menjanjikan serangkaian perintah eksekutif di berbagai bidang, termasuk produksi energi dan imigrasi ilegal. Langkah-langkah ini diharapkan dapat memberikan sinyal kuat tentang arah kebijakan pemerintahannya di awal masa jabatan keduanya.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.