KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG ditutup menguat sebesar 6 poin atau naik 0,09 persen ke level 6,983 pada perdagangan Jumat, 20 Desember 2024. Merujuk data perdagangan RTI Business, pergerakan IHSG terpantau bervariasi dengan level tertinggi 7,032 dan terendah di level 6,931.
Sebanyak 296 saham terpantau menguat, 288 saham melemah, dan 202 saham mengalami stagnan.
Sementara itu mengutip Stockbit, AYLS berada di posisi teratas top gainer dengan performa +34,48 persen, diikuti BEER +32,73 persen, dan SAFE +24,59 persen.
Sedangkan saham-saham yang mengalami koreksi paling dalam yakni SONA -18,33 persen, MKPI -11,99 persen, dan PGLI dengan -11,88 persen. Bersamaan dengan menguatnya IHSH, sejumlah sektor mengalami penguatan seperti energi (0,61 persen), teknologi (+0,33 persen), dan infrastruktur (+0,21 persen).
Sementara sektor yang di zona merah ialah cyclical (-0,74 persen), industrial (-0,96 persen), dan basic ind (-0,34 persen). Di sisi lain, nilai tukar rupiah ditutup menguat Rp16,221 atas dolar Amerika Serikat pada penutupan hari ini.
Diberitakan sebelumnya, nilai tukar rupiah kembali menunjukkan tren pelemahan. Pada pagi ini, Jumat, 20 Desember 2024. Di pasar spot, rupiah dibuka melemah 0,09 persen ke level Rp16.305 per dolar Amerika Serikat (AS), memperpanjang rentetan penurunan yang sudah terjadi sebelumnya.
pada penutupan perdagangan Kamis, 19 Desember 2024, rupiah tercatat mengalami pelemahan lebih tajam. Rupiah terpuruk hingga 1,24 persen ke level Rp16.285 per USD. Angka ini menjadi pelemahan terdalam sejak 7 Oktober 2024, saat rupiah jatuh 1,26 persen.
Sepanjang perdagangan kemarin, fluktuasi tajam terjadi, dengan nilai tukar sempat menyentuh level terendah Rp16.300 per USD dan tertinggi di Rp16.130 per dolar AS. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memproyeksikan tekanan terhadap rupiah akan terus berlangsung hingga semester pertama 2025.
Komite Kebijakan Ekonomi Apindo, Aviliani mengungkapkan bahwa pelemahan ini didorong oleh dinamika global, khususnya penguatan dolar AS.
“Tahun depan itu China dan Amerika Serikat akan membuat insentif-insentif menarik. Kemungkinan besar banyak dolar AS akan ‘pulang kampung’ kembali ke Amerika,” kata Aviliani dalam konferensi pers di Kantor Pusat Apindo, Jakarta, Kamis, 19 Desember 2024.
Menurut dia, Bank Indonesia akan mencoba meredam pelemahan rupiah dengan mengandalkan devisa hasil ekspor (DHE). Namun, langkah ini dinilai belum cukup efektif karena jumlah DHE yang terkumpul masih kalah jauh dibandingkan kebutuhan impor Indonesia.
“Bagaimana caranya supaya kita stabil? Salah satunya adalah DHE. Tapi DHE itu belum besar sekali, masih lebih rendah dibandingkan impor kita,” jelas Aviliani.
Selain itu, kebijakan lain seperti transaksi mata uang lokal (LCT), surat berharga rupiah berjangka (SRBI), dan surat berharga valuta asing (SVBI) juga dianggap belum mampu menjaga stabilitas rupiah.
Alasannya, Indonesia sebagai small open economy sangat bergantung pada impor, terutama di sektor minyak, pangan, layanan digital, dan teknologi informasi.
“Bisnis yang berbasis impor jelas terpukul. Biaya produksi mereka meningkat, sehingga sulit bersaing. Karena itu, ke depan pemerintah harus mulai memberikan insentif dan kebijakan untuk mendorong bisnis berbasis ekspor,” ucap Aviliani.
Dampak pelemahan nilai tukar rupiah akan sangat dirasakan di berbagai sektor, terutama industri yang bergantung pada impor. Menurut Aviliani, lonjakan biaya impor akibat melemahnya rupiah membuat industri-industri tersebut semakin kehilangan daya saing di pasar.
“Industri yang tidak kompetitif ini pada akhirnya terpaksa melakukan efisiensi. Efisiensi ini sering kali berujung pada PHK. Selain itu, perusahaan mungkin akan menaikkan harga barang untuk bertahan, yang pada akhirnya bisa memicu inflasi,” ungkap Aviliani.
Ia juga menyoroti ketergantungan ekonomi Indonesia terhadap portofolio di pasar keuangan sebagai salah satu faktor utama yang memperparah pelemahan rupiah. Saham, obligasi, dan instrumen sejenisnya menjadi penopang nilai tukar yang sangat rentan terhadap dinamika global.
“Rupiah masih sangat bergantung pada portofolio. Jadi, ketika ada yield atau insentif menarik di Amerika Serikat, rupiah cenderung melemah,” katanya.
Sementara itu, Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani memproyeksikan nilai tukar rupiah pada semester I-2025 masih akan berada di bawah tekanan dolar AS yang terus menguat.
Namun, ada secercah harapan pada semester II-2025, di mana rupiah diproyeksikan mulai menguat setelah pasar mampu menyesuaikan diri dengan kebijakan Presiden AS terpilih, Donald Trump.
“Mengenai nilai tukar, kami estimasikan di Rp15.800 sampai Rp16.350 per dolar AS,” imbuh Shinta.