Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

KLBF: Kinerja Positif dan Rencana Menaikkan Harga Produk

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 17 January 2025 | Penulis: Yunila Wati | Editor: Redaksi
KLBF: Kinerja Positif dan Rencana Menaikkan Harga Produk

KABARBURSA.COM - Kalbe Farma (KLBF) menunjukkan hasil yang positif dalam perkembangan kinerjanya di paruh pertama tahun 2024 dan kini bersiap untuk memacu pertumbuhannya ke depan, menjelang akhir tahun dan menuju 2025.

Pada kuartal ketiga 2024, KLBF berhasil mencatatkan penjualan bersih mencapai IDR 24,24 triliun, meskipun hanya tumbuh 0,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Angka tersebut mencerminkan distribusi dan logistik sebagai kontributor terbesar, meskipun proporsinya sedikit menurun dari 35 persen menjadi 32,5 persen, yang diimbangi dengan kenaikan segmen farmasi resep yang berfungsi sebagai pendorong keuntungan terbesar dengan kontribusi meningkat dari 26 persen menjadi 28,4 persen.

Yang paling mencolok adalah segmen Farmasi Resep yang terus mengalami pertumbuhan yang mengesankan. Penjualannya meningkat sebesar 10,4 persen menjadi Rp6,90 triliun, dengan pangsa pasar mereka yang kini lebih tinggi yakni 13 persen di kuartal ketiga 2024, dibandingkan dengan 11 persen di periode yang sama tahun sebelumnya.

Meskipun margin kotor sedikit menurun menjadi 51,6 persen dari sebelumnya 52,2 persen karena campuran produk dengan margin lebih rendah yang mendominasi pasar, KLBF berhasil menyesuaikan harga jual produk dengan kenaikan 3-5 persen pada produk-produk tertentu.

Langkah ini mencerminkan respons yang cermat terhadap dinamika pasar dan upaya mengimbangi penurunan margin tersebut.

Pergerakan Ekspor tidak Stabil

Di sisi lain, penjualan ekspor KLBF menunjukkan pergerakan yang kurang stabil, dengan penurunan menjadi 5 persen dari total penjualan pada 9M24, turun dari 6 persen pada periode yang sama tahun lalu.

Penurunan tersebut terjadi akibat tren konsumsi global yang lebih rendah, ditambah dengan pembatasan izin impor yang diberlakukan oleh beberapa negara. Meskipun demikian, KLBF masih mampu mengelola sumber pendapatannya dengan baik dan menjaga stabilitas kinerja perusahaan secara keseluruhan.

Dari segi permintaan pasar domestik, KLBF berhasil menunjukkan indikasi positif dengan adanya perbaikan pada siklus operasi bersih (NOC) yang mulai menurun signifikan setelah puncak pasca-pandemi pada Desember 2022.

Pada September 2024, NOC tercatat berada pada angka 139, turun cukup jauh dari 162 yang tercatat pada akhir 2022, didorong oleh penurunan jumlah persediaan (Day of Inventories/DOI) menjadi 119 pada bulan tersebut. Penurunan ini menunjukkan bahwa permintaan konsumen terhadap produk-produk KLBF semakin solid.

Salah satu segmen yang juga menunjukkan kinerja positif adalah Segmen Kesehatan Konsumen. Penjualannya tumbuh 4 persen year-on-year menjadi Rp3,29 triliun pada 9M24, membalikkan penurunan dua digit yang tercatat pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Bahkan, angka ini melampaui pendapatan yang tercatat pada tahun sebelumnya, menunjukkan bahwa KLBF berhasil mempertahankan daya saingnya.

Kenaikan pangsa pasar menjadi 10 persen dari sebelumnya 8 persen membuktikan adanya peningkatan daya tarik produk mereka di pasaran, meskipun KLBF juga terpaksa menaikkan harga jual produk konsumen sebesar 3-5 persen untuk menghadapi biaya bahan baku yang lebih tinggi.

Segmen Nutrisi juga menunjukkan kinerja yang relatif stabil meski pasar produk susu bubuk mengalami penurunan 3,1 persen, dengan penjualan mencapai Rp6,18 triliun, naik tipis 0,2 persen.

Peningkatan pangsa pasar mereka di segmen ini menunjukkan kekuatan portofolio produk nutrisi KLBF, diimbangi dengan penurunan harga bahan baku yang memberikan kontribusi terhadap pemulihan margin keuntungan bruto yang mencapai 51,3 persen pada 9M24.

Dengan kondisi yang tetap solid di beberapa segmen kunci, serta respons yang adaptif terhadap dinamika pasar dan kebijakan harga, KLBF tetap optimis dalam menjaga momentum positif hingga akhir tahun dan mempersiapkan diri untuk meraih kinerja yang lebih baik di tahun 2025.

Keberhasilan dalam memenangkan tender pengadaan serta strategi yang efisien akan menjadi modal bagi KLBF untuk terus mendukung pertumbuhannya yang berkelanjutan.

Rupiah Anjlok, Potensi Naikkan Harga

Sementara itu, melemahnya rupiah membuat produksi PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) terganggu. Apalagi, Kalbe sangat bergantung pada produk-produk impor.

Mengatasi hal itu, Kalbe telah menyiapkan langkah antisipatif, salah satunya dengan menaikkam harga produk. Meskipun langkah ini penting untuk mengimbangi pengaruh nilai tukar terhadap biaya produksi yang berbasis impor, KLBF tetap berkomitmen untuk menjaga harga produknya agar tetap terjangkau bagi konsumen.

Pihak perusahaan menekankan bahwa keputusan untuk menaikkan harga hanya akan diambil jika dirasa benar-benar diperlukan dan tetap dalam batas yang wajar, sejalan dengan kondisi pasar serta daya beli masyarakat.

Meski menghadapi tantangan yang datang bersamaan dengan fluktuasi mata uang, KLBF bukan satu-satunya yang menghadapi masalah terkait bahan baku. Industri farmasi Indonesia, secara keseluruhan, masih sangat bergantung pada bahan baku impor.

Data dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menunjukkan bahwa hampir 83 persen bahan baku obat yang digunakan di dalam negeri masih berasal dari luar, dengan sedikitnya 17 persen sisanya menggunakan bahan baku lokal seperti biosimilar dan vaksin.

Implikasi dari ketergantungan ini cukup besar, terlebih karena bahan baku obat yang diproduksi di dalam negeri umumnya lebih mahal daripada produk impor.

Masalah harga bahan baku domestik yang lebih tinggi menjadi hambatan besar bagi industri farmasi dalam menekan harga produk, terlebih untuk obat-obatan yang menggunakan lebih dari 50 persen bahan baku impor.

Sebagai respons terhadap ketergantungan tinggi terhadap bahan baku impor, Kemenperin tengah merumuskan kebijakan baru terkait Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk produk obat.

Rencana yang tengah dikaji ini adalah untuk menaikkan batas minimum TKDN yang semula hanya 25 persen menjadi 50 persen. Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong industri farmasi Indonesia untuk lebih banyak menggunakan bahan baku lokal, sekaligus memberikan peluang bagi industri farmasi domestik untuk lebih bersaing di pasar.

Melalui kebijakan ini, Kemenperin berharap bisa memperkuat ketahanan industri farmasi dalam negeri, mendukung pengurangan ketergantungan impor, dan menumbuhkan keberagaman produk obat yang menggunakan bahan baku lokal.

Upaya KLBF dan kebijakan yang diperkirakan akan diterapkan Kemenperin dapat memberikan arah yang lebih positif bagi industri farmasi nasional ke depannya.

Walaupun ketergantungan pada bahan baku impor masih menjadi isu besar, kebijakan strategis serta langkah-langkah yang lebih selektif terkait harga dapat membantu menjaga kestabilan industri farmasi Indonesia dalam jangka panjang, memberikan dampak baik untuk efisiensi dan juga daya saing produk.(*)