Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Rupiah Melemah di Tengah Tekanan Eksternal, Sentuh Rp16.198/USD

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 02 January 2025 | Penulis: Deden Muhammad Rojani | Editor: Redaksi
Rupiah Melemah di Tengah Tekanan Eksternal, Sentuh Rp16.198/USD

KABARBURSA.COM - Mata uang rupiah terpantau melemah 66 poin pada penutupan perdagangan Kamis, 2 Januari 2024. Rupiah ditutup di level Rp16.198 per dolar AS setelah sebelumnya sempat menyentuh pelemahan 110 poin di tengah tekanan eksternal dan sentimen campuran dari kondisi global dan domestik.

Indeks dolar AS menguat pada perdagangan Kamis, didorong oleh kekhawatiran pasar atas ketidakpastian global. Sentimen negatif datang dari pernyataan Presiden AS terpilih Donald Trump, yang menjanjikan tarif tambahan terhadap China. Kebijakan ini berpotensi memicu perang dagang baru, menciptakan tekanan lebih lanjut pada mata uang negara berkembang, termasuk Indonesia.

Dari Asia Timur, aktivitas manufaktur China pada Desember mencatat pertumbuhan lebih lambat dari yang diantisipasi, menurut data PMI Caixin. Selain itu, krisis politik di Korea Selatan juga menjadi perhatian setelah Presiden Yoon Suk Yeol dimakzulkan dan menghadapi tuduhan pemberontakan, menambah ketidakstabilan di kawasan.

Sementara itu, pertemuan Federal Reserve bulan Desember mengindikasikan pengurangan pemotongan suku bunga pada 2025. Inflasi yang tetap tinggi menjadi alasan utama, yang membuat investor global lebih condong ke aset safe haven seperti dolar AS.

Di sisi lain, data domestik menunjukkan beberapa kabar baik. Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur Indonesia naik ke level 51,2 pada Desember 2024, masuk ke zona ekspansif untuk pertama kali dalam lima bulan terakhir. Ini menunjukkan peningkatan aktivitas produksi dan permintaan baru, baik dari pasar domestik maupun ekspor.

“Perekonomian manufaktur Indonesia mengakhiri tahun 2024 dengan catatan positif. Optimisme meningkat di kalangan pelaku usaha karena stabilitas makro ekonomi dan daya beli konsumen yang membaik,” ujar Ibrahim Assuaibi, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, sekaligus Presidium Ikatan Alumni Universitas Ibnu Caldun Jakarta, Kamis 2 Januari 2025.

Selain itu, inflasi Indonesia pada Desember tercatat hanya 1,57{2a565caeab28c282df0e8f428de5af42551b82d45b88a9d70ea7f2338465ba6b} (yoy), terendah dalam sejarah. Rendahnya inflasi ini didukung oleh stabilisasi harga bahan pangan pokok serta pelemahan daya beli masyarakat.

Meski terdapat sentimen positif dari domestik, tekanan global tetap mendominasi. Rupiah diperkirakan akan bergerak fluktuatif pada perdagangan Jumat, 3 Januari 2025, di kisaran Rp16.180 hingga Rp16.270 per dolar AS.

“Tekanan eksternal, terutama dari gejolak AS-China dan krisis politik di Korea Selatan, masih menjadi tantangan bagi rupiah. Namun, prospek ekonomi domestik yang membaik diharapkan dapat memberikan penyangga,” tambah Ibrahim.

Dengan berbagai faktor ini, pasar diharapkan tetap waspada dan memperhatikan perkembangan global serta kebijakan pemerintah untuk menjaga stabilitas nilai tukar.

BI Borong SUN

Sementara itu, untuk menjaga stabilitas rupiah, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan mengambil langkah strategis dengan menjual Surat Utang Negara (SUN) senilai Rp150 triliun kepada Bank Indonesia (BI) untuk menghindari risiko gagal bayar dan menstabilkan ekonomi domestik. Langkah ini dilakukan di tengah tekanan nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap dolar AS.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi, menjelaskan bahwa strategi ini bukanlah hal baru, karena pola serupa pernah terjadi saat pandemi Covid-19.

“Pada masa Covid-19, BI juga membeli obligasi di pasar primer untuk membantu pemerintah. Namun, saat ini kondisinya berbeda karena bukan pandemi, melainkan tekanan ekonomi global dan kebutuhan besar pemerintah,” kata Ibrahim, Kamis 2 Januari 2025.

Ibrahim mengungkapkan, pemerintah memilih menerbitkan obligasi bertenor panjang, yaitu 10 tahun, untuk memenuhi kebutuhan pendanaan. Namun, sebagian besar obligasi ini sudah “dipesan” oleh BI sebelum dilelang ke pasar. Hal ini dilakukan untuk memastikan dana segar bisa diperoleh lebih cepat tanpa risiko lelang gagal.

“Pemerintah saat ini membutuhkan dana besar untuk berbagai program, seperti program makanan sehat yang dimulai Januari ini. Untuk itu, pemerintah menjual obligasi senilai Rp775,87 triliun, dengan Rp150 triliun dibeli langsung oleh BI,” jelasnya.

Meski langkah ini membantu pemerintah menghindari gagal bayar, Ibrahim menyoroti potensi dampaknya terhadap inflasi.

“Dengan persaingan ketat di pasar obligasi global, seperti Tiongkok yang menggelontorkan obligasi senilai 3 triliun Yuan, yield obligasi Indonesia bisa meningkat hingga 8 persen. Namun, suku bunga tinggi ini justru membuat obligasi pemerintah lebih menarik bagi investor domestik,” tambahnya.

Selain itu, ia menilai bahwa keputusan ini dapat mempengaruhi independensi BI.

“Strategi ini terpaksa dilakukan karena pemerintah belum siap membayar obligasi yang jatuh tempo. Meski ada risiko, BI mengambil langkah ini untuk menjaga stabilitas rupiah yang saat ini melemah di atas Rp16.000 per Dolar AS,” ujarnya.(*)