KABARBURSA.COM - Harga minyak mencatat kenaikan lebih dari USD1 per barel pada hari Kamis, 2 Januari 2025, menandai awal optimis untuk tahun 2025. Sentimen pasar dipengaruhi oleh janji Presiden Xi Jinping untuk mendorong pertumbuhan ekonomi China, yang meningkatkan harapan akan kenaikan permintaan bahan bakar dari konsumen energi terbesar dunia tersebut.
Seperti dikutip dari Reuters, pada penutupan perdagangan futures atau minyak berjangka, Brent naik USD1,29 atau 1,7 persen menjadi USD75,93 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat (AS) meningkat USD1,41 atau 2 persen menjadi USD73,13 per barel. Namun, lonjakan stok bensin dan distilat di Amerika Serikat sedikit menahan kenaikan lebih lanjut.
Dalam pidato Tahun Baru pada Selasa, 31 Desember 2024, Xi menegaskan bahwa pemerintah China akan menerapkan kebijakan lebih proaktif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di tahun mendatang. Namun, data terbaru menunjukkan aktivitas pabrik di China tumbuh lebih lambat dari perkiraan pada Desember, berdasarkan survei Caixin/S&P Global. Sementara itu, sektor jasa dan konstruksi menunjukkan kinerja yang lebih baik, mengindikasikan dampak awal dari stimulus kebijakan.
Beberapa analis menilai pelemahan data manufaktur ini bisa menjadi katalis positif bagi harga minyak. Harapan bahwa Beijing akan mempercepat stimulus untuk mendukung ekonominya meningkatkan prospek permintaan energi di pasar global.
Di sisi lain, data dari Administrasi Informasi Energi (EIA) AS menunjukkan lonjakan signifikan dalam stok bensin dan distilat minggu lalu. Stok bensin naik 7,7 juta barel menjadi 231,4 juta barel, sementara stok distilat, yang mencakup solar dan minyak pemanas, bertambah 6,4 juta barel menjadi 122,9 juta barel.
Jim Ritterbusch dari Ritterbusch and Associates menyebut kenaikan ini mencerminkan penurunan permintaan yang tidak terduga. Di sisi lain, stok minyak mentah AS turun sebesar 1,2 juta barel menjadi 415,6 juta barel, lebih kecil dari ekspektasi penurunan sebesar 2,8 juta barel menurut survei Reuters.
Geopolitik juga memainkan peran penting dalam pergerakan harga minyak. Rusia menghentikan ekspor gas melalui pipa Ukraina pada Hari Tahun Baru setelah berakhirnya kesepakatan transit. Meskipun demikian, Uni Eropa telah mengatur pasokan alternatif untuk mengantisipasi gangguan ini, sementara Hungaria terus menerima gas Rusia melalui pipa TurkStream.
Tony Sycamore, analis pasar IG, mencatat bahwa faktor geopolitik dan kebijakan ekonomi AS akan menjadi perhatian utama pedagang minyak. "Rilis data manufaktur ISM AS pada Jumat ini akan menjadi indikator penting untuk arah pergerakan harga minyak mentah berikutnya," katanya.
Harga minyak diproyeksikan akan tetap di bawah tekanan di kisaran USD70 per barel sepanjang 2025. Faktor utama yang menekan harga adalah lemahnya permintaan dari China dan meningkatnya pasokan global, meskipun OPEC+ terus berupaya menopang pasar.
Survei Reuters menunjukkan penurunan harga minyak sebesar 3 persen pada 2024 akan berlanjut ke tahun ini, menandai tren penurunan selama tiga tahun berturut-turut.
Sycamore juga mencatat bahwa grafik mingguan WTI menunjukkan pola pergerakan yang semakin menyempit, mengindikasikan potensi pergerakan besar. "Alih-alih mencoba memprediksi arah pergerakan, kami memilih menunggu terjadinya pergerakan dan mengikutinya," ujarnya.
Dengan berbagai dinamika ekonomi dan geopolitik, pasar minyak di awal tahun ini menghadapi tantangan sekaligus peluang. Investor terus mencermati langkah-langkah kebijakan dari negara-negara kunci untuk mengantisipasi arah pasar di tahun mendatang.
Meski ada beberapa kenaikan, 2025 diprediksi tetap menjadi tahun yang berat bagi harga minyak. Harga minyak mentah diperkirakan akan sulit menembus angka USD70 per barel (sekitar Rp1,12 juta). Permintaan yang masih lesu dari China, ditambah dengan pasokan global yang terus meningkat, menjadi tantangan utama bagi OPEC+ dalam upaya mereka menjaga stabilitas pasar. Proyeksi ini disampaikan dalam survei bulanan Reuters yang dirilis pada 31 Desember 2024.
Survei yang melibatkan 31 ekonom dan analis ini memprediksi harga rata-rata Brent crude pada 2025 berada di kisaran USD74,33 per barel, turun tipis dibandingkan estimasi November sebesar USD74,53. Ini sekaligus menjadi revisi turun selama delapan bulan berturut-turut. Sepanjang 2024, Brent crude mencatat harga rata-rata sekitar USD80 per barel, namun melemahnya permintaan dari China, sebagai importir minyak terbesar dunia, menyebabkan penurunan tahunan sekitar 3 persen.
Sementara itu, minyak mentah AS diperkirakan akan rata-rata di harga USD70,86 per barel pada 2025, sedikit lebih tinggi dari estimasi sebelumnya sebesar USD70,69.
“Produksi dari negara-negara non-OPEC yang terus meningkat kemungkinan akan membuat pasokan tetap berlimpah. Meski pemulihan ekonomi China diperkirakan terjadi, peralihan ke kendaraan listrik mungkin akan membatasi pertumbuhan permintaan,” jelas Direktur Riset CRISIL, Sehul Bhatt.
Sebagian besar responden survei memprediksi pasar minyak akan mengalami surplus pada tahun depan. Analis dari JPMorgan memperkirakan kelebihan pasokan bisa mencapai 1,2 juta barel per hari (bpd).
“Keputusan tersebut didorong oleh ekspektasi bahwa pertumbuhan pasokan dari negara-negara non-OPEC+ akan melampaui pertumbuhan permintaan pada 2025. Dengan demikian, ruang bagi OPEC+ untuk meningkatkan produksi sangat terbatas… kami memperkirakan penundaan lebih lanjut dalam pemulihan pemotongan produksi hingga kuartal keempat 2025,” kata Florian Grunberger, analis senior di perusahaan data dan analitik Kpler. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.