KABARBURSA.COM - Bursa Efek Indonesia atau BEI mencabut paksa saham emiten tekstil PT Panasia Indo Resources Tbk (HDTX) dari perdagangan bursa. HDTX adalah satu dari 10 saham yang direncanakan delisting oleh BEI.
Rencana pembatalan pencatatan saham atau delisting yang akan dilaksanakan telah sesuai dengan ketentuan Bursa.Delisting ini menjadi salah satu dari sejumlah langkah yang diambil oleh BEI terhadap perusahaan-perusahaan yang menghadapi masalah dalam keberlangsungan usaha mereka.
HDTX, salah satu perusahaan yang terdaftar dalam daftar saham yang akan melalui proses "forced delisting," kini tengah mempersiapkan proses yang penuh dengan langkah penting ini.
Sesuai dengan rencana yang diumumkan manajemen perusahaan, HDTX akan melaksanakan pembelian kembali saham publik yang mencapai jumlah 39.764.340 lembar saham, yang setara dengan 1,10 persen dari modal yang ditempatkan dan disetor.
Pembelian saham ini direncanakan dengan harga Rp500 per lembar saham, memberikan penawaran yang lebih tinggi dari harga saham yang sempat disuspensi di level Rp120 per saham.
Dalam pernyataan resmi yang dikeluarkan pada Jumat, 17 Januari 2025, manajemen HDTX menyebutkan bahwa total dana yang disediakan untuk buyback saham tersebut adalah sekitar Rp7,95 miliar.
Pembelian kembali saham ini dipersiapkan untuk dilaksanakan dalam jangka waktu yang cukup panjang, yaitu mulai 20 Januari hingga 18 Juli 2025, memberikan waktu sekitar enam bulan untuk proses ini diselesaikan. Menariknya, transaksi buyback ini akan dilakukan melalui pasar negosiasi untuk saham yang tidak tercatat secara fisik (scripless), sementara untuk saham yang berbentuk warkat, proses buyback akan dilakukan dengan melalui Biro Administrasi Efek, yang dalam hal ini adalah PT Adimitra Jasa Korpora.
Tujuan dari pembelian kembali saham ini adalah untuk menurunkan jumlah pemegang saham publik sehingga tidak lebih dari 50 pihak yang memiliki saham di perusahaan tersebut. Langkah ini tentu saja merupakan bagian dari upaya untuk memenuhi peraturan dan kebijakan BEI terkait dengan batas minimal pemegang saham perusahaan yang terdaftar.
Proses ini diperkirakan akan memberi dampak signifikan bagi keberlanjutan perusahaan, baik dari segi struktur kepemilikan maupun dari sisi laporan keuangan.
Bagi investor, buyback ini memberikan peluang untuk merealisasikan investasi mereka, meskipun dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga pasar saat ini. Namun, dengan status perusahaan yang akan mengalami delisting, hal ini juga mengindikasikan akhir dari era perusahaan tersebut di bursa saham Indonesia, yang bisa jadi menjadi pertimbangan investor dalam mengambil keputusan.
HDTX menghadapi tantangan berat untuk tetap bertahan sebagai perusahaan terdaftar di bursa, dan proses delisting serta pembelian kembali saham publik ini adalah bagian dari rangkaian keputusan yang bertujuan menjaga keseimbangan finansial perusahaan. Bagi banyak pihak, ini adalah langkah yang tidak dapat dihindari dan harus dilakukan sebagai respons terhadap kondisi perusahaan yang semakin sulit.
PT Panasia Indo Resources Tbk (HDTX), yang tercatat di Bursa Efek Jakarta sejak 6 Juni 1990, pernah menjadi perusahaan yang cukup diperhitungkan di pasar saham Indonesia. Pada saat pertama kali melantai di bursa, perusahaan ini menawarkan 7 juta saham baru, yang setara dengan 50 persen dari modal yang ditempatkan dan disetor penuh, dengan harga Rp11.750 per lembar.
Dari penawaran saham tersebut, PT Panasia Indo Resources berhasil meraup dana sebesar Rp82,5 miliar, yang menandakan sebuah langkah besar dalam perjalanan bisnis mereka di pasar modal.
Pada tahun-tahun awal tercatat di bursa, HDTX memiliki catatan positif dalam memberikan dividen kepada para pemegang saham. Hal ini menggambarkan stabilitas dan pertumbuhan perusahaan yang memadai.
Namun, pada tahun 2019, berbagai tantangan mulai muncul, dan isu kelangsungan usaha (going concern) mulai mempengaruhi reputasi dan kinerja perusahaan. Salah satu indikasi besar adalah laporan keuangan perusahaan untuk kuartal I 2019 yang tidak mencantumkan angka pendapatan sama sekali, sebuah tanda yang mengkhawatirkan bagi investor dan otoritas pasar.
Keputusan pun diambil oleh BEI untuk menghentikan sementara perdagangan saham HDTX pada 29 Mei 2019, setelah menilai bahwa kondisi keuangan perusahaan telah berada pada level yang tidak memenuhi standar untuk keberlanjutan perdagangan. Saat itu, harga saham HDTX yang disuspensi berada di level Rp120 per lembar, jauh lebih rendah dibandingkan harga saat pertama kali tercatat di bursa.
Suspend ini dilakukan oleh BEI sebagai respons terhadap potensi ketidakpastian finansial yang dialami oleh perusahaan.
Keputusan suspension tersebut menggambarkan dampak negatif yang ditimbulkan oleh ketidakseimbangan keuangan dan penurunan pendapatan yang drastis dalam laporan keuangan HDTX. Keadaan ini semakin memperburuk prediksi tentang keberlangsungan operasional perusahaan di masa depan.
Ketidakmampuan HDTX dalam mengatasi masalah keuangan yang semakin kompleks akhirnya menempatkannya pada posisi yang rawan, di mana akhirnya perusahaan memutuskan untuk mengumumkan rencana delisting sahamnya dari BEI. Langkah tersebut merupakan dampak lanjutan dari berbagai kesulitan yang dihadapi perusahaan, yang telah kehilangan daya tarik dan potensi pertumbuhannya di pasar saham Indonesia.
Perjalanan HDTX menjadi pelajaran tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara kesehatan keuangan dan pertumbuhan jangka panjang dalam menjalankan bisnis di pasar modal. Meski sempat menjanjikan pada awalnya, tantangan besar yang dihadapi dalam beberapa tahun terakhir menjadi faktor penentu yang membawa perusahaan ke dalam masa-masa sulit dan mempengaruhi posisi sahamnya di bursa efek.(*)