Usai saham diserok Pemberton, PZZA langsung mencatatkan lonjakan luar biasa. Pada perdagangan terakhir hari ini, saham ditutup di level Rp152 per saham, melesat 34,51 persen atau naik 39 poin dari harga sebelumnya di Rp113.
Kenaikan ini merupakan pencapaian tertinggi yang diperbolehkan (Auto Rejection Atas, atau ARA) dengan level tertinggi hari itu juga berada di Rp152. Volume perdagangan mencapai 236 ribu lot dengan nilai transaksi sekitar Rp3,2 miliar, menandakan minat yang signifikan dari para pelaku pasar.
Lonjakan harga saham ini mencerminkan pergerakan yang positif setelah periode konsolidasi di harga rendah. Saham PZZA sebelumnya diperdagangkan di kisaran terendah Rp111, yang menjadi level terendah dalam 52 minggu terakhir, jauh dari puncak tertingginya di Rp390.
Selama satu minggu terakhir, saham ini mencatatkan pengembalian luar biasa sebesar 34,51 persen, sementara untuk periode bulanan tumbuh 17,83 persen. Namun, kinerja jangka panjangnya masih mencatatkan tekanan yang berat.
Dalam tiga bulan terakhir, harga sahamnya turun 30,28 persen, dan untuk periode enam bulan, terkoreksi 34,48 persen. Dalam satu tahun terakhir, penurunan saham mencapai 59,36 persen, menegaskan bahwa harga saham perusahaan ini masih berada di bawah tekanan struktural dari berbagai tantangan fundamental dan pasar.
Tren harga saham dalam jangka panjang juga mencerminkan perjalanan yang cukup berat. Selama tiga tahun terakhir, harga saham PZZA telah merosot 77,31 persen, dan dalam lima tahun terakhir turun drastis sebesar 86,37 persen.
Fakta ini memberikan gambaran bahwa pemegang saham jangka panjang mungkin menghadapi tekanan signifikan dalam mengelola portofolio mereka.
Kendati demikian, momentum kenaikan baru-baru ini menarik perhatian pasar. Investor asing tercatat aktif dengan transaksi beli senilai Rp522 juta dan jual sebesar Rp1,2 miliar, menunjukkan adanya partisipasi signifikan dalam perdagangan saham ini.
Dengan harga rata-rata transaksi di Rp138, volume transaksi yang tinggi, dan frekuensi perdagangan yang mencapai 1.630 kali, jelas terlihat bahwa saham PZZA saat ini menjadi sorotan.
Kenaikan tajam ini dapat menjadi indikasi awal pemulihan setelah harga berada di level terendahnya, tetapi masih ada banyak tantangan fundamental yang harus diatasi perusahaan. Sebagai pemegang waralaba eksklusif Pizza Hut di Indonesia, kinerja jangka panjang Sarimelati Kencana akan sangat bergantung pada keberhasilannya mengelola daya saing dan memperbaiki basis pendapatan.
Momentum saat ini dapat menjadi titik balik yang potensial, tetapi investor harus tetap memperhatikan perkembangan lebih lanjut untuk menilai keberlanjutan tren positif ini.
Kinerja Keuangan PZZA
Melihat kinerjanya, PZZA menunjukkan perjalanan yang penuh tantangan dalam beberapa tahun terakhir, mencerminkan tekanan berat yang dialami perusahaan dalam mengelola pendapatannya di tengah perubahan kondisi pasar.
Hingga kuartal ketiga 2024, perusahaan mencatatkan kerugian signifikan sebesar Rp154 miliar dalam tren setahun terakhir (TTM). Angka ini memburuk dibandingkan kerugian tahunan Rp96 miliar pada 2023 dan Rp23 miliar pada 2022, mengindikasikan pelebaran kerugian dari waktu ke waktu.
Performa per kuartal juga memberikan gambaran lebih rinci mengenai tekanan operasional yang dialami. Pada kuartal pertama 2024, perusahaan membukukan kerugian sebesar Rp59 miliar, meningkat dari kerugian Rp51 miliar pada kuartal yang sama tahun sebelumnya.
Meski kerugian sedikit menurun pada kuartal kedua menjadi Rp16 miliar, kondisi kembali memburuk di kuartal ketiga dengan kerugian mencapai Rp22 miliar. Dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, seperti 2019 saat perusahaan berhasil mencatatkan keuntungan tahunan hingga Rp200 miliar, performa ini jelas menunjukkan tantangan besar dalam mempertahankan pertumbuhan profitabilitas.
Dari perspektif nilai pasar, kapitalisasi pasar PZZA saat ini mencapai Rp459 miliar, dengan nilai perusahaan (enterprise value) sebesar Rp944 miliar. Jumlah saham beredar mencapai 3,02 miliar, yang memberikan gambaran tentang skala pasar perusahaan.
Namun, dengan terus melebar dan berulangnya kerugian, kekhawatiran mengenai kemampuan perusahaan untuk kembali ke lintasan keuntungan tetap menjadi fokus utama.
Selain angka nominal, rasio keuangan juga mencerminkan situasi yang kurang menguntungkan. Hingga September 2024, pendapatan per saham (EPS) tercatat negatif sebesar -50,96, meningkat dari -31,84 pada 2023 dan -7,76 pada 2022.
Jika dibandingkan dengan kinerja positif pada 2021, yang membukukan EPS sebesar 20,11, penurunan ini mencerminkan dampak tekanan eksternal seperti kenaikan harga bahan baku serta pergeseran tren konsumsi yang mungkin memengaruhi daya saing restoran seperti Pizza Hut, waralaba yang dikelola oleh PZZA di Indonesia.
Di tengah ketidakpastian ini, PZZA menghadapi pertanyaan penting: bagaimana strategi perusahaan untuk kembali mencapai stabilitas keuangan dan memperkuat posisinya di pasar? Dengan adanya potensi di sektor makanan dan minuman yang terus berkembang, langkah inovatif dalam manajemen dan strategi pemasaran akan menjadi kunci bagi PZZA untuk membalikkan tren kerugiannya.
Investor dan pemegang saham perlu terus mengawasi perkembangan perusahaan untuk menilai prospek pertumbuhan dan daya tahan perusahaan dalam lingkungan bisnis yang kompetitif.(*)
Disclaimer: Artikel ini bukan untuk mengajak, membeli, atau menjual saham. Segala rekomendasi dan analisa saham berasal dari analisis atau sekuritas yang bersangkutan, dan Kabarbursa.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian investasi yang timbul. Keputusan investasi ada di tangan investor. Pelajari dengan teliti sebelum membeli/menjual saham.