Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Pemutihan Utang UMKM Butuh Pendampingan Berkelanjutan

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 12 January 2025 | Penulis: Dian Finka | Editor: Redaksi
Pemutihan Utang UMKM Butuh Pendampingan Berkelanjutan

KABARBURSA.COM - Sekjen Asosiasi UMKM Indonesia Edy Misero menegaskan pentingnya pendampingan berkelanjutan untuk pelaku UMKM setelah adanya kebijakan pemutihan utang. Meski memberi angin segar, Edy menilai pemutihan utang UMKM tidak boleh jadi kebiasaan yang merugikan pada masa depan.

Menurutnya, pemutihan utang UMKM harus diikuti dengan pendampingan yang membangun karakter pelaku UMKM yang lebih bertanggung jawab terhadap keuangan dan masa depan usahanya.

"Sejak tahun 2023, saya sudah menyampaikan kepada pemerintah bahwa kita harus berhati-hati terhadap moral hazard. Kenapa jika ada kesulitan di kalangan UMKM, pemerintah tidak lebih proaktif dengan memanggil mereka, menilai masalah mereka, dan memberikan solusi, seperti menambah modal jika perlu, agar mereka bisa bertahan?" ujar Edy kepada kabarbursa.com, Sabtu, 11 Januari 2025.

Edy menekankan bahwa kebijakan pemutihan utang seharusnya tidak hanya menjadi jalan pintas bagi UMKM yang menghadapi kesulitan keuangan, tetapi juga sebagai kesempatan untuk mendidik mereka agar lebih bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan dan bisnis.

"Kita tidak ingin mencetak pelaku UMKM yang hanya mengandalkan pemutihan utang setiap kali menghadapi kesulitan. Kita ingin mencetak pelaku UMKM yang bertanggung jawab dan dapat bertahan dalam jangka panjang," tambahnya.

Lebih lanjut, Edy menjelaskan bahwa pemutihan utang harus diimbangi dengan pendampingan yang konkret. Bukan sekadar menghapus utang, tetapi juga memberikan pelatihan dan penguatan modal untuk memastikan pelaku UMKM dapat mengelola usaha mereka dengan lebih baik di masa depan.

"Kita harus memastikan bahwa setiap UMKM yang mendapat pemutihan ini bisa menggunakannya untuk memulai langkah baru yang lebih produktif, bukan malah terjebak dalam siklus utang," tegas Edy.

Pendampingan ini, menurut Edy, bukan hanya soal penyelesaian masalah keuangan jangka pendek, tetapi juga tentang memberikan pendidikan dan bimbingan yang memungkinkan UMKM untuk tumbuh dan berkembang dengan cara yang lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan.

"Pemutihan ini harus menjadi titik tolak untuk membangun UMKM yang lebih kuat dan mandiri, bukan UMKM yang hanya bergantung pada kebijakan pemutihan setiap kali menghadapi masalah," tutupnya.

Edy Misero berharap agar kebijakan pemutihan utang ini diikuti dengan langkah-langkah strategis yang mendidik, agar pelaku UMKM tidak hanya terbebas dari utang, tetapi juga siap untuk tumbuh dan berkembang secara lebih mandiri dan bertanggung jawab ke depannya.

Khusus Utang di Bank BUMN

Seperti diberitakan sebelumny, Edy Misero menyambut positif rencana pemerintah untuk menghapus utang sebanyak 67 ribu UMKM yang terhimpun di bank-bank milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Namun, Edy menyoroti ketimpangan dalam kebijakan tersebut yang hanya menyasar UMKM yang berutang di bank-bank BUMN, sementara pelaku UMKM yang berutang di bank swasta atau lembaga keuangan non-BUMN tidak mendapatkan keringanan yang sama.

Menurut Edy, meskipun kebijakan pemutihan utang ini bisa memberi manfaat bagi UMKM yang terdampak pandemi dan kesulitan finansial, ada pertanyaan besar yang perlu dijawab.

“Kenapa hanya UMKM di bank BUMN yang mendapatkan pemutihan? Kenapa yang di bank swasta seperti BCA, Bank Niaga, atau Danamon tidak? Ini menciptakan ketimpangan yang harus diperhatikan,” ujar Edy.

Edy menjelaskan, penghapusan utang tidak hanya terkait dengan kesejahteraan UMKM, tetapi juga tampaknya bertujuan untuk menyehatkan administrasi keuangan perbankan negara.

“Program ini bertujuan untuk membersihkan administrasi keuangan bank BUMN, yang mengalami banyak kredit macet. Jadi, kita melihatnya lebih sebagai langkah untuk memperbaiki kesehatan administrasi bank, bukan hanya untuk UMKM,” ujar Edy.

Dia juga mengungkapkan bahwa jika melihat dampaknya secara keseluruhan, utang UMKM yang dihimpun di bank-bank BUMN hanya menyumbang sebagian kecil dari total sektor UMKM secara nasional. “Hanya 67 ribu dari total UMKM yang ada, yang jumlahnya jauh lebih besar, mungkin hanya beberapa persen saja dari total sektor UMKM. Jadi, ada ketimpangan yang harus diperhatikan,” lanjut Edy.

Edy juga mempertanyakan mengapa bank swasta dan lembaga keuangan non-BUMN tidak turut serta dalam pemutihan utang UMKM. Ia menilai bahwa sektor swasta, yang juga memiliki banyak debitur UMKM, seharusnya mendapat perhatian yang sama dalam kebijakan pemutihan utang ini.

“Bukan hanya bank swasta, tetapi lembaga-lembaga keuangan lainnya yang turut membiayai UMKM juga harus dilibatkan dalam pemutihan ini,” tegas Edy.

Meski demikian, Edy mengapresiasi langkah pemerintah yang telah memberikan perhatian kepada UMKM yang mengalami kesulitan. Namun, ia menekankan pentingnya pemerataan kebijakan agar seluruh sektor UMKM mendapatkan manfaat yang sama, tanpa ada diskriminasi antara bank BUMN dan bank swasta.

Terakhir, Edy juga mempertanyakan keberlanjutan pendampingan UMKM setelah pemutihan utang. “Setelah pemutihan, apa langkah lanjutan yang akan diambil pemerintah untuk mendukung UMKM agar mereka bisa bangkit dan berkembang? Tanpa pendampingan yang berkelanjutan, pemutihan utang saja tidak cukup untuk menjaga kelangsungan usaha UMKM,” tutup Edy.

Edy Misero berharap agar kebijakan pemutihan utang UMKM dapat disertai dengan langkah-langkah konkret untuk memastikan keberlanjutan usaha dan menghindari ketimpangan dalam implementasi kebijakan tersebut.