Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Judol dan NPL Tinggi Bikin Saham BBRI Tergelincir?

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 19 January 2025 | Penulis: Ayyubi Kholid | Editor: Redaksi
Judol dan NPL Tinggi Bikin Saham BBRI Tergelincir?

KABARBURSA.COM - Penurunan suku bunga yang diharapkan membawa angin segar bagi pasar perbankan ternyata tidak sepenuhnya menguntungkan bagi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI).

Meski sektor perbankan secara keseluruhan mendapat dorongan positif, saham BRI justru menjadi pemberat bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), dengan kinerja yang tengah menjadi sorotan.

Equity Research Analyst di NH Korindo Sekuritas Indonesia Leonardo Lijuwardi melihat dalam 1 sampai dengan 1,5 tahun terakhir, secara fundalemntal perbankan memang cukup menghadapi tantangan yang berat.

“Kalau bicara fundamental, selama 1-1,5 tahun terakhir memang cukup berat untuk perbankan,” katanya kepada kabarbursa.com, dikutip Minggu, 19 Januari 2025.

Namun, dalam konteks perbankan besar di Indonesia, ada perbedaan mendalam dalam fokus masing-masing bank. Bank-bank besar seperti Mandiri, BCA, dan BNI lebih fokus pada segmen korporasi, sedangkan BRI tetap mengandalkan portofolio mereka yang dominan di segmen mikro dan usaha kecil menengah.

“Tapi kalau kita berbicara mengenai caps, kita mungkin bisa mengklasifikasikan bank raksasa itu menjadi dua. Saya melihatnya, Mandiri, BCA, dan BNI fokuskan portofolio mereka di korporasi, sedangkan jika dibandingkan, BRI lebih fokus di segmen mikro dan usaha kecil menengah,” ungkap dia.

Menurutnya, saat ini sektor mikro dan usaha kecil kini tengah menghadapi masalah serius, mulai dari lesunya daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah hingga masalah judi online.

“Masalahnya adalah kondisi perekonomian yang mandek, daya beli yang tertekan, dan isu domestik seperti judi online, yang menjadi salah satu pemicu terhambatnya perputaran ekonomi,” ujar Leonardo.

Menurutnya, kondisi ini menjadi salah satu faktor yang memengaruhi kualitas aset BRI, khususnya pada kredit mikro dan usaha kecil, yang kini tertekan dengan angka Non-Performing Loan (NPL) yang meningkat signifikan.

Lebih lanjut, Leonardo menyatakan bahwa kualitas aset BRI yang menurun menjadi salah satu alasan mengapa institusi asing cenderung kurang percaya dengan kinerja BRI.

“Kualitas aset BRI cenderung menurun, terutama di segmen mikro dan usaha kecil. NPL di kedua sektor tersebut memang cukup membengkak,” ujarnya.

Jadi Pemberat IHSG

BBRI jadi sorotan karena dinilai menjadi salah satu pemberat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Menurutnya, keputusan BI ini memberikan harapan terhadap aliran dana asing (foreign flow) di pasar modal.

“BI Rate yang diturunkan pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) kemarin nampak membawa secercah harapan karena memicu kembalinya foreign flow,” jelasnya.

Menurutnya, salah satu hambatan besar bagi IHSG saat ini adalah kinerja BRI. jika dilihat, institusi asing tampaknya kurang percaya dengan kinerja BRI.

Ia menilai, kualitas aset BRI cenderung menurun, terutama pada segmen kredit mikro dan usaha kecil. Sementara NPL (non-performing loan) atau kredit macet di kedua sektor tersebut, kata dia, juga cukup membengkak.

“Kalau kita lihat, institusi asing sepertinya kurang percaya dengan kinerja BRI. Kualitas aset BRI cenderung menurun, terutama di segmen kredit mikro dan usaha kecil. NPL (non-performing loan) atau kredit macet di kedua sektor itu memang cukup membengkak,” ujarnya.

Kinerja BRI Jadi Pemberat IHSG

Leonardo menyoroti bahwa meskipun sektor perbankan secara keseluruhan mendapat dorongan positif dari penurunan suku bunga, kondisi internal BRI tetap menjadi tantangan.

Kredit mikro dan usaha kecil, yang menjadi tulang punggung bisnis BRI, saat ini menghadapi tekanan berat akibat meningkatnya kredit macet. Hal ini membuat investor asing cenderung lebih berhati-hati terhadap saham BRI.

“Saat berbicara soal perbankan, kita tidak bisa lepas dari makro-ekonomi. Kalau kita lihat, kondisi makro eksternal juga cukup signifikan memengaruhi foreign flow dan volatilitas saham perbankan,” tambah Leonardo.

Selain tantangan domestik, Leonardo juga menyoroti pengaruh kondisi global terhadap saham perbankan di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa kemenangan Donald Trump dalam pemilu Amerika Serikat membawa euforia ke pasar keuangan di Negeri Paman Sam.

“Tagline Make America Great Again (MAGA) membuat penguatan pasar di AS sangat kuat. Secara sederhana, ini seperti dolar AS ‘pulang kampung’. Isu eksternal seperti ini masih cukup kuat untuk memicu volatilitas pada saham perbankan di dalam negeri,” jelasnya.

Kinerja BBRI

Laporan kinerja keuangan terbaru BBRI menunjukkan sejumlah indikator keuangan yang mencerminkan soliditas perusahaan. Dalam segmen solvabilitas, rasio utang terhadap ekuitas (Debt to Equity Ratio) pada kuartal terakhir tercatat sangat rendah, yaitu 0,01, menunjukkan posisi keuangan yang sangat stabil.

Dari sisi profitabilitas, Return on Assets (ROA) BBRI mencapai 3,12 persen, sementara Return on Equity (ROE) tercatat sebesar 18,92 persen dalam 12 bulan terakhir (TTM).

Laba kotor perusahaan juga menunjukkan performa gemilang dengan margin laba kotor sebesar 69,47 persen, margin laba operasional 37,26 persen, dan margin laba bersih 29,35 persen.

Menariknya, BBRI juga menawarkan daya tarik besar bagi investor dengan dividen yang tinggi. Total dividen yang dibagikan selama 12 bulan terakhir mencapai Rp454 per saham, dengan rasio pembayaran dividen (Payout Ratio) sebesar 114,51 persen dan tingkat hasil dividen (Dividend Yield) mencapai 10,81 persen. Adapun tanggal ex-dividen terbaru yang diumumkan adalah 27 Desember 2024.

Kinerja yang solid dan pembagian dividen yang besar ini semakin memperkuat posisi BBRI sebagai salah satu pilihan utama bagi investor yang mencari stabilitas sekaligus imbal hasil yang menarik di pasar modal. (*)