KABARBURSA.COM – Pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi memproyeksikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bakal berada di level 7.900 pada akhir tahun 2025.
Direktur PT Laba Berjangka Forexindo ini juga menepis pernyataan Mandiri Sekuritas yang memproyeksikan IHSG bakal mencapai level 8.150 pada akhir tahun.
Ibrahim menilai, angka tersebut terlalu optimistis di tengah beragam tantangan global dan domestik yang membuat IHSG sulit menembus level tersebut.
“Proyeksi di level 8.150 sah-sah saja, tetapi saya kira masih terlalu tinggi jika melihat situasi global yang penuh tantangan. Saya memprediksi IHSG akan berada di kisaran 7.900 pada akhir tahun, dan itu pun dengan berbagai syarat dukungan dari kondisi global yang membaik,” kata Ibrahim kepada kabarbursa.com, melalui telepon pada Minggu, 12 Januari 2025.
Menurutnya, tantangan utama yang dihadapi pasar modal Indonesia di tahun 2025 adalah pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan hanya mencapai 2,5 persen menurut Bank Dunia.
Selain itu, berbagai konflik geopolitik, seperti perang Rusia-Ukraina, ketegangan Timur Tengah, dan kebijakan proteksionisme yang mungkin kembali diterapkan oleh Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, turut menambah ketidakpastian pasar.
Ia juga menyoroti dampak penguatan dolar Amerika Serikat yang diprediksi akan berlanjut akibat kebijakan proteksionis tersebut.
“Penguatan dolar AS berpotensi menekan pasar modal di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Hal ini akan menjadi tantangan besar bagi IHSG,” ucap dia.
Namun, ia juga optimistis terhadap beberapa sektor yang diprediksi akan menjadi penopang IHSG sepanjang tahun ini seperti halnya saham teknologi, perbankan, komodistas berbasis gas, energi alam terbarukan dan sektor konsumsi.
“Perbankan, khususnya, akan tetap stabil karena fundamental yang kuat dan dukungan dari proyek-proyek besar pemerintah,” kata dia.
Selain itu, ia juga mencatat bahwa Indonesia, sebagai bagian dari BRICS akan mendapatkan dampak positif berupa akses pasar yang lebih luas. “Keanggotaan Indonesia di BRICS memang membawa peluang besar, tetapi tetap perlu diimbangi dengan kebijakan ekonomi yang mendukung agar manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh pelaku pasar,” katanya.
Kendati demikian, ia mengingatkan agar ekspektasi tetap realistis. Karena, menurutnya, pasar modal di tahun 2025 akan mengalami pertumbuhan, tetapi tidak secerah tahun-tahun sebelumnya. Ia meminta semua pihak perlu mencermati dinamika global dan tetap berhati-hati dalam mengambil langkah investasi.
2025 jadi Periode Menantang
Sebelumnya, Direktur Utama Mandiri Sekuritas Oki Ramadhana, mengatakan kondisi pasar saham akan mengalami The Waiting Game atau menunggu kondisi lebih pasti. Dia menargetkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di akhir 2025 mencapai level 8.150.
Oki mengatakan, pentingnya selektivitas dalam investasi di tengah situasi volatilitas tinggi. Dia juga memproyeksikan IHSG di akhir tahun mengalami kenaikan di level 8.150 dengan kisaran antara 7.140 hingga 8.590.
Sektor-sektor seperti konsumsi, pangan, properti, telekomunikasi, transportasi, dan retail akan menjadi fokus utama investor sepanjang tahun ini.
“Kami melihat tahun 2025 sebagai periode yang menantang tetapi penuh peluang, khususnya bagi investor yang cermat memilih sektor-sektor dengan potensi pertumbuhan tinggi,” kata Oky dalam keterangan tertulisnya yang diterima kabarbursa.com pada Minggu, 12 Januari 2025.
Menurut Oki, likuiditas yang ketat dan ketidakpastian geopolitik akan membuat investor memainkan strategi The Waiting Game sebelum mengambil langkah besar. Untuk itu, penting sekali mengidentifikasi sektor-sektor yang akan mendapatkan manfaat dari peningkatan kebutuhan pendanaan.
“Kuartal II 2025 akan menjadi momen penting dengan sektor perbankan, otomotif, dan retail yang kami perkirakan memberikan performa kuat. Di sisi lain, investor perlu tetap waspada terhadap dinamika global, seperti hasil Pemilu Amerika Serikat dan eskalasi konflik geopolitik, yang dapat mempengaruhi arah pasar secara keseluruhan,” tutur dia.
Selain pasar saham, Oki juga optimis terhadap pasar obligasi Indonesia di 2025. Beberapa katalis positif, seperti prospek penurunan suku bunga acuan BI Rate dan ekspektasi suku bunga The Fed yang terus menurun, akan mendukung kinerja pasar ini.
“Dengan inflasi domestik yang relatif rendah dan tekanan supply Surat Berharga Negara (SBN) yang terkendali, kami yakin pasar obligasi akan memberikan positive return di tahun 2024 dan 2025. Pemerintah juga memiliki ruang fiskal yang cukup untuk menjaga stabilitas pasar, termasuk melalui Saldo Anggaran Lebih, loan program, dan investment financing. Valuasi pasar obligasi Indonesia saat ini juga cukup menarik jika dibandingkan dengan yield negara berkembang lainnya yang memiliki rating serupa,” kata dia.
Oki mencatat, salah satu perkembangan menarik di pasar obligasi Indonesia adalah meningkatnya dominasi investor domestik, khususnya dari kalangan ritel.
“Tahun ini, investor ritel menjadi pembeli terbesar di pasar obligasi pemerintah, dan ini adalah tren yang positif. Korelasi antara imbal hasil US Treasury dan yield obligasi pemerintah Indonesia terus menurun, menunjukkan ketahanan pasar kita yang semakin kuat,” ujarnya.
Dengan beragam peluang di pasar saham dan obligasi, perbankan mendorong investor untuk mengambil pendekatan yang bijak dan memanfaatkan momentum pertumbuhan di sektor-sektor unggulan. Kendati risiko global tetap ada, fokus pada fundamental dan sektor dengan potensi tinggi menjadi kunci sukses investasi pada tahun 2025.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.