Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Tensi Geopolitik Reda, Harga Emas Tak Seindah Tahun Sebelumnya?

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 06 January 2025 | Penulis: Ayyubi Kholid | Editor: Redaksi
Tensi Geopolitik Reda, Harga Emas Tak Seindah Tahun Sebelumnya?

KABARBURSA.COM - Tahun 2025 diprediksi bakal menjadi periode penting bagi pasar global, terutama terkait dinamika geopolitik dan kebijakan ekonomi Amerika Serikat. Hal ini disebut-sebut jadi pemicu harga emas tidak sebaik tahun-tahun sebelumnya.

Pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi mengatakan, mendekati pelantikan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trum pada 20 Januari 2025 memunculkan harapan terhadap ketegangan antara Rusia dan Ukraina.

Ia melihat Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menaruh harapan besar kepada Trump untuk menjadi jembatan perdamaian antara Ukraina dan Rusia.

“Kita melihat bahwa Ukraina mengatakan mendekati pelantikan Trump, ada harapan perdamaian dengan Rusia,” kata dia dalam keterangannya, Minggu 5 Januari 2025.

Menurut Ibrahim, jika konflik di Eropa Timur dan Timur Tengah mereda, ketegangan geopolitik tidak lagi menjadi alasan bagi pelaku pasar untuk membeli emas sebagai aset safe haven.

“Di sisi lain, konflik di Timur Tengah juga kemungkinan besar akan mereda," ungakap dia.

Ketika tensi geopolitik menurun bakal menjadi alasan para investor untuk membeli emas sebagai langkah spekulasi. Hal inilah yang kemudian membuat tahun 2025 menjadi tantangan bagi harga emas dunia. Ia melihat tren harga emas tahun depan kemungkinan tidak akan seindah 2024, seiring perubahan kebijakan moneter AS dan penguatan pasar tenaga kerja.

“Tahun 2025 adalah tahun yang penting. Perang dagang kemungkinan akan dimulai, pasar tenaga kerja di AS terus menguat, dan inflasi diprediksi tinggi. Bank Sentral AS kemungkinan besar tidak akan menurunkan suku bunga, melainkan meningkatkan suku bunga,” paparnya.

Dengan kondisi tersebut, Ibrahim memperkirakan harga emas dunia akan tertekan dan tidak sekuat tahun ini.

“Bagi saya, harga emas dunia tahun 2025 tidak akan seindah harga emas di 2024,” ujarnya.

Berada di Level Tertinggi

Harga emas dunia melemah dari posisi tertingginya dalam tiga minggu terakhir pada Jumat, 3 Desember 2024 atau Sabtu dini hari WIB karena tertekan oleh penguatan dolar AS. Pasar bersiap menghadapi potensi perubahan ekonomi dan perdagangan di bawah presiden terpilih Donald Trump.

Dilansir dari Consumer News and Business Channel International di Jakarta, Sabtu, harga emas spot turun 0,7 persen menjadi USD2.637,78 per ons (sekitar Rp42 juta per ons dengan kurs Rp16.000). Padahal, sebelumnya harga sempat mencapai level tertinggi sejak 13 Desember.

Meski demikian, logam mulia ini tetap mencatat kenaikan sekitar 1 persen dalam sepekan terakhir. Sementara itu, kontrak emas berjangka AS turun 0,7 persen ke level USD2.651,10 per ons (sekitar Rp42,41 juta per ons).

Menurut ahli strategi komoditas di WisdomTree, Nitesh Shah, agenda Trump yang mendukung kenaikan tarif impor mendorong penguatan dolar, sekaligus memberikan tekanan besar pada pasar logam. “Ketika perdagangan global melambat, biasanya ekonomi ikut melemah, yang kemudian menekan permintaan logam,” katanya.

Indeks dolar menunjukkan performa mingguan terkuat sejak pertengahan November 2024. Hal ini yang membuat emas semakin mahal bagi pembeli internasional. Namun Shah menambahkan, meskipun dolar menguat, utang AS dan negara lain kemungkinan terus naik, sementara isu geopolitik tidak akan mereda dalam waktu dekat. Jadi, harga emas masih punya potensi bertahan.

Ibrahim memproyeksikan harga emas berpotensi diperdagangkan di level support USD 2.560 per troy ounce. Jika terjadi penguatan, harganya kemungkinan mencapai USD 2.667 per troy ounce.

“Dalam perdagangan minggu besok harga emas dunia kemungkinan besar masih akan mengalami koreksi koreksinya pun juga kemungkinan besar cukup signifikan,” ujar Ibrahim.

Ibrahim menjelaskan bahwa salah satu faktor utama yang memengaruhi harga emas adalah data ekonomi Amerika Serikat yang terus menunjukkan penguatan. Selain itu, prospek kebijakan Presiden AS terpilih, Donald Trump, dinilai turut memberikan dampak besar.

“Kebijakan Trump, yang cenderung proteksionis dan berpotensi memicu perang dagang dengan negara-negara seperti Tiongkok, Eropa, Kanada, dan Meksiko, bisa memperkuat dolar AS,” jelas Ibrahim.

Dia menambahkan bahwa Bank Sentral AS kemungkinan akan menurunkan suku bunga hanya dua kali pada tahun ini, jauh dari ekspektasi sebelumnya sebesar empat kali. Namun, dengan inflasi yang terus menurun dan tenaga kerja AS yang semakin kuat, tren suku bunga rendah ini bisa berubah menjadi kenaikan di akhir tahun.

Selain kebijakan Trump, dinamika geopolitik juga menjadi sorotan. Harapan perdamaian antara Rusia dan Ukraina, serta potensi berakhirnya konflik di Timur Tengah, diperkirakan mengurangi minat investor terhadap emas sebagai aset safe haven. Ibrahim memproyeksikan indeks dolar AS bisa mencapai level tertinggi USD 114 pada tahun 2025, menguat dari ekspektasi Januari di level USD 109,50.

“Jika konflik global mereda, fokus pasar akan kembali ke data fundamental ekonomi. Ini membuat emas kehilangan daya tariknya sebagai lindung nilai, sehingga harga emas cenderung lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,” ujar Ibrahim.

Ibrahim mengingatkan bahwa tahun 2025 bisa menjadi periode yang genting bagi pasar global. Selain perang dagang yang diprediksi memanas, inflasi tinggi dan kenaikan suku bunga AS diperkirakan akan memperketat kondisi likuiditas global. Hal ini semakin menekan harga emas, yang biasanya sensitif terhadap perubahan suku bunga dan kekuatan dolar.

“Bank Sentral Amerika kemungkinan bukan lagi menurunkan suku bunga tapi menaikan suku bunga, ini yang membuat harga emas dunia kemungkinan akan lebih rendah dan saya perkirakan harga emas dunia tahun 2025 tidak seindah harga emas tahun-tahun sebelumnya,” tutupnya. (*)