Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Batu Bara Masih Menggoda, Emiten-Emiten ini Berpeluang Cuan di 2025

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 15 January 2025 | Penulis: Yunila Wati | Editor: Redaksi
Batu Bara Masih Menggoda, Emiten-Emiten ini Berpeluang Cuan di 2025

KABARBURSA.COM - Meskipun tengah menghadapi tekanan akibat tren harga global yang masih dalam fase bearish, sektor batu bara tetap menjadi salah satu sektor yang menggoda. Batu bara diprediksi memberikan hasil investasi paling menjanjikan pada tahun ini.

Harapan besar mengarah pada dua kebijakan penting yang dinanti, yaitu penerapan skema Mitra Instansi Pengelola (MIP) dan penurunan tarif royalti batu bara. Skema MIP dirancang untuk menjaga stabilitas harga batu bara domestik sekaligus memastikan ketersediaan pasokan bagi sektor strategis seperti kelistrikan, pupuk, dan semen.

Dalam rancangan skema ini, harga batu bara untuk sektor kelistrikan akan dipatok pada level USD70 per ton, sedangkan sektor non-kelistrikan di angka USD90 per ton. Kebijakan ini, yang merupakan bagian dari langkah stabilisasi domestic market obligation (DMO), diharapkan mampu memberikan kestabilan yang lebih baik bagi industri batu bara domestik.

Tidak hanya itu, juga mengurangi dampak fluktuasi harga global yang sering kali menjadi tantangan besar bagi pelaku industri. Namun, penerapan skema MIP hingga kini masih menanti keputusan final dari Kementerian Keuangan.

Analis Verdhana Sekuritas Michael Edward, dalam risetnya Rabu, 15 Januari 2025, menyebut bahwa kebijakan ini akan memberikan keuntungan signifikan bagi perusahaan batu bara dengan porsi penjualan domestik yang besar. Michael menyebut beberapa emiten yang berpeluang mendapatkan cuan dari sektor ini, yaitu PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Indika Energy Tbk (INDY), dan PT Bumi Resources Tbk (BUMI).

Jika MIP terealisasi, laba setelah pajak PTBA diprediksi melonjak hingga 59 persen. Sementara itu, INDY dan BUMI masing-masing berpotensi mengalami kenaikan laba sebesar 65 persen dan 52 persen.

Selain MIP, perhatian juga tertuju pada kebijakan penurunan tarif royalti batu bara, yang diperkirakan akan membawa dampak signifikan bagi para pemegang lisensi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).

Michael memprediksi bahwa kebijakan ini akan menguntungkan sejumlah pemain besar, seperti PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO), INDY, dan BUMI. Jika penurunan tarif royalti direalisasikan, ADRO dapat melihat kenaikan laba bersih sebesar 20 persen pada tahun ini. Sementara itu, laba INDY dan BUMI diperkirakan akan melonjak hingga masing-masing 135 persen dan 44 persen.

Dua kebijakan tersebut, jika diimplementasikan, tidak hanya berpotensi mengangkat performa emiten-emiten batu bara di Indonesia tetapi juga mengokohkan sektor ini sebagai salah satu pilar utama ekonomi nasional.

Dengan demikian, sektor batu bara tak hanya menjadi tonggak penting bagi kebutuhan energi dan industri dalam negeri, tetapi juga sebuah peluang besar bagi investor yang memahami potensi besar di balik dinamika regulasi dan tren pasar yang terus berkembang.

Peluang Tumbuh Emiten Batu Bara

Peluang tumbuh emiten batu bara belakangan terlihat, salah satunya dengan melesatnya pergerakan saham Indika Energy Tbk atau INDY. Pada perdagangan pekan lalu, INDY mencatat lonjakan signifikan sebesar 8,41 persen ke level Rp1.740.

Selama sepekan terakhir, saham emiten ini melejit hingga 22,11 persen, menunjukkan minat pasar yang meningkat terhadap perusahaan yang dikenal memiliki bisnis diversifikasi ini.

Transaksi saham INDY khususnya pada 10 Januari kemarin, mencatatkan volume luar biasa, dengan 64,33 juta saham berpindah tangan dalam 36.370 kali transaksi, menghasilkan nilai transaksi mencapai Rp108,31 miliar.

Asing turut berkontribusi besar terhadap euforia ini, dengan aksi beli bersih (net buy) senilai Rp7,84 miliar. Hal ini menegaskan kepercayaan investor terhadap prospek emiten yang memiliki kapitalisasi pasar Rp9,06 triliun tersebut.

Secara valuasi, saham INDY masih tergolong undervalue. Rasio price to book value (PBV) hanya berada di angka 0,49 kali, sementara price earning ratio (PER) tercatat sebesar 9,90 berdasarkan trailing twelve months (TTM). Dengan valuasi yang masih rendah ini, banyak analis pasar menilai bahwa saham INDY menyimpan potensi besar untuk apresiasi lebih lanjut.

Tidak hanya aktif di sektor batu bara, Indika Energy terus memperluas lini bisnisnya melalui berbagai diversifikasi strategis. Salah satu langkah penting adalah proyek emas Awak Mas di Sulawesi Selatan. Anak perusahaan INDY, PT Masmindo Dwi Area (MDA), telah menunjuk Macmahon Holding Limited sebagai kontraktor jasa pertambangan untuk proyek ini.

Kontrak tersebut bernilai AUD463 juta untuk periode tujuh tahun, dengan opsi perpanjangan lima tahun. Proyek ini diharapkan mulai berjalan pada pertengahan 2025, menjadi salah satu inisiatif kunci dalam strategi diversifikasi bisnis perseroan.

Menurut Adi Pramono, Sekretaris Perusahaan Indika Energy, proyek emas ini merupakan bagian dari komitmen perusahaan untuk mengembangkan sumber pendapatan baru di luar sektor batu bara. Selain emas, Indika Energy juga telah fokus pada bisnis logistik, infrastruktur, dan energi terbarukan.

Beberapa anak usaha, seperti EMITS yang menawarkan solusi tenaga surya, serta Tripatra yang bergerak di bidang solusi rekayasa terintegrasi berkelanjutan, kini menjadi ujung tombak diversifikasi perusahaan.

Sinyal positif ini turut diperkuat oleh rekomendasi analis yang menetapkan target harga saham INDY di Rp2.320. Dengan fokus yang jelas pada diversifikasi bisnis, didukung oleh proyek strategis seperti tambang emas Awak Mas dan inisiatif di sektor energi hijau, Indika Energy berada di jalur yang tepat untuk terus memperkuat posisinya di pasar dan memberikan nilai tambah bagi pemegang saham.(*)