KABARBURSA.COM - PT Bukalapak.com Tbk atau BUKA, baru saja mengumumkan akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada sebagian pegawainya. Hal ini merupakan imbas dari penutupan layanan e-commerce yang berfokus pada produk fisik.
Dalam keterangannya, Selasa, 14 Januari 2025, Sekretaris Perusahaan BUKA Cut Fika Lutfi, memastikan bahwa perusahaan akan memenuhi hak dan kompensasi kepada seluruh karyawan yang terdampak PHK tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Menurut Cut Fika, ini menegaskan komitmen perusahaan dalam menjaga keadilan dan kepatuhan hukum dalam setiap kebijakan yang diambil.
Meski langkah ini menandakan perubahan signifikan dalam strategi bisnis perusahaan, BUKA meyakini bahwa keputusan ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang yang akan menjadikan perusahaan lebih kompetitif.
Perusahaan berharap dengan fokus pada produk virtual, mereka bisa memberikan layanan terbaik kepada penggunanya, dan pada saat yang sama meningkatkan nilai tambah bagi seluruh pemangku kepentingan.
Di tengah rencana PHK ini, saham BUKA ternyata masih menunjukkan pergerakan yang cukup stabil, meski hanya mengalami kenaikan tipis. Harga saham dibuka pada level Rp114 dan sepanjang hari diperdagangkan pada kisaran harga Rp115.
Meskipun ada ketidakpastian yang datang dengan perubahan besar ini, respons pasar terhadap saham BUKA sejauh ini tetap mencerminkan sikap hati-hati dari investor, yang mengamati bagaimana perusahaan akan menjalani transformasi bisnis dan dampaknya terhadap operasional perusahaan dalam jangka panjang.
Transformasi yang dijalani oleh BUKA mungkin menjadi langkah strategis dalam menjawab perubahan tren di pasar digital, namun tetap menantang bagi perusahaan untuk mempertahankan loyalitas dan daya tarik di tengah ketatnya persaingan digital.
Pemangkasan jumlah karyawan, meskipun menyakitkan, bisa jadi salah satu keputusan yang diperlukan untuk menjaga kelangsungan perusahaan dalam menghadapi tantangan industri digital yang semakin dinamis.
Sejauh ini, diketahui BUKA masih memiliki sisa dana dari Initial Public Offering (IPO) yang lumayan besar, yaitu senilai Rp9,8 triliun. Diketahui, saat mencatatkan saham perdananya, BUKA mendapatkan dana segar sebesar Rp21,3 triliun.
Dana tersebut direncanakan untuk modal kerja (66 persen), dengan sebagian kecil untuk mendukung ekspansi dan pertumbuhan entitas anak perusahaan.
Namun, beberapa waktu setelahnya, melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada akhir 2021, perusahaan melakukan perubahan strategi dalam alokasi dana tersebut. Alih-alih memperluas lini bisnisnya dengan cepat, sebagian besar dana hasil IPO masih tersimpan di berbagai instrumen keuangan, seperti deposito, giro, dan obligasi. Ini memberikan pendapatan keuangan yang cukup besar.
Meski dari segi operasional, pertumbuhan pendapatan Bukalapak relatif stagnan, dengan pencapaian Rp3,99 triliun pada kuartal ketiga 2024—hanya mencatatkan kenaikan tipis 1,82 persen dibandingkan tahun lalu—perusahaan berhasil menjaga kerugiannya tetap terkontrol, berkat pendapatan keuangan yang meningkat pesat, sebesar 27,74 persen menjadi Rp783,77 miliar.
Sementara itu, langkah strategis Bukalapak untuk menghentikan layanan penjualan produk fisik pada marketplace mereka mulai 9 Februari 2025 menjadi titik balik penting dalam perjalanan mereka. Perusahaan memastikan, meskipun produk fisik dihentikan, marketplace Bukalapak tidak akan sepenuhnya hilang, karena platform tersebut akan terus berfokus pada penjualan produk digital, seperti voucher elektronik.
Keputusan ini, meskipun menjauhi model bisnis yang telah menjadi kekuatan utama perusahaan sejak awal, dijelaskan oleh manajemen Bukalapak sebagai cara untuk mewujudkan EBITDA positif dan memastikan keberlanjutan yang sehat dan menguntungkan dalam jangka panjang.
Namun, keputusan ini datang dengan risiko yang tidak kecil. Bagi sebagian pihak, langkah tersebut menunjukkan ketidakjelasan arah strategis Bukalapak, yang meski mengurangi kerugian, masih bergantung pada dana IPO yang cukup besar dan belum banyak diserap sesuai dengan rencana awal.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahkan telah beberapa kali meminta Bukalapak untuk segera merealisasikan penggunaan sisa dana IPO ini. Hal ini menambah ketidakpastian atas masa depan pertumbuhan Bukalapak, yang mengharapkan dana tersebut bisa segera mendukung ekspansi dan inovasi usaha, bukan hanya berputar di instrumen keuangan yang kurang produktif.
Walaupun bisnis marketplace-nya bertransformasi, ketergantungan pada dana IPO untuk menutupi defisit operasional mengundang pertanyaan lebih lanjut mengenai rencana jangka panjang perusahaan.
Sisa dana IPO yang masih besar dan belum terserap sepenuhnya membuat pasar, investor, dan regulator menunggu dengan cemas tentang realisasi langkah strategis Bukalapak ke depan, yang dalam rencana prospektus, masih memiliki waktu hingga 31 Desember 2025 untuk memenuhi semua target yang sudah ditentukan.
Keputusan Bukalapak untuk mempersempit cakupan bisnis ke dalam kategori produk digital memang dapat mengurangi biaya dan risiko operasional, tetapi bisa jadi juga berisiko mengurangi daya tarik platform bagi pengguna setianya yang sebelumnya terbiasa dengan produk fisik.
Ke depan, apakah langkah ini cukup kuat untuk membawa Bukalapak ke posisi yang lebih stabil dalam segi finansial dan operasional, atau justru akan memperburuk ketidakpastian, masih akan terjawab dalam beberapa tahun ke depan.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.