Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Simak Saham-Saham Rekomendasi yang Tersulut Efek Januari

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 03 January 2025 | Penulis: Hutama Prayoga | Editor: Redaksi
Simak Saham-Saham Rekomendasi yang Tersulut Efek Januari

KABARBURSA.COM - Efek Januari diperkirakan dapat meningkatkan kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada awal tahun 2025. Selain itu, saham-saham yang tercatat di bursa juga berpeluang mendapatkan dorongan positif berkat adanya momentum ini.

Analisis dari Stocknow.id, Abdul Haq Al Faruqy, menyebutkan bahwa Efek Januari berpotensi mendukung IHSG, terutama ketika manajer investasi mulai mengakumulasi saham-saham yang dipandang undervalued dan memiliki prospek cerah untuk tahun 2025.

"Dengan adanya katalis Efek Januari, ada peluang besar untuk IHSG terdorong naik," ujar Abdul dalam pernyataan yang disampaikan kepada Kabarbursa.com di Jakarta pada Kamis, 2 Januari 2025.

Selain itu, Abdul juga menyoroti sejumlah emiten yang diperkirakan terpengaruh oleh Efek Januari. Ia merekomendasikan saham-saham yang masuk dalam daftar top net foreign buy sejak Desember 2024, antara lain BREN (Net Foreign Buy Rp288 miliar) dengan target harga Rp10.000, CUAN (Net Foreign Buy Rp198 miliar) dengan target harga Rp12.500, dan TLKM (Net Foreign Buy Rp97 miliar) dengan target harga Rp3.170.

"Sentimen positif ini muncul karena investor asing sudah melakukan akumulasi pada saham-saham tersebut," jelasnya.

Abdul memberikan tips kepada investor yang ingin memanfaatkan momentum Efek Januari. Salah satunya adalah mengoleksi saham-saham dengan top akumulasi asing dalam satu hingga tiga bulan terakhir. Selain itu, saham-saham yang dipandang undervalued jika dibandingkan dengan sektor industri yang sama dapat menjadi pilihan investasi yang menarik.

"Investasi pada saham-saham seperti ini bisa memberikan potensi keuntungan yang tinggi sepanjang tahun 2025," tambah Abdul.

Tak kalah penting, Abdul juga menyarankan agar investor memanfaatkan momen IPO saham-saham yang memiliki prospek bisnis yang solid dan kinerja keuangan yang baik.

"Sebelum berinvestasi, tentu saja, penting untuk memperhatikan kebijakan-kebijakan strategis pemerintah yang akan dijalankan pada Januari 2025," ujar Abdul.

Lebih lanjut, Abdul menambahkan bahwa pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen terhadap barang dan jasa mewah dapat memberikan sentimen positif di awal tahun. Dia berharap kebijakan ini dapat membantu menjaga daya beli masyarakat, yang pada gilirannya dapat meningkatkan sentimen positif bagi pasar modal.

Namun, di sisi lain, investor juga perlu mewaspadai risiko eksternal yang dapat memengaruhi pasar. Salah satunya adalah potensi penurunan suku bunga di Amerika Serikat yang diperkirakan hanya akan terjadi dua kali, serta dampak negatif dari kebijakan proteksionis yang diterapkan oleh mantan Presiden Donald Trump di China. Krisis properti yang terjadi di China juga dapat memberikan dampak negatif bagi pasar regional, meningkatkan potensi volatilitas yang perlu dicermati oleh para investor.

Secara historis, Abdul mencatat bahwa Efek Januari memberikan peluang penguatan IHSG sekitar 50 persen dalam 10 tahun terakhir. Namun, fenomena ini tidak selalu konsisten terjadi di Indonesia. Dalam lima tahun terakhir, IHSG mengalami kenaikan pada bulan Januari di beberapa tahun, sementara pada lima tahun lainnya justru mengalami penurunan di bulan yang sama.

Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada potensi bagi IHSG untuk naik di awal tahun, investor tetap perlu melakukan analisis mendalam dan mempersiapkan strategi yang matang guna memitigasi risiko yang ada.

Kapitalisasi Saham Pasar Modal 56 Persen dari PDB

Diberitakan sebelumnya, ekosistem pasar modal Indonesia dalam kapitalisasi saham baru mencapai 56 persen terhadap PDB jika dibandingkan dengan negara di ASEAN.

Ketua Dewan Komisi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, mengatakan penting dilakukan penguatan ekosistem pasar modal di Indonesia untuk peningkatan ekonomi nasional. Indonesia dinilai masih jauh tertinggal dibanding dengan negara lain di Asia seperti India yang sebesar 140 persen, Thailand sebesar 101 persen dan Malaysia sebesar 97 persen.

“Ini adalah sinyal bahwa likuiditas dan partisipasi pasar modal kita perlu ditingkatkan secara signifikan,” kata Mahendra saat membuka acara Perdagangan BEI di Main Hall BEI, Jakarta Selatan. Kamis, 2 Januari 2025.

Saat ini jumlah investor di Indonesia tercatat hanya 7,4 persen dari total populasi dewasa. Dan jika dibandingkan masih jauh di bawah Malaysia 10 persen dan Singapura 22,5 persen.

Dalam acara itu Mahendra juga memaparkan data nilai pengumpulan IPO di Indonesia pada 2024 diproyeksikan turun sebesar 37,89 persen secara tahunan atau menjadi USD3,6 miliar, dengan jumlah IPO juga diprediksi menurun 20,99 persen menjadi 128 perusahaan.

Kendati demikian, dia optimis potensi itu dapat dimaksimalkan dengan cara memperbaiki ekosistem pasar modal termasuk mendorong perusahaan untuk go public.

Mahendra menyebut, OJK saat ini bersama self regulator organizations (SRO) sudah merancang inisiatif seperti meningkatkan porsi saham free float dan pengoptimalan penggunaan efek beragunan aset untuk mendukung program pemerintah. Salah satunya pembangunan 3 juta rumah. Langkah itu dipercaya dapat memperkuat posisi Indonesia di pasar modal ASEAN.

“Dengan strategi ini kami yakin likuiditas pasar akan meningkat dan investor institusional akan lebih berperan baik di pasar perdana maupun sekunder,” kata dia.

Disclaimer: Artikel ini bukan untuk mengajak, membeli, atau menjual saham. Segala rekomendasi dan analisa saham berasal dari analisis atau sekuritas yang bersangkutan, dan Kabarbursa.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian investasi yang timbul. Keputusan investasi ada di tangan investor. Pelajari dengan teliti sebelum membeli/menjual saham.(*)