KABARBURSA.COM - Pemerintah bekerja sama dengan sejumlah organisasi pengusaha ritel menggelar acara Belanja di Indonesia Aja (Bina) Diskon 2024.
Acara ini melibatkan 380 perusahaan, 80.000 gerai, serta 800 merek global, lokal, dan UMKM. Perhelatan tersebut berlangsung di 396 pusat perbelanjaan yang tersebar di 24 provinsi.
Bina Diskon 2024 yang digelar dari 20 hingga 29 Desember 2024 ini, diselenggarakan untuk menyambut Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 (Nataru). Selain itu, acara ini bertujuan untuk mendorong daya beli masyarakat sekaligus meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa acara ini menargetkan transaksi mencapai Rp20 triliun. Katanya lagi, gelaran Hari Belanja Nasional 2024 ini menargetkan transaksi sebesar Rp40 triliun.
“Dari dua program ini, kami berharap total transaksi mencapai Rp50 triliun pada bulan Desember. Ini tentu sangat berarti untuk mendongkrak penjualan,” kata Airlangga dalam sambutannya di Jakarta, Jumat, 20 Desember 2024.
Airlangga menjelaskan bahwa Bina Diskon 2024 menawarkan potongan harga antara 50 persen hingga 70 persen, dengan mayoritas produk berasal dari dalam negeri.
Langkah ini, menurutnya, juga bertujuan untuk menghemat devisa yang seharusnya dikeluarkan untuk belanja di luar negeri.
“Kegiatan ini akan digunakan untuk menghemat devisa dan mendorong belanja di Indonesia saja,” ujarnya.
Airlangga juga optimis bahwa acara Bina Diskon 2024 akan mendapatkan respons positif dari masyarakat. Hal ini didasarkan pada hasil survei Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia pada November yang masih menunjukkan angka 125, menandakan tingkat kepercayaan konsumen yang relatif tinggi.
“Melihat data dari IKK, yang masih berada di angka 100-125, kami yakin bahwa angka ini menunjukkan tingkat kepercayaan konsumen yang tinggi," tutup Airlangga.
Sebelumnya, Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) akan meluncurkan program baru bertajuk ‘Belanja di Indonesia Aja’. Program ini diinisiasi dengan tujuan untuk memperkuat ekonomi nasional melalui dukungan terhadap toko-toko konsumsi di dalam negeri.
Ketua Umum HIPPINDO Budihardjo Iduansjah menjelaskan bahwa program ini dirancang untuk mendorong masyarakat lebih memilih berbelanja di Indonesia atau di dalam negeri yang akan berdampak pada peningkatan penerimaan pajak, termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).
“Ini program baru dari kami utk mendukung toko-toko konsumsi di dalam negeri, membayar pajak, PPN, PPh, dan itu akan membantu ekonomi bangsa kita,” kata Budihardjo dalam acara Launching Belanja di Indonesia Aja di Jakarta, Kamis 29 Agustus 2024.
Dia pun meminta kepada Kementerian Koordinator Perekonomian dapat mendukung program ini dengan memperbanyak kehadiran pabrik-pabrik asing di Indonesia.
Hal itu menurutnya dapat membantu peritel membangun ekosistem dan rantai pasok yang kuat, sehingga sektor ritel tidak perlu terlalu banyak mengimpor barang dari luar negeri.
“HIPPINDO akan mengundang merek-merek internasional untuk memproduksi barang-barangnya di Indonesia dan menjualnya di pasar lokal,” terangnya
Sebenarnya, lanjut Budihardjo, HIPPINDO Tak hanya fokus pada pasar domestik saja, tapi juga siap memperluas ekspor dengan program ‘Indonesia Brand to Global.’
Dalam rangkaian program ini, HIPPINDO telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan beberapa negara, salah satunya adalah Malaysia, untuk membawa lebih banyak merek lokal Indonesia ke pasar internasional.
“Kita sudah MoU dengan beberapa negara, salah satunya malaysia. Kita sudah bawa banyak merek-merek lokal ke malaysia,” tuturnya.
Dengan sederet program tersebut, Budihardjo menegaskan komitmen pihaknya untuk terus menjadi mitra aktif dalam meningkatkan penjualan di dalam negeri, yang pada akhirnya akan berkontribusi pada kenaikan pajak.
Namun, dia menekankan, pihaknya akan membantu peningkatan penerimaan pajak dan penjualan domestik dan melalui kenaikan omzet, bukan dengan menaikkan tarif PPN.
“Omzetnya yang harus dinaikkan, bukan PPN-nya,” sindir Budihardjo.
Menurut Budihardjo, kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen akan berdampak negatif pada daya beli masyarakat, terutama kelompok kelas menengah, meskipun dampaknya mungkin akan mulai terasa dalam jangka menengah.
“Dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen memang tidak bersifat jangka pendek, tapi dalam waktu jangka menengah itu ada pengaruh,” ujarnya.
Ia khawatir, dengan kenaikan PPN ini akan mengurangi konsumsi masyarakat untuk berbelanja di sektor ritel.
Karena itu, Budi meminta Presiden Terpilih, Prabowo Subianto, untuk menunda rencana kenaikan tarif PPN.
Jika penundaan tidak mungkin dilakukan, ia berharap pemerintah dapat memberikan insentif bagi kelas menengah, seperti program kesehatan atau stimulus ekonomi, untuk mengimbangi dampak kenaikan PPN ini.
“Kalau tidak bisa ditunda, kenaikan PPN 12 persen, hasilnya bisa dikembalikan untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Misalnya program kesehatan atau program rakyat bawa untuk stimulus ekonomi dari uang tambahan itu,” pungkas Budihardjo. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.