KABARBURSA.COM - PT Sri Rejeki Isman Tbk, berkode saham SRIL, menolak didepan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), meskipun syarat untuk delisting sudah terpenuhi. Apalagi, kemarin Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan SRIL terkait penetapan kepailitannya.
Sekretaris Perusahaan Sritex Welly Saham, menyampaikan bahwa pihaknya akan mengajukan langkah hukum lanjutan melalui peninjauan kembali atas putusan kasasi MA. Harapannya, proses tersebut akan membuahkan hasil yang mengangkat status pailit, sekaligus membuka peluang bagi Sritex untuk tetap tercatat di BEI.
Welly menegaskan, perusahaan telah, dan akan terus, mematuhi semua regulasi pasar modal, termasuk peraturan yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BEI.
Lebih lanjut, Sritex menyatakan kesiapannya bekerja sama dengan tim kurator dan pengawas dari Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku.
Kerja sama ini dianggap sebagai langkah penting dalam proses penyelesaian masalah hukum dan administrasi yang terkait status perusahaan publik. Selain itu, upaya membentuk sinergi yang erat dengan para kreditur juga terus dilakukan demi merancang solusi terbaik bagi semua pihak.
Sritex juga memprioritaskan komunikasi yang transparan dengan seluruh pemangku kepentingan, mulai dari kreditur hingga calon investor potensial. Dalam situasi sulit ini, perusahaan aktif mencari mitra strategis atau investor baru yang diharapkan mampu mendukung keberlanjutan operasional sekaligus memperkuat fondasi keuangan perusahaan.
Strategi ini dilakukan dengan tetap mengindahkan ketentuan hukum kepailitan yang berlaku di Indonesia.
BEI, dalam upaya melindungi investor, telah menghentikan sementara perdagangan saham Sritex sejak 18 Mei 2021. Keputusan ini diambil menyusul kegagalan perusahaan dalam memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga untuk MTN Sritex Tahap III Tahun 2018 yang jatuh tempo.
Penghentian sementara perdagangan efek SRIL kemudian diperpanjang pada 28 Oktober 2024 setelah Sritex resmi dinyatakan pailit oleh pengadilan.
Dengan situasi yang semakin kompleks, perjalanan Sritex ke depan dipenuhi dengan tantangan besar. Namun, komitmen perusahaan untuk mencari solusi, baik melalui jalur hukum maupun pendekatan bisnis strategis, menunjukkan tekad yang kuat untuk bangkit dari kesulitan.
Keberhasilan Sritex dalam mengatasi permasalahan ini akan menjadi penentu penting bagi masa depan industri tekstil nasional, mengingat peran perusahaan ini sebagai salah satu pemain utama dalam sektor tersebut.
Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah lama mengindikasikan bahwa saham PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) berpotensi untuk dihapus dari daftar perdagangan (delisting) setelah menjalani suspensi selama 42 bulan.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna, menjelaskan bahwa perdagangan saham perusahaan dengan kode SRIL telah dihentikan sejak 18 Mei 2021 akibat penundaan pembayaran pokok dan bunga pada Obligasi MTN Sritex Tahap III Tahun 2018.
“Bursa telah meminta klarifikasi dan pengingat kepada Sritex terkait rencana tindak lanjut dan upaya mempertahankan kelangsungan usaha,” kata I Gede Nyoman, Jumat, 25 Oktober 2024.
Nyoman menambahkan, BEI berkomitmen untuk melindungi investor ritel dengan menerapkan notasi khusus dan menempatkan perusahaan pada papan pemantauan jika memenuhi kriteria tertentu. Ini bertujuan meningkatkan kesadaran investor terhadap potensi masalah yang dihadapi perusahaan.
Untuk perusahaan yang mengalami suspensi, BEI melakukan berbagai langkah perlindungan, termasuk mengingatkan perusahaan yang telah disuspensi selama enam bulan, mengundang hearing, dan meminta penjelasan tentang upaya perbaikan serta rencana bisnis ke depan.
Perusahaan yang terkena suspensi juga diwajibkan untuk melaporkan kemajuan rencana perbaikan setiap bulan Juni dan Desember.
Sementara itu, setiap enam bulan, BEI akan mengumumkan potensi delisting dengan informasi mengenai masa suspensi, susunan manajemen, dan kontak yang dapat dihubungi. Nyoman menegaskan bahwa pengumuman terkait potensi delisting Sritex telah dilakukan setiap enam bulan.
Berdasarkan Peraturan OJK 3/2021 dan SE OJK No. 13/SEOJK.04/2023, jika perusahaan terbuka mengalami delisting karena kondisi yang berdampak pada kelangsungan usaha, maka perusahaan harus beralih status menjadi perusahaan tertutup dan melakukan buyback saham publik sesuai ketentuan yang berlaku.
Sritex sendiri telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang dalam putusan nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg, terkait dengan kewajiban pembayaran yang tidak dipenuhi kepada PT Indo Bharta Rayon dan beberapa pihak lainnya.
Adapun Pemohon dari perkara ini adalah PT Indo Bharta Rayon. Sementara, perkara tersebut mengadili para termohon yakni PT Sri Rejeki Isman Tbk, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.(*)