KABARBURSA.COM - Penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75 persen memberikan sentimen positif yang signifikan bagi emiten di sektor barang konsumsi (consumer goods).
Senior Market Analyst Mirae Asset, Nafan Aji Gusta mengatakan, pemangkasan BI Rate memberikan efek positif terhadap biaya pinjaman atau borrowing cost yang mendorong kinerja konsumsi rumah tangga.
"Jika kebijakan ini dilakukan secara berkelanjutan dan terlaksana dengan baik, efek dari penurunan biaya pinjaman (borrowing cost) akan semakin berkurang sehingga dapat menjadi pendorong atau katalis positif bagi kinerja konsumsi rumah tangga," ujarnya kepada Kabarbursa.com di Jakarta, dikutip Sabtu, 18 Januari 2025.
Nafan menyatakan bahwa ini merupakan momentum yang baik, mengingat konsumsi rumah tangga merupakan salah satu penopang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Ya, kita lihat ya, sekitar 52 hingga 54 persen kan pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang oleh strong domestic consumption," kata dia.
Di sisi lain, Nafan menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia seharusnya dapat lebih optimal setelah penurunan suku bunga acuan, dengan catatan BI terus melanjutkan kebijakan moneter yang mendukung.
"Kalau dari Mirae Aset memang targetnya 5,5 persen ya untuk di tahun ini dalam hal kebijakan Indonesia dalam melonggarkan moneternya," pungkasnya.
Nafan sendiri merekomendasikan sejumlah saham di sektor consumer goods, seperti PT Mayora Indah Tbk (MYOR), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN), dan PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP),
Saham MYOR mengalami penurunan signifikan pada perdagangan Jumat, 17 Januari 2025, ditutup di level Rp2.500 per saham. Penurunan ini setara dengan 4,21 persen atau 110 poin dari harga pembukaan di Rp2.610.
Sepanjang perdagangan, saham MYOR sempat menyentuh harga tertinggi Rp2.610 dan terendah Rp2.480. Volume perdagangan mencapai 5,86 juta lot, jauh di atas rata-rata volume harian sebesar 4,27 juta lot. Total nilai transaksi saham ini tercatat mencapai Rp14,7 miliar dengan frekuensi perdagangan sebanyak 2.935 kali.
Meski melemah kemarin, pergerakan saham MYOR selama setahun terakhir menunjukkan penguatan sebesar 4,17 persen dari periode sebelumnya.
Adapun, nilai beli asing (foreign buy) mencapai Rp2,0 miliar, sementara nilai jual asing (foreign sell) tercatat sebesar Rp3,1 miliar, menandakan net sell asing pada perdagangan hari ini.
Penurunan harga saham ini terjadi di tengah ekspektasi pasar yang terus memantau perkembangan kinerja emiten sektor consumer goods. Saham MYOR diketahui memiliki batas atas harga (ARA) di Rp3.260 dan batas bawah harga (ARB) di Rp1.960 untuk perdagangan hari ini.
Saham Charoen Pokphand Indonesia mencatatkan kenaikan pada perdagangan Jumat, 17 Januari 2025, ditutup di level Rp4.660 per saham. Penguatan ini setara dengan 2,87 persen atau naik 130 poin dari harga pembukaan di Rp4.550.
Sepanjang sesi perdagangan, saham CPIN bergerak dalam rentang harga Rp4.520 hingga Rp4.660. Volume perdagangan tercatat mencapai 3,42 juta lot, sedikit di bawah rata-rata volume harian sebesar 4,28 juta lot. Total nilai transaksi mencapai Rp15,8 miliar dengan frekuensi perdagangan sebanyak 1.541 kali.
Investor asing menunjukkan minat beli yang signifikan terhadap saham CPIN, dengan nilai pembelian asing (foreign buy) mencapai Rp11,9 miliar, sedangkan nilai penjualan asing (foreign sell) tercatat sebesar Rp5,2 miliar, menghasilkan net buy asing yang cukup besar. Batas atas harga (ARA) untuk saham ini berada di Rp5.650, sementara batas bawah harga (ARB) di Rp3.400.
Meskipun menguat kemarin, secara tahunan saham CPIN tercatat mengalami penurunan sebesar 1,48 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Saham LSIP ditutup melemah pada perdagangan Jumat, 17 Januari 2025, turun 1,46 persen atau 15 poin ke level Rp1.015 per saham. Saham ini dibuka di Rp1.025 dan sebelumnya berada di level penutupan Rp1.030.
Sepanjang perdagangan, saham LSIP bergerak dalam rentang harga Rp1.000 hingga Rp1.025, dengan volume transaksi sebesar 5,5 juta lot, jauh di bawah rata-rata volume harian sebesar 15,05 juta lot. Total nilai transaksi tercatat sebesar Rp5,5 miliar dengan frekuensi perdagangan sebanyak 858 kali.
Investor asing mencatatkan aktivitas signifikan dalam saham LSIP hari ini, dengan nilai pembelian asing (foreign buy) mencapai Rp2,0 miliar, sedangkan nilai penjualan asing (foreign sell) hanya Rp564,3 juta, menunjukkan dominasi net buy asing. Batas atas harga (ARA) saham ini berada di Rp1.285, sementara batas bawah harga (ARB) ditetapkan pada Rp775.
Meskipun mengalami pelemahan kemarin, secara tahunan saham LSIP mencatatkan pertumbuhan signifikan sebesar 15,34 persen.
Sebelumnya diberitakan, keputusan penurunan suku bunga acuan sendiri diumumkan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo, dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada 14-15 Januari 2025.
Penurunan sebesar 25 basis poin ini, menurut Perry, sejalan dengan upaya memastikan inflasi tetap terkendali sesuai target dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Dalam pengumumannya, BI juga menyesuaikan suku bunga untuk fasilitas perbankan lainnya.
Suku bunga Deposit Facility diturunkan menjadi 5,00 persen, sementara Lending Facility kini berada di level 6,50 persen. Langkah ini diambil sebagai bentuk konsistensi kebijakan moneter yang bertujuan menjaga inflasi di sasaran 2,5±1 persen pada tahun 2025 dan 2026.
Perry menjelaskan, keputusan tersebut didukung oleh proyeksi inflasi yang tetap rendah, nilai tukar rupiah yang stabil sesuai dengan fundamental ekonomi, serta kebutuhan untuk meningkatkan momentum pertumbuhan ekonomi nasional.
Stabilitas nilai tukar rupiah menjadi salah satu fokus utama dalam kebijakan ini. Perry menekankan bahwa BI akan terus mencermati dinamika yang berkembang di pasar valuta asing untuk memastikan nilai tukar tetap terkendali, guna mendukung pengendalian inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Dengan mempertahankan fokus pada fundamental ekonomi, BI mengupayakan agar kebijakan yang diambil dapat merespons perubahan kondisi global maupun nasional secara adaptif.
Langkah BI ini mencerminkan sikap optimis terhadap kondisi ekonomi Indonesia ke depan. Selain memberikan ruang tambahan bagi sektor ekonomi untuk bergerak lebih dinamis, kebijakan ini juga menunjukkan kepercayaan BI terhadap kestabilan ekonomi domestik meskipun tantangan global terus membayangi.
Perry menegaskan, BI akan terus mengarahkan kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas harga dan nilai tukar sambil tetap membuka peluang untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Dengan penurunan suku bunga ini, sektor ekonomi diperkirakan akan mendapatkan dorongan yang signifikan. Penyesuaian ini menjadi katalis positif bagi dunia usaha dan rumah tangga, yang diharapkan mampu meningkatkan konsumsi, investasi, dan daya beli masyarakat secara keseluruhan.
Ke depan, BI akan terus memantau berbagai indikator ekonomi untuk memastikan kebijakan yang diterapkan sejalan dengan perkembangan kebutuhan domestik maupun dinamika pasar global.
Stabilitas Rupiah Lewat Jalur Suku Bunga Berjalan Baik
Perry Warjiyo, mengatakan stabilitas rupiah lewat jalur suku bunga berjalan baik. Instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) menjadi andalan dalam memperkuat aliran modal asing ke Indonesia.
Hingga 14 Januari 2025, posisi outstanding SRBI mencapai Rp914,72 triliun, SVBI sebesar USD1,96 miliar, dan SUVBI sebesar USD436 juta. Penerbitan SRBI berhasil meningkatkan aliran dana asing dan menopang penguatan Rupiah, dengan kepemilikan nonresiden di SRBI mencapai Rp228,85 triliun atau 25,02 persen dari total outstanding.
Sejak implementasi dealer utama (primary dealer) pada Mei 2024, transaksi SRBI di pasar sekunder dan repurchase agreement (repo) antar pelaku pasar mengalami peningkatan signifikan. Hal ini memperkuat efektivitas instrumen moneter dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dan mengendalikan inflasi.
Ke depan, BI berkomitmen mengoptimalkan inovasi instrumen pro-pasar dari sisi volume dan imbal hasil untuk mempercepat pendalaman pasar uang dan valas serta menarik lebih banyak aliran modal asing. (*)