KABARBURSA.COM - Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat data perdagangan saham ditutup bervariasi selama sepekan periode 6 - 10 Januari 2025. Sekretaris Perusahaan BEI, Kautsar Primadi Nurahmad mengatakan peningkatan terjadi pada rata-rata frekuensi transaksi harian Bursa sebesar 0,89 persen menjadi 1,04 juta kali transaksi dari 1,03 juta kali transaksi pada pekan lalu.
"Perubahan terjadi pada kapitalisasi pasar Bursa, yaitu sebesar 0,34 persen menjadi Rp12.403 dari Rp12.445 triliun pada sepekan sebelumnya," kata dia dalam keterangannya dikutip, Sabtu, 11 Januari 2025.
Di sisi lain, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pekan ini mengalami penurunan sebesar 1,05 persen menjadi berada pada level 7.088,866 dari 7.164,429 pada pekan lalu.
Penurunan turut dialami oleh rata-rata nilai transaksi harian bursa dengan perubahan sebesar 10,45 persen menjadi Rp8,72 triliun dari Rp9,74 triliun pada pekan sebelumnya.
"Rata-rata volume transaksi harian Bursa mengalami perubahan sebesar 17,37 persen menjadi lembar 17,66 miliar lembar saham dari 21,38 miliar lembar saham pada pekan sebelumnya," jelasnya.
Kautsar menyebut investor asing pada Jumat, 10 Januari 2025, mencatatkan nilai jual bersih Rp201,56 miliar dan investor asing mencatatkan nilai jual bersih Rp2,94 triliun sepanjang tahun 2025.
IHSG ditutup menguat sebesar 24 poin atau naik 0,34 persen ke level 7,088 pada perdagangan Jumat, 10 Januari 2025. Merujuk data perdagangan RTI Business, pada hari ini IHSG bergerak di kisaran 7,074 hingga 7,121.
Kemudian volume perdagangan terpantau sebesar 18,302 miliar saham dengan transaksi mencapai Rp8,641 triliun. Sementara itu, frekuensi perdagangan mencapai 952,605 kali.
Sementara itu, sebanyak 315 saham terpantau menguat, 244 saham melemah, dan 238 saham mengalami stagnan. Saham RATU berhasil berada di posisi teratas top gainer dengan performa 24,58 persen, diikuti MMIX 20,44 persen, JSPT 19,69 persen, AKSI 14,87 persen, dan BUMI 12,96 persen.
Saham-saham yang melemah di top losser yakni KSIX +23,11 persen, GMTD -17,38 persen, ARGO -11,23 persen, DWGL -9,84 persen, dan NANO -9,52 persen. Di sisi lain, indeks LQ45 mengalami pelemahan sebesar 0,12 persen. Di sini, saham BUKA mengalami koreksi paling dalam sebesar -5,00 persen.
Dilihat dari pergerakan sektoral, enam sektor terpantau berada di zona hijau, sementara lima sektor lainnya mengalami pelemahan.
[caption id="attachment_106184" align="alignnone" width="2560"] Gedung Wall Street. Foto: Expedia.[/caption]
Sementara diberitakan sebelumnya, Wall Street melemah pada Jumat waktu Amerika atau Sabtu, 11 Januari 2025 dini hari WIB, setelah laporan ketenagakerjaan AS menunjukkan hasil yang lebih tinggi dari perkiraan. Hal ini meredam ekspektasi pasar untuk penurunan suku bunga oleh The Fed tahun ini.
Dilansir dari Consumer News and Business Channel di Jakarta, Sabtu, Dow Jones anjlok 696,75 poin atau 1,63 persen ke level 41.938,45, sementara S&P 500 turun 1,54 persen ke 5.827,04. Indeks Nasdaq Composite ikut ambles 1,63 persen ke 19.161,63. Pelemahan ini membuat seluruh indeks utama AS mencatatkan kerugian sejak awal 2025.
Laporan menunjukkan payroll atau penambahan tenaga kerja tumbuh sebesar 256 ribu pada Desember, jauh di atas proyeksi ekonom yang hanya 155 ribu. Tingkat pengangguran yang diperkirakan bertahan di 4,2 persen justru turun menjadi 4,1 persen. Imbal hasil obligasi Treasury AS tenor 10 tahun pun melonjak ke level tertinggi sejak akhir 2023 setelah laporan ini dirilis.
“Berita bagus buat ekonomi, tapi enggak buat pasar, setidaknya untuk saat ini,” ujar analis pasar senior di Wells Fargo Investment Institute, Scott Wren. “Meski hasilnya mengejutkan, kami tetap melihat pasar tenaga kerja akan melambat dalam beberapa kuartal ke depan.”
Pelaku pasar kini menilai kemungkinan The Fed menahan suku bunga acuan pada pertemuan Januari mencapai 97 persen, dan langkah serupa diproyeksikan terjadi pada Maret. Berdasarkan alat prediksi CME FedWatch, probabilitas pemangkasan suku bunga di Maret turun menjadi 25 persen dari 41 persen sehari sebelumnya. Sebagai pengingat, The Fed terakhir kali memangkas suku bunga sebesar 0,25 persen pada Desember lalu.
Kabar inflasi semakin memanaskan situasi setelah University of Michigan merilis indeks kepercayaan konsumen yang mencatat angka 73,2 untuk Januari, di bawah ekspektasi 74. Ekspektasi inflasi setahun ke depan naik dari 2,8 persen menjadi 3,3 persen, sedangkan proyeksi inflasi lima tahun naik ke level tertinggi sejak Juni 2008.
Saham teknologi menjadi sektor yang paling tertekan oleh kekhawatiran kenaikan suku bunga. Saham Nvidia terkoreksi 3 persen, sementara AMD dan Broadcom turun masing-masing 4,8 persen dan 2,2 persen. Bahkan, saham Palantir melemah lebih dari 1 persen.
Indeks Russell 2000 yang mencerminkan saham perusahaan berkapitalisasi kecil—sensitif terhadap kenaikan suku bunga—turun lebih dari 2 persen.
“Imbal hasil naik terlalu cepat, dan pasar saham jadi panik,” jelas analis teknikal dari LPL Financial, Adam Turnquist. “Tapi yang sering dilupakan adalah alasan di balik kenaikan ini: ekonomi yang lebih baik dari ekspektasi.”
Menurut Turnquist, kondisi tersebut seharusnya menjadi indikasi positif untuk pertumbuhan laba dan mengurangi risiko resesi dalam jangka panjang, meskipun pasar hari ini terlihat defensif.
Secara mingguan, ketiga indeks utama mencatat kerugian berturut-turut. S&P 500 melemah 1,9 persen, Nasdaq Composite turun 2,3 persen, dan Dow Jones terkoreksi hampir 1,9 persen selama sepekan terakhir.