Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

WTON Optimistis Hadapi 2025 usai BI Borong SUN Rp150 Triliun

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 04 January 2025 | Penulis: Deden Muhammad Rojani | Editor: Redaksi
WTON Optimistis Hadapi 2025 usai BI Borong SUN Rp150 Triliun

KABARBURSA.COM – PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON) atau Wika Beton mengapresiasi langkah Bank Indonesia (BI) memborong Surat Utang Negara (SUN) Rp150 triliun. Pembelian ini dinilai memberikan dampak positif signifikan bagi stabilitas ekonomi nasional.

Sekretaris Perusahaan Wika Beton Yushadi Abdulhay mengatakan, melalui aksi tersebut, BI juga membuka peluang bagi sektor usaha untuk terus bertumbuh. Stabilitas nilai tukar rupiah pada gilirannya tercipta berkat langkah strategis bank sentral Indonesia ini.

"Kebijakan ini membantu perusahaan menjaga harga pokok produksi tetap stabil, terutama untuk bahan baku yang harganya mengikuti fluktuasi pasar internasional tetapi dibayar dalam rupiah," ujar Yushadi dalam keterangan tertulisnya, dikutip Sabtu, 4 Januari 2025.

Kondisi ini, katanya, memberi ruang bagi perusahaan untuk lebih fokus pada efisiensi produksi tanpa khawatir akan lonjakan biaya operasional akibat gejolak nilai tukar.

Ia juga menegaskan bahwa Wika Beton akan terus berkomitmen untuk mendukung pembangunan nasional dengan menyediakan solusi beton pracetak yang inovatif dan berkelanjutan. Perusahaan berupaya menjawab kebutuhan sektor swasta maupun pemerintah melalui kolaborasi yang strategis.

“Sebagai perusahaan yang turut berpartisipasi dalam pembangunan nasional, Wika Beton tetap berkomitmen untuk menyediakan solusi beton pracetak yang inovatif dan berkelanjutan bagi seluruh mitra kami, baik dari sektor swasta maupun pemerintah,” terang Yushadi.

Langkah BI ini dinilai sejalan dengan visi pembangunan nasional, di mana investasi dalam sektor infrastruktur terus menjadi prioritas. WTON, sebagai salah satu pelaku ekonomi dalam sektor beton pracetak, optimistis terhadap potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia, didukung oleh kebijakan moneter yang proaktif dari Bank Indonesia.

Dengan kebijakan strategis yang diambil oleh BI, Wika Beton percaya bahwa momentum pertumbuhan ekonomi akan semakin terakselerasi. Perusahaan pun berkomitmen untuk terus berinovasi dan meningkatkan kontribusinya terhadap pembangunan Indonesia yang berkelanjutan.

Pengamat: Langkah BI Jaga Stabilitas Rupiah

Sebelumnya, diberitakan Kabarbursa.com, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan mengambil langkah strategis dengan menjual SUN senilai Rp150 triliun kepada BI untuk menghindari risiko gagal bayar dan menstabilkan ekonomi domestik. Langkah ini dilakukan di tengah tekanan nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap dolar AS.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi, menjelaskan bahwa strategi ini bukanlah hal baru, karena pola serupa pernah terjadi saat pandemi Covid-19.

“Pada masa Covid-19, BI juga membeli obligasi di pasar primer untuk membantu pemerintah. Namun, saat ini kondisinya berbeda karena bukan pandemi, melainkan tekanan ekonomi global dan kebutuhan besar pemerintah,” kata Ibrahim, Kamis, 2 Januari 2025.

Ibrahim mengungkapkan, pemerintah memilih menerbitkan obligasi bertenor panjang, yaitu 10 tahun, untuk memenuhi kebutuhan pendanaan. Namun, sebagian besar obligasi ini sudah “dipesan” oleh BI sebelum dilelang ke pasar. Hal ini dilakukan untuk memastikan dana segar bisa diperoleh lebih cepat tanpa risiko lelang gagal.

“Pemerintah saat ini membutuhkan dana besar untuk berbagai program, seperti program makanan sehat yang dimulai Januari ini. Untuk itu, pemerintah menjual obligasi senilai Rp775,87 triliun, dengan Rp150 triliun dibeli langsung oleh BI,” jelasnya.

Meski langkah ini membantu pemerintah menghindari gagal bayar, Ibrahim menyoroti potensi dampaknya terhadap inflasi. “Dengan persaingan ketat di pasar obligasi global, seperti China yang menggelontorkan obligasi senilai 3 triliun Yuan, yield obligasi Indonesia bisa meningkat hingga 8 persen. Namun, suku bunga tinggi ini justru membuat obligasi pemerintah lebih menarik bagi investor domestik,” tambahnya.

Independensi Pemerintah Terkait Jual SUN pada BI

Di sisi lain, pengamat ekonomi Arianto Muditomo, mengingatkan adanya bahaya laten dari keputusan pemerintah menjual SUN kepada BI dengan nilai yang cukup fantastis.

“Pembelian surat utang ini merupakan langkah strategis untuk menjaga likuiditas pasar dan mendukung pembiayaan pemerintah. Namun, sinergi ini harus tetap berada dalam koridor independensi BI agar tidak memicu persepsi negatif di pasar,” kata Arianto kepada Kabarbursa.com,  Jumat, 3 Januari 2025.

Menurut Arianto, pembelian surat utang negara ini memang memiliki dampak positif untuk jangka pendek, yaitu menjaga stabilitas pasar keuangan. Likuiditas tambahan yang disuntikkan oleh BI mampu meredam gejolak pasar obligasi domestik dan menenangkan investor. Namun, di sisi lain, ia mengingatkan risiko jangka panjang yang mengintai, mulai dari potensi inflasi hingga ketergantungan fiskal yang berlebihan pada otoritas moneter.

Arianto menyoroti bahwa pembelian obligasi ini dapat menjadi sinyal bahwa pemerintah menghadapi tantangan besar dalam menarik pembiayaan dari pasar, khususnya di tengah kondisi global yang sulit.

“Dengan rasio utang terhadap PDB yang meningkat, beban fiskal menjadi lebih berat. Meski posisi cadangan devisa cukup kuat, langkah ini bisa meningkatkan kekhawatiran investor jika dianggap sebagai sinyal ketergantungan pemerintah pada BI,” jelasnya.

Ia juga mengingatkan, dalam jangka panjang, tekanan inflasi berpotensi meningkat jika kebijakan ini tidak diiringi dengan pengelolaan moneter yang ketat. Selain itu, penurunan akses sektor swasta terhadap kredit juga bisa terjadi, karena perhatian lebih banyak tertuju pada pembiayaan pemerintah.

Meski kebijakan ini dinilai cukup efektif untuk mendukung pemulihan ekonomi, Arianto menegaskan bahwa manfaatnya akan terbatas tanpa reformasi struktural.

“Efisiensi alokasi anggaran pemerintah menjadi kunci. Konsolidasi fiskal jangka menengah harus dilakukan agar dampak positif tidak tergerus oleh peningkatan beban utang,” katanya.

Selain itu, pemerintah perlu mengoptimalkan penerimaan pajak dan mempercepat reformasi sektor keuangan untuk menarik lebih banyak investor domestik dan asing. Menurutnya, pengembangan pasar obligasi domestik juga harus menjadi prioritas untuk mengurangi ketergantungan pada BI.

Arianto juga menyoroti pentingnya komunikasi kebijakan yang transparan dan konsisten antara pemerintah dan BI.

“Kebijakan ini, jika terlalu agresif, dapat mempengaruhi persepsi risiko fiskal Indonesia di pasar global, yang pada akhirnya berpotensi menurunkan peringkat utang negara dan meningkatkan biaya pinjaman internasional,” tambahnya.

Ia menilai bahwa transparansi menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan pasar global. Pemerintah dan BI harus memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya berorientasi pada jangka pendek, tetapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Sebagai alternatif, Arianto menyarankan agar pemerintah lebih fokus pada penguatan pendapatan negara melalui optimalisasi pajak dan efisiensi belanja.

“Sinergi antara BI dan pemerintah harus diarahkan untuk menjaga stabilitas ekonomi jangka panjang, tanpa mengorbankan inflasi dan risiko fiskal,” ujarnya. (*)