KABARBURSA.COM - Keputusan Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin dari 6 persen menjadi 5,75 persen menjadi angin segar bagi saham perbankan.
Namun, di balik euforia tersebut, kinerja PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) justru menjadi perhatian khusus karena dinilai menjadi salah satu pemberat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Equity Research Analyst NH Korindo Sekuritas Indonesia, Leonardo Lijuwardi, keputusan BI ini memberikan harapan terhadap aliran dana asing (foreign flow) di pasar modal.
“BI Rate yang diturunkan pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) kemarin nampak membawa secercah harapan karena memicu kembalinya foreign flow,” jelas Leonardo katanya kepada kabarbursa.com, dikutip Minggu, 19 Januari 2025.
Menurutnya, salah satu hambatan besar bagi IHSG saat ini adalah kinerja BRI. jika dilihat, institusi asing tampaknya kurang percaya dengan kinerja BRI.
Ia menilai, kualitas aset BRI cenderung menurun, terutama pada segmen kredit mikro dan usaha kecil. Sementara NPL (non-performing loan) atau kredit macet di kedua sektor tersebut, kata dia, juga cukup membengkak.
“Kalau kita lihat, institusi asing sepertinya kurang percaya dengan kinerja BRI. Kualitas aset BRI cenderung menurun, terutama di segmen kredit mikro dan usaha kecil. NPL (non-performing loan) atau kredit macet di kedua sektor itu memang cukup membengkak,” ujarnya.
Kinerja BRI Jadi Pemberat IHSG
Leonardo menyoroti bahwa meskipun sektor perbankan secara keseluruhan mendapat dorongan positif dari penurunan suku bunga, kondisi internal BRI tetap menjadi tantangan.
Kredit mikro dan usaha kecil, yang menjadi tulang punggung bisnis BRI, saat ini menghadapi tekanan berat akibat meningkatnya kredit macet. Hal ini membuat investor asing cenderung lebih berhati-hati terhadap saham BRI.
“Saat berbicara soal perbankan, kita tidak bisa lepas dari makro-ekonomi. Kalau kita lihat, kondisi makro eksternal juga cukup signifikan memengaruhi foreign flow dan volatilitas saham perbankan,” tambah Leonardo.
Selain tantangan domestik, Leonardo juga menyoroti pengaruh kondisi global terhadap saham perbankan di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa kemenangan Donald Trump dalam pemilu Amerika Serikat membawa euforia ke pasar keuangan di Negeri Paman Sam.
“Tagline Make America Great Again (MAGA) membuat penguatan pasar di AS sangat kuat. Secara sederhana, ini seperti dolar AS ‘pulang kampung’. Isu eksternal seperti ini masih cukup kuat untuk memicu volatilitas pada saham perbankan di dalam negeri,” jelasnya.
Kinerja BBRI
Laporan kinerja keuangan terbaru BBRI menunjukkan sejumlah indikator keuangan yang mencerminkan soliditas perusahaan. Dalam segmen solvabilitas, rasio utang terhadap ekuitas (Debt to Equity Ratio) pada kuartal terakhir tercatat sangat rendah, yaitu 0,01, menunjukkan posisi keuangan yang sangat stabil.
Dari sisi profitabilitas, Return on Assets (ROA) BBRI mencapai 3,12 persen, sementara Return on Equity (ROE) tercatat sebesar 18,92 persen dalam 12 bulan terakhir (TTM).
Laba kotor perusahaan juga menunjukkan performa gemilang dengan margin laba kotor sebesar 69,47 persen, margin laba operasional 37,26 persen, dan margin laba bersih 29,35 persen.
Menariknya, BBRI juga menawarkan daya tarik besar bagi investor dengan dividen yang tinggi. Total dividen yang dibagikan selama 12 bulan terakhir mencapai Rp454 per saham, dengan rasio pembayaran dividen (Payout Ratio) sebesar 114,51 persen dan tingkat hasil dividen (Dividend Yield) mencapai 10,81 persen. Adapun tanggal ex-dividen terbaru yang diumumkan adalah 27 Desember 2024.
Kinerja yang solid dan pembagian dividen yang besar ini semakin memperkuat posisi BBRI sebagai salah satu pilihan utama bagi investor yang mencari stabilitas sekaligus imbal hasil yang menarik di pasar modal.
Ganti Kepemimpinan
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) bersiap menghadapi potensi perubahan kepemimpinan pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) awal tahun 2025. Di bawah kepemimpinan Sunarso, BRI telah mencatatkan kinerja yang solid dan memperkuat posisinya sebagai bank yang fokus pada segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Namun, munculnya nama Hery Gunardi, yang dinilai sukses memimpin PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) atau BSI memunculkan pertanyaan menarik: mampukah Hery membawa BRI terus berinovasi dan beradaptasi dengan lanskap perbankan yang terus berubah?
Keberhasilan Hery Gunardi memimpin merger tiga bank syariah BUMN menjadi BSI adalah bukti nyata kemampuannya dalam mentransformasi organisasi besar. Pengalaman ini sangat relevan bagi BRI, mengingat bank ini juga terus berupaya meningkatkan efisiensi operasional dan memperkuat posisinya di era digital.
Hery Gunardi terbukti mampu mengelola merger dengan efektif, yang biasanya melibatkan cost efficiency dan optimalisasi sumber daya. Transformasi digital menjadi salah satu fokus utama BSI di bawah kepemimpinannya. Pengalaman ini bisa dimanfaatkan untuk mempercepat dan memperluas adopsi teknologi di BRI, terutama dalam meningkatkan layanan digital bagi nasabah UMKM. Selain itu, meskipun BRI berfokus pada perbankan konvensional, pemahaman Hery Gunardi tentang prinsip-prinsip syariah bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan produk dan layanan yang lebih inklusif, menjangkau segmen pasar yang lebih luas.
Meskipun potensi yang dibawa Hery Gunardi cukup besar, tantangan integrasi dengan budaya dan strategi BRI yang telah mapan juga perlu diantisipasi. BRI berfokus pada UMKM dan perbankan konvensional, sedangkan BSI berfokus pada perbankan syariah. Perbedaan ini bisa memunculkan tantangan dalam menyelaraskan visi dan strategi. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.