KABARBURSA.COM - Bitcoin (BTC) mencatat penguatan 6,5 persen sejak menyentuh titik terendah di level USD 92.458 pada 23 Desember. Kendati demikian, harga Bitcoin masih tertahan di bawah level resistensi penting, yaitu USD 98.000.
Menurut cointelegraph.com, setelah koreksi tajam sebesar 14,5 persen dari rekor tertingginya di USD 108.275 pada 17 Desember, kepercayaan diri para trader mulai pulih. Seperti dilansir di Jakarta, Jumat 27 Desember 2024.
Indikasi optimisme terlihat dari kondisi pasar derivatif dan margin, yang membuka peluang bagi Bitcoin untuk menembus level USD 105.000 atau bahkan lebih tinggi.
Salah satu penanda optimisme ini adalah premi kontrak berjangka Bitcoin yang mencapai 12 persen dibandingkan harga pasar spot. Umumnya, premi sebesar 5-10 persen dianggap wajar, tetapi angka ini menunjukkan permintaan tinggi dari investor yang percaya pada kenaikan harga.
Pasar opsi turut memberikan sinyal positif. Opsi jual (put) Bitcoin saat ini diperdagangkan dengan diskon 2 persen dibandingkan opsi beli (call). Tren ini telah berlangsung selama dua pekan terakhir, mencerminkan rendahnya kekhawatiran akan koreksi harga signifikan.
Di pasar margin, keyakinan bullish terlihat jelas. Pada platform OKX, rasio posisi beli (long) terhadap posisi jual (short) mencapai 25x. Angka ini menunjukkan dominasi investor yang memproyeksikan kenaikan harga. Meskipun tinggi, rasio ini masih jauh dari level 40x yang menandakan terlalu optimis, sehingga pasar tetap berada dalam kondisi sehat.
Pemulihan pasar keuangan global juga menjadi katalis positif bagi Bitcoin. Pada 24 Desember, indeks S&P 500 berhasil menghapus seluruh kerugian bulanan, membawa sentimen positif ke pasar. Imbal hasil Treasury AS bertenor 10 tahun turut meningkat dari 4,23 persen menjadi 4,59 persen dalam dua pekan terakhir.
Secara historis, kebijakan bank sentral yang menambah likuiditas untuk mengatasi tantangan ekonomi cenderung menguntungkan aset seperti Bitcoin dan saham. Dengan The Fed hanya memperkirakan dua kali pemangkasan suku bunga pada 2025, dibandingkan empat sebelumnya, risiko terhadap laba perusahaan dan pendanaan properti menjadi lebih kecil.
Namun, Bitcoin masih menghadapi tekanan dari perlambatan ekonomi global. Korelasinya yang tinggi dengan S&P 500, sebesar 64 persen, menunjukkan bahwa pergerakan pasar saham tetap memengaruhi harga Bitcoin. Stagnasi ekonomi juga berpotensi membatasi kenaikan di pasar saham dan properti, yang turut berdampak pada Bitcoin.
Pada 24 Desember, ETF terkait Bitcoin mencatat arus keluar besar-besaran, termasuk penarikan dana dari BlackRock iShares Bitcoin Trust (IBIT). Meski demikian, Bitcoin tetap bertahan di atas USD 92.458 setelah diuji ulang.
Dengan dukungan dari pasar derivatif dan margin, peluang Bitcoin untuk menembus level USD 105.000 tetap terbuka. Kunci utamanya adalah apakah Bitcoin dapat melampaui level resistensi di USD 98.000, yang akan menjadi pintu gerbang menuju level harga yang lebih tinggi, meskipun tantangan dari ketidakpastian ekonomi global masih membayangi.
Pasar kripto global mengalami pelemahan dalam 24 jam terakhir, dengan kapitalisasi pasar turun tipis sebesar 0,11 persen menjadi USD3,44 triliun. Namun, di tengah suasana liburan yang tenang, Bitcoin (BTC) berhasil mencatatkan penguatan, memperlihatkan tren yang tetap positif.
Berdasarkan data Coinmarketcap pada Kamis, 26 Desember 2024, pukul 07.14 WIB, harga Bitcoin naik 0,29 persen dalam 24 jam terakhir. Saat ini, harga Bitcoin berada di level USD99.117 per koin atau sekitar Rp1,6 miliar, dengan kurs Rp16.172 per dolar AS.
Kenaikan tidak hanya dialami Bitcoin, beberapa aset kripto utama lainnya juga bergerak di zona hijau. Ethereum (ETH) naik 0,15 persen, berada di level USD3.488 per koin, sementara Binance Coin (BNB) mencatatkan kenaikan 0,85 persen ke posisi USD701 per koin. Meski secara keseluruhan pasar terlihat stagnan, penguatan ini mencerminkan daya tahan beberapa aset utama di tengah tekanan pasar.
Momentum bullish pada Bitcoin mencuri perhatian banyak analis dan trader, termasuk Skew, seorang trader terkenal. Dalam pengamatannya di platform X, ia menggarisbawahi divergensi bullish yang ‘bersih’ pada indikator Relative Strength Index (RSI) pada grafik 4 jam. Selain itu, ia mencatat bahwa kegagalan pasar untuk menekan harga BTC/USD ke level yang lebih rendah menunjukkan adanya “lelang yang gagal”. Artinya, ada kekuatan permintaan yang signifikan di pasar.
Skew juga menekankan bahwa tren kenaikan harga Bitcoin saat ini konsisten dengan pola pergerakan sebelumnya yang membawa harga dari level USD68 ribu menuju USD108 ribu. Meski optimis, ia tetap memperingatkan pentingnya memantau metrik lain untuk memastikan keberlanjutan tren ini.
Namun, tidak semua indikator menguatkan sentimen bullish tersebut. Aliran keluar dari dana yang diperdagangkan di bursa (ETF) Bitcoin berbasis AS menunjukkan tekanan likuiditas di tengah pasar. Dalam empat hari terakhir, rekor penarikan mencapai USD1,5 miliar, dengan USD338,4 juta terjadi pada Malam Natal, menurut laporan Farside Investors yang berbasis di Inggris. Fenomena ini mengisyaratkan adanya kehati-hatian investor meskipun harga aset utama menunjukkan penguatan.
Sementara itu, pengamat lain seperti Satoshi Stacker menghubungkan penguatan Bitcoin dengan penutupan pasar keuangan tradisional AS selama liburan. Dengan absennya tekanan jual yang biasanya terjadi di pasar saham dan obligasi, Bitcoin mendapat kesempatan untuk bernapas dan mempertahankan momentumnya.
“Pasar tradisional AS tutup hari ini, jadi Bitcoin mendapat jeda dari tekanan jual baru-baru ini,” ujarnya.
Meskipun sentimen pasar bercampur, optimisme tetap membayangi ruang kripto. Harga Bitcoin yang mendekati tonggak psikologis USD100.000 dan stabilitas Ethereum serta Binance Coin menunjukkan ketahanan pasar di tengah fluktuasi musiman. Namun, perkembangan indikator makro, termasuk kebijakan ekonomi global, akan tetap menjadi faktor penentu bagi pergerakan pasar kripto dalam beberapa pekan mendatang.(*)