KABARBURSA.COM - Penjualan apartemen sepanjang 2024 mencatatkan penurunan tajam dibandingkan tahun sebelumnya. Menurut data Colliers Indonesia, apartemen yang berhasil terjual sebesar 688 unit, atau separuh dari angka penjualan tahun 2023 yang mencapai 1.375 unit.
Head of Research Colliers Indonesia Ferry Salanto mengungkapkan penurunan ini mencerminkan melemahnya permintaan pasar terhadap apartemen strata. Penurunan penjualan tahun ini juga menjadi yang terendah sejak 2016.
“Kalau kita lihat dari sisi demand, jumlahnya dari tahun ke tahun terus menurun. Tahun 2024 hanya 688 unit, sedangkan tahun sebelumnya mencapai 1.375 unit. Penurunan ini sekitar 50 persen,” ujarnya dalam media briefing virtual, Rabu, 8 Januari 2025.
Lebih lanjut, Ferry menyoroti bahwa kebijakan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) yang diterapkan sejak 2021 tidak memberikan dampak signifikan terhadap penjualan apartemen. Insentif tersebut lebih efektif untuk rumah tapak daripada unit apartemen.
“Pemerintah sudah mengeluarkan insentif PPN DTP sejak tahun 2021. Saya belum dapat data dampak PPN DTP terhadap penjualan unit rumah tapak, tapi rasanya insentif itu untuk rumah tapak lebih mengena daripada apartemen," lanjutnya.
Menurutnya, meskipun kebijakan PPN DTP kembali diperpanjang untuk 2025, dampaknya terhadap sektor properti, khususnya apartemen, diperkirakan tetap minim. “Perpanjangan insentif yang berulang-ulang menurut kami tidak akan membawa efek signifikan terhadap penjualan pada tahun 2025, khususnya untuk unit apartemen,” tambahnya.
Selain permintaan yang lemah, lesunya penjualan juga memengaruhi pasokan unit apartemen baru. Di Jakarta, pasokan apartemen baru pada 2024 tercatat sebanyak 4.040 unit, turun 26 persen dibandingkan tahun 2023 yang mencapai 5.526 unit.
“Minimnya jumlah proyek yang masuk serta minimnya proyek yang launching dalam setahun ini ada kaitannya dengan tingginya stok apartemen yang belum terjual,” kata Ferry.
Pengaruh PPN 12 Persen
Terkait Ferry menilai kebijakan PPN sebesar 12 persen untuk barang mewah tidak akan berdampak signifikan pada penjualan properti di Indonesia.
Menurutnya, jumlah properti yang masuk dalam kategori barang mewah dengan harga di atas Rp30 miliar masih terbatas. Segmen pasarnya pun, kata Ferry, juga masih kecil. Karakteristik konsumen rumah di atas Rp30 miliar juga berbeda jauh dari konsumen kelas menengah ke bawah.
“Kalau kita lihat, objek PPN 12 persen ini hanya untuk hunian mewah, secara umum tidak terlalu banyak dampak. Karena pertama, kalau kita bicara hunian mewah itu jumlahnya sangat sedikit sekali,” ujarnya dalam Media Briefing virtual, Rabu, 8 Januari 2025.
Ferry menyebut rumah dengan harga di atas Rp30 miliar masuk dalam kategori “very luxury”. Sementara rumah yang tergolong “luxury” biasanya berada di kisaran harga Rp10-15 miliar untuk kategori real estate.
“Kalau di atas Rp30 miliar itu biasanya individual houses. Pasarnya memang sangat sedikit. Jadi, kalau kita bicara pengaruh ke serapan, tidak ada, karena memang beda market,” tambahnya.
Menurut Ferry, segmen pasar ini sebenarnya tidak menjadi masalah besar. Pasalnya, bagi orang yang memiliki kemampuan finansial, keterbatasan stok justru membuat properti tersebut semakin eksklusif.
“Segmen market ini sebetulnya tidak terlalu jadi issue karena kalau bagi orang yang punya duit dengan ini stok sedikit sehingga jadi barang yang eksklusif, kalau mereka mau beli, mereka akan beli,” tambahnya.
Daftar Barang Mewah Kena PPN
Seiring dengan diberlakukannya tarif PPN 12 persen hanya untuk barang mewah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024.
Peraturan ini mengatur terkait PPN atas impor dan penyerahan barang kena pajak, serta jasa kena pajak yang berasal dari luar daerah pabean.
Menurut Pasal 2 ayat (3) PMK tersebut, barang kena pajak yang dikenakan tarif PPN adalah barang mewah, seperti kendaraan bermotor, yang diatur oleh perundang-undangan di bidang perpajakan.
Barang mewah yang dikenakan tarif PPN termasuk kendaraan bermotor, diatur lebih lanjut dalam PMK Nomor 42/PMK.010/2022, yang mengubah PMK Nomor 141/PMK.010/2021 tentang jenis kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan tata cara pengenaannya.
Sementara itu, barang mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan tarif PPnBM diatur dalam PMK Nomor 15/PMK.03/2023, yang mengubah PMK Nomor 96/PMK.03/2021 tentang jenis barang mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan tata cara pengecualiannya.
Berikut adalah daftar kelompok barang mewah yang tercantum dalam kedua peraturan tersebut:
PnBM 20 persen
Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya dengan harga jual sebesar Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah) atau lebih.
PPnBM 40 persen
PPnBM 50 persen
– Helikopter.
– Pesawat udara dan kendaraan udara lainnya, selain helikopter.
– Senjata artileri
– Revolver dan pistol
– Senjata api (selain senjata artileri, revolver dan pistol) dan peralatan semacam itu yang dioperasikan dengan penembakan bahan peledak.
PPnBM 75 persen
Kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara dan angkutan umum:
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.