KABARBURSA.COM - Indeks saham sektor perbankan, properti, dan teknologi menunjukkan potensi perbaikan yang menjanjikan pada tahun 2025. Kinerja ketiga sektor ini telah mulai menguat sejak akhir tahun 2024 hingga awal Januari 2025.
Indeks sektor keuangan (IDXFINANCE) bergerak naik 0,2 poin menjadi 1.392, mencatatkan pertumbuhan 0,02 persen secara year to date (YtD). Sementara itu, indeks sektor properti (IDXPROPERT) menunjukkan kenaikan 0,5 poin ke level 757, dengan pertumbuhan 0,07 persen secara YtD.
Yang paling menonjol adalah sektor teknologi (IDXTECHNO), yang melompat 196,8 poin hingga mencapai 4.194, tumbuh signifikan sebesar 4,58 persen. Pergerakan ini mencerminkan dinamika pasar yang optimis terhadap ketiga sektor tersebut di tengah harapan adanya kondisi ekonomi yang lebih kondusif.
Sejak akhir tahun kemarin, sektor properti selalu dikaitkan dengan pelonggaran kebijakan moneter. Mulai dari tren penurunan suku bunga KPR dan kredit investasi bagi pengembang, dianggap mampu mendongkrak permintaan dan pertumbuhan properti secara umum.
Namun, pelonggaran kebijakan properti ini dianggap masih sangat terbatas hingga akhirnya pemerintah meluncurkan "Program Tiga Juta Rumah". Program ini merupakan suat inisiatif besar dari pemerintah untuk menyediakan tiga juta unit rumah layak huni setiap tahunnya. Sekaligus, mewujudkan impian masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan masyarakat miskin yang belum memiliki tempat tinggal yang layak.
Program ini menawarkan beberapa keringanan, seperti subsidi pemerintah (mulai dari subsidi bunga KPR, subsidi uang muka, hingga penyediaan lahan). Kemudian, adanya kredit pemilikan rumah (KPR), di mana bank-bank terkait memberikan kemudahan akses dengan suku bunga lebih rendah dan persyaratan yang lebih ringan.
Lalu, pengembangan perumahan. Di sini, pemerintah bekerja sama dengan pengembang untuk membangun perumahan bersubsidi di berbagai lokasi. Dan, pemerintah juga melibatkan pihak swasta dalam penyediaan bahan bangunan, teknologi, konstruksi, dan layanan terkait perumahan.
Beberapa emiten di sektor properti yang seringkali terlibat dalam pembangunan rumah subsidi adalah PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), PT Ciputra Development Tbk (CTRA), PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN), dan PT Pakuwon Jati Tbk (PWON).
Sayangnya, mengutip data Stockbit pada Senin, 6 Januari 2025, saat ini pergerakan saham emiten-emiten properti berada di zona merah. SMRA, misalnya, hingga pukul 13.00 WIB turun 1,60 persen atau 8 poin dan dijual di harga Rp492. Kemudian, saham BSDE terjun ke level Rp930 setelah sahamnya anjlok 2,11 persen atau 20 poin.
Hal serupa terjadi pada saham CTRA, yang jatuh 1,50 persen atau 15 poin dan berada di level Rp985. Pun dengan saham APLN serta PWON yang masing-masing tersungkur 1,05 persen dan 1,51 persen ke level Rp94 dan Rp392.
Sektor perbankan di Indonesia berada di tengah momentum transformasi yang sangat signifikan. Hal ini didorong oleh tren digitalisasi, pertumbuhan kredit, dan kebijakan makroprudensial yang strategis. Perubahan ini menawarkan peluang besar sekaligus menuntut adaptasi yang cepat untuk menjaga stabilitas dan daya saing di tengah lanskap ekonomi yang dinamis.
Digitalisasi telah menjadi tulang punggung revolusi perbankan modern di Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menginisiasi peta jalan transformasi digital, termasuk penguatan infrastruktur teknologi informasi dan kolaborasi erat antara bank dan perusahaan teknologi finansial (fintech). Hasilnya, transaksi daring dan interaksi berbasis aplikasi terus meningkat, mendefinisikan ulang cara masyarakat mengakses layanan keuangan.
Selain itu, optimisme terlihat dalam proyeksi pertumbuhan kredit, yang diperkirakan mencapai 11-13 persen pada 2025, dibandingkan dengan 10-12 persen pada 2024. Pemulihan ekonomi yang semakin solid dan permintaan yang meningkat di sektor-sektor prioritas, seperti manufaktur, agrikultur, dan infrastruktur, menjadi pendorong utama.
Di sisi lain, peningkatan penyaluran kredit ini diharapkan dapat menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan meningkatkan aktivitas ekonomi nasional secara berkesinambungan.
Namun, jalan menuju kemajuan ini bukan tanpa hambatan. Tantangan terkait likuiditas dan biaya dana menjadi isu strategis yang terus dibahas di kalangan perbankan. Bank BUMN, yang memegang peran penting dalam perekonomian nasional, diproyeksikan menghadapi tantangan yang lebih besar akibat volatilitas pasar global dan ketidakpastian geopolitik.
Selain itu, dampak dari kebijakan moneter di luar negeri, termasuk pergerakan suku bunga acuan oleh Federal Reserve, turut memengaruhi stabilitas likuiditas domestik.
Dalam merespons tantangan ini, Bank Indonesia menitikberatkan pentingnya kebijakan makroprudensial yang adaptif. Kebijakan ini mencakup penguatan pengawasan terhadap institusi perbankan dan inovasi dalam sistem pembayaran digital, yang bertujuan mendukung stabilitas sektor keuangan sekaligus memperluas inklusi ekonomi di seluruh lapisan masyarakat.
Salah satu langkah strategis lainnya adalah penerapan inisiatif open banking yang memfasilitasi kolaborasi antara bank konvensional dan fintech, membuka akses yang lebih luas bagi masyarakat ke layanan keuangan, dan menciptakan ekosistem pembayaran yang efisien serta inklusif.
Jika dilihat dari sisi pergerakan saham harian, Bank Jago Tbk (ARTO) menunjukkan kenaikan yang signifikan. Hari ini, ARTO melompat hingga 3,20 persen dan menempatkannya di harga jual Rp2.580.
Sedangkan bank-bank besar lainnya seperti BMRI, BBNI, BRIS, dan BBTN, berada di zona merah. Masing-masing anjlok sebesar 2,16 persen, 2,20 persen, 0,73 persen, dan 1,69 persen.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.