KABARBURSA.COM - Kurs rupiah sepanjang hari ini menguat. Di pagi hari, meskipun minim sentimen positif, rupiah bisa membalikkan keadaan dan menguat terhadap dolar. Pada pembukaan pasar, Senin, 30 Desember 2024 pukul 09.20 WIB, kurs diperdagangkan di level Rp16.179, menguat 56 poin atau 0,34 persen dibandingkan penutupan pekan terakhir, Jumat, 27 Desember 2024, yang berada di level Rp16.235 dolar AS.
Ada banyak tekanan yang membuat rupiah tidak dapat bergerak bebas. dari luar negeri, sentimen penguatan dolar jelang akhir tahun belum bisa dihilangkan dan belum ada sentimen positif yang dapat membantu penguatan rupiah.
Sedangkan dari dalam negeri, pasar cukup skeptis dengan pertumbuhan ekonomi. Penurunan daya beli masyarakat hingga kenaikan PPN sebesar 1 persen, menjadi tantangan yang cukup kuat.
"Di sisi lain, ekonomi AS terlihat masih cukup solid, sehingga menurunkan peluang pemangkasan suku bunga acuan yang lebih besar," kata pengamat pasar keuangan Ariston Tjendra, dalam keterangan tertulisnya dikutip hari ini.
Dia melanjutkan, ekspektasi program ekonomi presiden terpilih Donald Trump bisa menuai perang dagang. Dan, konflik geopolitik yang masih tinggi juga mendorong pelaku pasar masuk ke aset dolar AS sebagai aset aman.
Meskipun sentimen positif penguatan rupiah sangat minim, intervensi Bank Indonesia (BI) membuat rupiah terus menguat. Tercatat pada pukul 12.00 WIB, kurs rupiah diperdagangkan di level Rp16.165 per dolar AS.
Penguatan ini berlanjut hingga sore hari. Rupiah berhasil ditutup di level Rp16.142 per USD, menguat 93 poin atau 0,53 persen dibandingkan penutupan sebelumnya di Rp16.235. Fenomena ini tidak terlepas dari volume perdagangan yang relatif rendah menjelang libur Tahun Baru, yang melemahkan indeks dolar AS, serta beberapa dinamika ekonomi global dan domestik yang memengaruhi sentimen pasar.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi, menyebutkan bahwa pelemahan dolar AS kali ini didorong oleh minimnya data ekonomi pada pekan terakhir Desember dan aktivitas pasar yang cenderung menurun akibat liburan akhir tahun.
Selain itu, dinamika global seperti laporan inflasi dari Jepang dan proyeksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok turut berperan dalam pergerakan mata uang di Asia, termasuk rupiah.
Tekanan inflasi yang meningkat di Jepang membuat inflasi indeks harga konsumen pada Desember tumbuh melampaui ekspektasi. Data ini memicu spekulasi bahwa Bank of Japan (BoJ) dapat mempertimbangkan kenaikan suku bunga jangka pendek.
Pernyataan ini dikuatkan oleh ringkasan pandangan dari pembuat kebijakan BoJ dalam pertemuan bulan Desember, yang menyebutkan peluang kenaikan suku bunga dalam waktu dekat. Prediksi ini menguatkan yen Jepang dan menekan indeks dolar AS lebih jauh, memberikan dampak positif pada mata uang di kawasan Asia.
Sementara itu, Bank Dunia turut memberikan dampak melalui revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok untuk 2024 dan 2025. Meskipun mengingatkan bahwa lesunya kepercayaan rumah tangga dan bisnis serta kendala di sektor properti masih akan menjadi tantangan signifikan, proyeksi positif ini menjadi angin segar bagi pasar Asia.
Peningkatan kepercayaan terhadap pemulihan ekonomi Tiongkok memberikan sinyal optimisme yang juga mendukung penguatan kurs rupiah.
Di sisi domestik, kebijakan fiskal pemerintah menjadi sorotan pasar. Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada Januari 2025 diapresiasi sebagai langkah strategis untuk memperkuat ruang fiskal sekaligus mendukung keberlanjutan ekonomi jangka panjang.
Pemerintah menjamin asas keadilan dalam penerapan kebijakan ini, dengan memastikan bahwa barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, pendidikan, dan transportasi umum tetap bebas dari PPN. Pendekatan yang selektif ini memberikan kepastian bahwa beban masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dapat diminimalkan.
Dengan dinamika tersebut, rupiah di penghujung 2024 menjadi salah satu mata uang yang menonjol dalam menghadapi tekanan eksternal. Didukung oleh langkah strategis pemerintah, prospek ekonomi dalam negeri yang positif, serta keuntungan dari sentimen global yang mendukung, rupiah berhasil menunjukkan penguatan yang menjanjikan di akhir tahun.
Melihat masih kuatnya pergerakan dolar, hingga akhir tahun dan minggu pertama 2025, Ariston Tjendra memperkirakan rupiah bisa bertahan di atas Rp16.100 terhadap dolar AS. Sementara, Ibrahim Assuaibi memperkirakan Federal Reserve kemungkinan tetap mempertahankan suku bunga acuan tinggi hingga tahun depan, hingga masih menekan rupiah.
Komite Kebijakan Ekonomi Apindo Aviliani mengungkapkan bahwa pelemahan ini didorong oleh dinamika global, khususnya penguatan dolar AS.
“Tahun depan itu China dan Amerika Serikat akan membuat insentif-insentif menarik. Kemungkinan besar banyak dolar AS akan ‘pulang kampung’ kembali ke Amerika,” kata Aviliani dalam konferensi pers di Kantor Pusat Apindo, Jakarta, Kamis, 19 Desember 2024.
Menurut dia, Bank Indonesia akan mencoba meredam pelemahan rupiah dengan mengandalkan devisa hasil ekspor (DHE). Namun, langkah ini dinilai belum cukup efektif karena jumlah DHE yang terkumpul masih kalah jauh dibandingkan kebutuhan impor Indonesia.
“Bagaimana caranya supaya kita stabil? Salah satunya adalah DHE. Tapi DHE itu belum besar sekali, masih lebih rendah dibandingkan impor kita,” jelas Aviliani.
Selain itu, kebijakan lain seperti transaksi mata uang lokal (LCT), surat berharga rupiah berjangka (SRBI), dan surat berharga valuta asing (SVBI) juga dianggap belum mampu menjaga stabilitas rupiah.
Alasannya, Indonesia sebagai small open economy sangat bergantung pada impor, terutama di sektor minyak, pangan, layanan digital, dan teknologi informasi.
Bisnis yang berbasis impor jelas terpukul. Biaya produksi mereka meningkat, sehingga sulit bersaing. Karena itu, ke depan pemerintah harus mulai memberikan insentif dan kebijakan untuk mendorong bisnis berbasis ekspor,” ucap Aviliani.(*)