KABARBURSA.COM - PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI) mencatatkan kredit macet yang cukup tinggi. Dalam laporan keuangannya, tercatat CoC bank only meningkat tajak ke level 3,85 persen hingga November 2024.
CoC atau Credit Cost adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh bank untuk mengantisipasi risiko kredit bermasalah (non-performing loans/NPL). CoC mencakup provisi atau pencadangan yang dialokasikan bank untuk menutupi potensi kerugian akibat debitur yang gagal membayar pinjaman.
Semakin tinggi CoC, semakin besar biaya yang dikeluarkan oleh bank untuk menangani risiko kredit, yang dapat mengurangi laba. Sebaliknya, CoC yang rendah mencerminkan kualitas aset yang baik dan efisiensi dalam pengelolaan risiko kredit. CoC menjadi indikator penting dalam menilai kesehatan finansial bank dan kemampuan manajemen mengelola portofolio kreditnya.
CoC yang tinggi ini mencerminkan terjadinya pemburukan kualitas aset, di mana beban provisi melonjak hingga Rp3,9 triliun, naik 23 persen secara bulanan atau 21 persen secara tahunan. Dengan begitu, total beban provisi hingga bulan ke sebelas tahun 2024 mencapai Rp35,5 triliun atau naik 34 persen secara tahunan. Angka ini jauh melampaui batas atas panduan konsolidasi manajemen untuk FY24 di level 3 persen dan mengindikasikan tantangan signifikan pada pengelolaan risiko kredit.
Pertumbuhan kredit BBRI juga mulai menunjukkan tanda-tanda pelemahan, dengan peningkatan sebesar +5 persen YoY pada November 2024. Angka ini menjadi laju terendah sepanjang 2024, jauh di bawah target konsolidasi FY24 manajemen yang mengincar +10–12 persen YoY.
Meskipun demikian, dana pihak ketiga (DPK) terus tumbuh +7 persen YoY, terutama didukung oleh pertumbuhan CASA sebesar +11 persen YoY, yang berhasil menjaga stabilitas Loan-to-Deposit Ratio (LDR) di level 87,9 persen.
Dengan target akselerasi pertumbuhan kredit pada kuartal terakhir 2024, manajemen dihadapkan pada tantangan untuk memitigasi tekanan dari CoC yang membengkak dan menjaga kualitas aset agar tetap sesuai dengan harapan. Hal ini menjadi krusial, mengingat stabilitas finansial dan pertumbuhan kredit akan menjadi landasan utama untuk mencapai proyeksi laba yang lebih positif ke depannya.
Untuk kinerja keuangan tampak beragam pada 11 bulan pertama 2024 (11M24). Meskipun laba bersih bank only tumbuh menjadi Rp50 triliun (+4 persen YoY), kinerja November 2024 mencatat penurunan laba bersih bulanan hingga -8,5 persen YoY menjadi Rp4,3 triliun.
Pertumbuhan laba ini sedikit di atas estimasi konsolidasi FY24 konsensus yang memproyeksikan pertumbuhan +2 persen YoY. Adapun faktor utama yang mempengaruhi performa ini adalah pengelolaan operasional yang stabil, meningkatnya biaya kredit (credit cost/CoC), dan melambatnya laju pertumbuhan kredit.
Secara operasional, BBRI mencatat pertumbuhan Pre-Provision Operating Profit (PPOP) yang signifikan selama 11M24, mencapai +13 persen YoY, didorong oleh pertumbuhan Non-Interest Income (Non-II) sebesar +34 persen YoY.
Pendapatan dividen yang naik 26 kali lipat menjadi kontributor utama pertumbuhan Non-II. Namun, perlu diingat bahwa dividen dari anak usaha yang dilaporkan pada bank only akan dieliminasi dalam laporan konsolidasi.
Sementara itu, mengutip data dari Stockbit, pergerakan saham BBRI pada hari ini menunjukkan penurunan kecil sebesar 0.24 persen, berakhir di harga Rp4,090 setelah dibuka pada level Rp4,080.
Volume transaksi tercatat cukup signifikan dengan 351 ribu lot diperdagangkan, mencerminkan minat pasar yang tinggi meskipun adanya koreksi harga. Selama sesi perdagangan, harga saham BBRI bergerak dalam kisaran yang sempit, dengan level tertinggi tercatat di angka Rp4,120, sementara harga terendah menyentuh Rp4,080.
Meskipun terdapat sedikit penurunan, harga saham ini masih berada di atas level penutupan sebelumnya pada Rp4,100, yang menunjukkan bahwa pergerakan harga lebih bersifat konsolidasi ketimbang penurunan drastis.
Nilai transaksi hari ini mencapai Rp143,6 miliar, yang mencerminkan volatilitas yang relatif rendah meskipun saham ini melibatkan jumlah lot yang besar. Level harga saham BBRI kini berada jauh di atas batas auto rejection bawah (ARB) di Rp3,080, dengan potensi kenaikan hingga harga tertinggi di auto rejection atas (ARA) di angka Rp5,125.
Saham BBRI masih memiliki ruang pergerakan, namun dengan volume perdagangan yang besar, investor sebaiknya waspada terhadap pergerakan jangka pendek dan bisa mempertimbangkan untuk membeli saat harga kembali melemah, dengan harapan akan tercatat pemulihan harga pada sesi mendatang.
Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) mengalami tekanan signifikan pada tahun 2024, dengan penurunan harga mencapai 28 persen sepanjang tahun ini, berada di level Rp4.100 per saham. Sejumlah analis mengaitkan penurunan harga tersebut dengan berbagai tantangan yang dihadapi BBRI, khususnya di sektor kredit mikro dan ultramikro.
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh analis Stockbit Sekuritas Verdhana, bank yang dikenal dengan fokusnya pada segmentasi pasar mikro ini diperkirakan akan mengalami pelambatan pertumbuhan seiring dengan proyeksi peningkatan angka write-off dalam kredit mikro dan ultramikro yang kemungkinan terus berlangsung dari 2024 hingga 2026.
Melihat proyeksi jangka panjang, Verdhana memperkirakan bahwa BBRI perlu melakukan pergeseran strategi untuk mempertahankan pertumbuhannya, dengan fokus yang lebih besar pada segmen kredit komersial dan korporasi. Fokus pada sektor mikro yang sebelumnya menjadi andalan BBRI kini diprediksi tidak akan mampu mendongkrak pertumbuhan secara signifikan dalam beberapa tahun mendatang.
Dalam jangka pendek, tekanan jual saham BBRI diperkirakan akan berlanjut karena kekhawatiran akan beban kredit yang membesar seiring dengan melambatnya sektor-sektor yang menjadi tulang punggung bank tersebut.
Dalam analisis lebih jauh, Verdhana juga mencatat bahwa perubahan dalam skema pencarian Kupedes, KUR, serta penyesuaian skema asuransi yang diterapkan oleh BBRI pada 2025 bisa menyebabkan penurunan lebih lanjut pada lending rate bank, yang dapat berpengaruh pada performa keuangan bank secara keseluruhan.
Meskipun demikian, proyeksi pendapatan pre-provision operating profit (PPOP) untuk tahun 2024 tetap optimistis, diperkirakan mencapai Rp115 triliun, dengan sedikit pertumbuhan ke angka Rp119 triliun pada 2025 dan Rp123 triliun pada 2026.
Laba bersih BBRI pada tahun ini diperkirakan sebesar Rp61,7 triliun, dengan proyeksi laba sedikit meningkat pada tahun berikutnya, yakni Rp62 triliun pada 2025 dan Rp63,6 triliun pada 2026.
Dengan mempertimbangkan proyeksi tersebut, Verdhana mempertahankan rekomendasi "buy" untuk saham BBRI dengan target harga Rp5.400, yang didasarkan pada analisis DuPont, serta proyeksi kinerja keuangan untuk tahun 2025. Target harga ini mencerminkan nilai price-to-book value (PBV) sekitar 2,5 kali dan price-to-earnings ratio (PER) sebesar 13,1 kali.
Meskipun demikian, investor juga diingatkan akan beberapa risiko yang dapat mempengaruhi kinerja saham BBRI dalam jangka pendek. Beberapa faktor risiko utama yang diidentifikasi meliputi potensi memburuknya kondisi makroekonomi domestik, perubahan regulasi yang dapat meningkatkan biaya dana, serta masalah kualitas aset yang dapat berdampak pada pemburukan performa keuangan BBRI.
Selain itu, perubahan dalam manajemen dan kebijakan kredit, khususnya dalam menentukan besaran biaya kredit, berpotensi memberi dampak pada laba bersih BBRI di masa depan, menciptakan ketidakpastian di pasar.
Secara keseluruhan, meskipun saham BBRI saat ini menghadapi tantangan, pergeseran strategi yang tepat dan pelaksanaan kebijakan yang efisien di tengah kondisi makro yang penuh tantangan bisa menjadi kunci bagi pemulihan dan pertumbuhan yang berkelanjutan.
Investor dihadapkan pada situasi yang tidak mudah, dengan ketidakpastian yang cukup besar di balik kinerja saham ini di tahun mendatang.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.