KABARBURSA.COM - Keputusan Indonesia bergabung dalam kelompok ekonomi BRICS mendatangkan keuntungan dan kerugian yang datang bersamaan, baik dari sisi geopolitik dan ekonomi.
Direktur Riset Bright Institute Muhammad Andri Perdana mengatakan, meskipun pemerintah memiliki harapan besar terhadap peluang yang ada, keputusan untuk menjadi anggota BRICS juga memiliki konsekuensi besar.
“Jika dibandingkan dengan risikonya, keputusan ini memperlebar jarak Indonesia secara geopolitik dan mempersempit potensi kerja sama ekonomi dengan negara-negara OECD,” jelas Andri kepada kabarbursa.com, Kamis, 9 Januari 2025.
Meski Indonesia berkomitmen untuk menjaga hubungan baik dengan negara-negara yang masuk ke dalam The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) tapi pada kenyataannya, hubungan Indonesia dengan China semakin erat.
“Walaupun Indonesia mengatakan tetap akan bermain dua kaki, dengan perjanjian yang ditandatangani Prabowo sebelumnya, Indonesia sebenarnya sudah semakin melunak dan memberikan berbagai konsesi politik kepada China,” ujar Andri.
Indonesia Tersandera China
Terkait hubungan Indonesia dengan China, Andri menyoroti sikap Indonesia yang mulai melunak terhadap Negeri Tirai Bambu tersebut. Indonesia bahkan mengakui posisi China dalam sengketa maritim di Laut China Selatan. Bahkan, lebih jauh lagi, Indonesia terlibat dalam pengembangan industri perikanan dan gas di wilayah tersebut yang sebelumnya justru dihindari.
“Indonesia juga menandatangani pernyataan untuk membangun komunitas masa depan bersama dengan China, yang membuat Indonesia semakin tersandera dalam kontestasi geopolitik dengan negara-negara Barat dan OECD,” tambahnya.
Di sisi lain, ancaman serius dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang akan mengusulkan pemberlakuan tarif 100 persen terhadap negara-negara anggota BRICS ketika berani meninggalkan dolar untuk perdagangan internasional.
Meskipun banyak yang meragukan kebijakan ini, Andri menilai langkah tersebut bisa menjadi sinyal kuat dari AS tentang potensi dampak negatif bagi ekonomi Indonesia.
“Ancaman tarif ini menunjukkan indikasi jelas dari Amerika Serikat bahwa menjadi anggota BRICS dapat berdampak serius terhadap kelangsungan kerja sama ekonomi Indonesia,” jelas Andri.
Implementasi tarif 100 persen tersebut berdampak serius bagi ekonomi Indonesia. Dampak tersebut tidak hanya soal hubungan bilateral dengan AS, tapi juga dampak multilateral yang berpotensi menurunkan daya saing Indonesia di pasar global.
“Jika tarif ini benar-benar diterapkan, struktur perdagangan Indonesia akan terkompromi, dengan nilai lebih rendah ke pasar alternatif, dan ini pada akhirnya akan semakin memperkuat daya tawar China dalam ekonomi Indonesia,” jelasnya.
Lebih lanjut, Andri juga menyoroti perbedaan antara investasi China dan bantuan dari negara-negara OECD. Menurutnya, investasi China cenderung bersifat komersial dengan bunga tinggi dan porsi hibah yang minim. Berbeda dengan bantuan dari negara OECD yang lebih banyak berupa hibah dengan bunga rendah.
Menurutnya, berjarak dari negara anggota OECD berisiko menghadapi biaya investasi yang lebih tinggi dan keterbatasan hibah yang berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
“Menjauh dari negara-negara OECD memiliki konsekuensi besar terkait biaya investasi dan hibah yang akan diterima Indonesia ke depan,” tuturnya.
Babak Baru Hubungan Internasional
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai masuknya Indonesia menjadi anggota penuh dalam blok ekonomi BRICS sebagai babak baru dalam hubungan internasional.
Menurutnya, keanggotaan Indonesia dalam BRICS bakal memberi akses yang lebih luas untuk memperkuat hubungan perdagangan dan investasi dengan negara-negara anggota.
“Ini akan semakin terbuka lagi akses perdagangan dan investasi,” kata Airlangga kepada wartawan di Jakarta, Rabu, 8 Januari 2025.
Menurutnya, bergabungnya Indonesia dalam kelompok Global South melalui BRICS menegaskan bahwa Indonesia merupakan kelompok ekonomi yang semakin diperhitungkan di dunia.
“Sudah diterima oleh BRICS. Jadi ini baik karena dengan berbagai negara di global south, kita sudah masuk dalam klub,” ujarnya.
Meski Indonesia telah masuk ke dalam BRICS, pemerintah diminta untuk tidak melupakan pentingnya peran ASEAN dalam memperkuat posisi Indonesia. Wakil Ketua Komisi I DPR RI Ahmad Heryawan melihat ASEAN punya peran strategis dalam memperkuat posisi Indonesia di kawasan Asia Tenggara.
Ia juga berpesan agar Indonesia dapat menjalankan diplomasi yang bijaksana, mengoptimalkan peluang BRICS, dan tetap menjaga stabilitas serta keberlanjutan kerjasama dengan negara-negara ASEAN.
Menurutnya, kerja sama dengan BRICS dan ASEAN bisa saling mendukung untuk memperkuat posisi Indonesia di kancah internasional.
“Dengan bergabungnya Indonesia dalam BRICS, ini bukan hanya tentang akses ke pasar dan investasi, tetapi juga tentang bagaimana kita bisa meningkatkan peran Indonesia di dunia internasional untuk kedamaian dan kesejahteraan global,” ujarnya.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.