KABARBURSA.COM - Harga emas dunia tergelincir pada Jumat waktu Amerika Serikat (AS) atau Sabtu, 28 Desember 2024, dini hari WIB. Penurunan terjadi di tengah lonjakan imbal hasil obligasi AS yang mengurangi daya tarik logam mulia tanpa imbal hasil.
Dalam perdagangan yang sepi akhir tahun ini, perhatian pasar tertuju pada kembalinya presiden terpilih Donald Trump ke Gedung Putih dan dampak kebijakannya terhadap inflasi serta arah kebijakan Federal Reserve di 2025.
Dilansir dari Reuters di Jakarta, Sabtu, emas Spot tercatat turun 0,6 persen ke USD2.619,33 (sekitar Rp41,9 juta) per ons pada pukul 1:41 siang waktu AS. Sementara itu, kontrak berjangka emas AS melemah 0,8 persen ke USD2.631,90 (sekitar Rp42,1 juta) per ons. Secara mingguan, harga emas hanya mencatat penurunan tipis 0,1 persen.
[caption id="attachment_109026" align="alignnone" width="1420"] Grafik ini menunjukkan pergerakan harga spot emas dalam denominasi USD per ons sepanjang tahun 2024. Sumber: LSEG via Reuters.[/caption]
Ahli strategi pasar senior di RJO Futures, Bob Haberkorn, mengatakan imbal hasil obligasi AS yang tinggi menjadi salah satu faktor yang menekan harga emas. “Pasar liburan yang tipis ini membuat emas tetap di bawah tekanan hingga penutupan hari ini,” ujarnya.
Indeks dolar AS mencatat kenaikan untuk pekan keempat berturut-turut, memperlemah daya tarik emas bagi pemegang mata uang lainnya. Selain itu, imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun tetap berada di dekat level tertingginya sejak 2 Mei, yang sebelumnya dicapai pada Kamis.
Meski begitu, emas tetap menjadi primadona tahun ini dengan kenaikan 28 persen dan mencatat rekor tertinggi di USD2.790,15 (sekitar Rp44,6 juta) per ounce pada 31 Oktober. Kenaikan ini didorong oleh siklus pelonggaran suku bunga Federal Reserve serta meningkatnya ketegangan geopolitik global.
Para analis masih optimistis terhadap prospek emas di 2025. Meskipun The Fed memproyeksikan pemangkasan suku bunga yang lebih sedikit, ketegangan geopolitik di berbagai belahan dunia, aksi beli emas oleh bank sentral, serta kebijakan proteksionisme Trump diperkirakan akan terus memberikan dukungan bagi harga emas.
Haberkorn memperkirakan emas dapat menembus USD3.000 (sekitar Rp48 juta) per ons pada musim panas mendatang jika tren saat ini berlanjut. “Dengan aksi beli bank sentral yang terus kuat tahun depan, emas bisa melampaui angka tersebut,” katanya.
Emas yang biasanya bersinar dalam situasi gejolak ekonomi dan politik, tetap menjadi aset andalan di tengah lingkungan suku bunga rendah.
Logam lainnya juga mencatat penurunan. Spot perak turun 1,3 persen ke USD29,41 (sekitar Rp470.560) per ounce, platinum melemah 2,1 persen ke USD916,30 (sekitar Rp14,66 juta), dan palladium turun 1,2 persen ke USD913,71 (sekitar Rp14,62 juta).
Harga emas sempat mencatat penguatan seiring meningkatnya minat terhadap aset safe haven di tengah perdagangan tipis pasca libur Natal. Kemarin, harga emas spot naik 0,9 persen ke USD2.635,29 per ons troi pada pukul 13:47 ET (18:47 GMT). Kontrak berjangka emas AS ditutup menguat 0,7 persen di USD2.653,90.
Penguatan harga emas turut dipengaruhi konflik di Ukraina, di mana Rusia terus melancarkan serangan terhadap infrastruktur listrik negara tersebut. “Ketegangan ini menjadi katalis kenaikan emas,” ungkap analis senior di RJO Futures, Daniel Pavilonis,
Presiden Joe Biden sebelumnya menginstruksikan Departemen Pertahanan AS untuk meningkatkan pengiriman senjata ke Ukraina, langkah yang diumumkan setelah ia mengecam serangan Rusia terhadap kota-kota besar Ukraina pada Hari Natal.
Permintaan Emas Diproyeksi Meningkat
“Bank sentral masih aktif membeli emas, dan dengan inflasi yang terus berlanjut, permintaan dari sektor ritel diperkirakan akan naik,” tambah Pavilonis. Ia juga memproyeksikan bahwa harga emas dapat mencapai USD3.000 pada tahun mendatang.
Sebagai aset lindung nilai terhadap inflasi dan ketidakpastian geopolitik, emas tetap menarik, meskipun kenaikan suku bunga kerap membatasi daya tariknya sebagai instrumen tanpa imbal hasil. Logam mulia ini telah melonjak 28 persen sepanjang tahun 2024, bahkan mencapai rekor tertinggi di USD2.790,15 per ons troi pada 31 Oktober.
Direktur Kedia Commodities di Mumbai Ajay Kedia, memprediksi emas akan mengalami volatilitas tinggi pada 2025. “Ketegangan geopolitik diperkirakan mendorong harga pada paruh pertama, diikuti aksi ambil untung pada paruh kedua,” katanya.
Saat Donald Trump bersiap kembali menjabat sebagai Presiden AS, pasar mencermati potensi tekanan inflasi akibat kebijakan ekonominya, seperti tarif, deregulasi, dan reformasi pajak.
Setelah serangkaian penurunan agresif pada suku bunga selama September dan November, The Fed kembali melonggarkan kebijakan di Desember. Namun, bank sentral tersebut mengindikasikan bahwa penyesuaian suku bunga pada 2025 akan lebih terbatas.(*)