KABARBURSA.COM - Dua emiten perbankan terbesar di Indonesia, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), mencatatkan penguatan signifikan pada perdagangan hari ini. Saham kedua bank tersebut terus menunjukkan fundamental yang kuat, menjadi daya tarik utama bagi investor di tengah optimisme pasar yang kondusif.
Saham BBRI ditutup pada level Rp4.210, naik Rp130 atau 3,19 persen dibandingkan penutupan sebelumnya. Sepanjang sesi perdagangan, saham BBRI bergerak stabil dengan tren kenaikan yang konsisten. Tren ini didukung oleh ekspektasi positif terhadap kinerja keuangan perusahaan, di mana hingga kuartal ketiga 2024, laba bersih BBRI mencapai Rp61,172 triliun (TTM), melampaui pencapaian tahun sebelumnya sebesar Rp60,100 triliun. Seperti dirangkum Kabarbursa.com, Jakarta, Kamis 2 Januari 2024.
Dengan jumlah saham beredar sebanyak 151,56 miliar, Earning Per Share (EPS) BBRI tercatat sebesar Rp403,6 per saham. Rasio Price-to-Earnings (P/E) berada di angka 10,43 kali, mencerminkan valuasi yang cukup menarik. Hal ini memberikan sinyal positif bagi investor yang mencari emiten dengan potensi pertumbuhan jangka panjang.
Posisi strategis BBRI di sektor perbankan mikro, serta stabilitas kinerja operasionalnya, menjadikan saham ini sebagai salah satu pilihan utama di Bursa Efek Indonesia. Kapitalisasi pasar BBRI mencapai Rp638,063 triliun, menempatkannya sebagai salah satu emiten blue chip yang solid dan likuid.
Di sisi lain, saham BBCA ditutup pada level Rp9.900, mengalami kenaikan sebesar Rp225 atau 2,33 persen dari hari sebelumnya. Sepanjang sesi perdagangan, saham BBCA terus menunjukkan tren penguatan, dengan harga tertinggi hari ini mencapai Rp9.900. Penguatan ini mencerminkan kepercayaan investor terhadap stabilitas dan prospek pertumbuhan emiten perbankan terbesar di Indonesia ini.
Hingga kuartal ketiga 2024, BBCA mencatat laba bersih sebesar Rp53,293 triliun (TTM), meningkat dibandingkan periode yang sama pada 2023 yang mencapai Rp48,639 triliun. Dengan jumlah saham beredar sebesar 123,28 miliar, Earning Per Share (EPS) BBCA tercatat di level Rp432,4 per saham. Kapitalisasi pasar BBCA mencapai Rp1,220,423 triliun, dengan Price-to-Earnings Ratio (P/E) berada di angka 28,22 kali. P/E yang tinggi mencerminkan ekspektasi pasar terhadap potensi pertumbuhan BBCA di masa depan, terutama didukung oleh inovasi digital banking yang terus berkembang.
Secara fundamental, baik BBCA maupun BBRI menunjukkan performa yang solid dengan peningkatan laba bersih dan EPS yang konsisten. Namun, valuasi P/E yang jauh lebih rendah pada BBRI (10,43 kali) dibandingkan BBCA (28,22 kali) menunjukkan bahwa saham BBRI mungkin lebih menarik bagi investor yang fokus pada valuasi. Di sisi lain, BBCA dengan P/E yang tinggi mencerminkan premi pasar terhadap stabilitas dan dominasinya di sektor perbankan.
BBRI memiliki kekuatan di segmen mikro, yang memberikan peluang besar dalam mendorong inklusi keuangan di Indonesia. Sementara itu, BBCA terus memperkuat posisinya di segmen perbankan korporasi dan konsumen, didukung oleh inovasi teknologi.
Kinerja hari ini mencerminkan respons positif pasar terhadap kedua emiten, dengan investor mengapresiasi stabilitas dan prospek pertumbuhan masing-masing perusahaan. Dalam jangka panjang, baik BBCA maupun BBRI tetap menjadi pilihan utama di sektor perbankan, bergantung pada profil risiko dan fokus investasi masing-masing investor.
Kinerja apik dan kombinasi yang solid yang dilakukan oleh PT Bank Central Asia Tbk (BCA), berkode saham BBCA, mencatatkan pencapaian yang luar biasa. BCA berhasil mengumpulkan. Laba bersih tembus angka Rp50 Triliun hingga November 2024 (11M24).
Mengutip laporan keuangannya, Senin, 23 Desember 2024, kinerja impresif ini tidak terlepas dari keberhasilan BCA mendorong pertumbuhan kredit dan mempertahankan efisiensi beban bunga di tengah kondisi ekonomi yang masih dipengaruhi oleh tingkat suku bunga tinggi yang bertahan lama (fenomena higher for longer).
Dari laporan keuangan BCA, tampak kredit dan pembiayaan yang disalurkan mencapai Rp875,78 triliun, tumbuh 15,47 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Perkembangan ini turut mendorong total aset perusahaan yang naik 4,50 persen secara tahunan (yoy) menjadi Rp1.415,40 triliun. Dalam ekosistem perbankan yang semakin kompetitif, BCA mampu mengoptimalkan pengelolaan dana secara cermat untuk mendukung ekspansi kredit yang sehat.
PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI) mencatatkan kredit macet yang cukup tinggi. Dalam laporan keuangannya, tercatat CoC bank only meningkat tajak ke level 3,85 persen hingga November 2024.
CoC atau Credit Cost adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh bank untuk mengantisipasi risiko kredit bermasalah (non-performing loans/NPL). CoC mencakup provisi atau pencadangan yang dialokasikan bank untuk menutupi potensi kerugian akibat debitur yang gagal membayar pinjaman.
Semakin tinggi CoC, semakin besar biaya yang dikeluarkan oleh bank untuk menangani risiko kredit, yang dapat mengurangi laba. Sebaliknya, CoC yang rendah mencerminkan kualitas aset yang baik dan efisiensi dalam pengelolaan risiko kredit. CoC menjadi indikator penting dalam menilai kesehatan finansial bank dan kemampuan manajemen mengelola portofolio kreditnya.
CoC yang tinggi ini mencerminkan terjadinya pemburukan kualitas aset, di mana beban provisi melonjak hingga Rp3,9 triliun, naik 23 persen secara bulanan atau 21 persen secara tahunan. Dengan begitu, total beban provisi hingga bulan ke sebelas tahun 2024 mencapai Rp35,5 triliun atau naik 34 persen secara tahunan. Angka ini jauh melampaui batas atas panduan konsolidasi manajemen untuk FY24 di level 3 persen dan mengindikasikan tantangan signifikan pada pengelolaan risiko kredit.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.