Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Dalam Dua Hari, 10 Emiten Delisting dari Daftar Saham BEI

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 20 December 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
Dalam Dua Hari, 10 Emiten Delisting dari Daftar Saham BEI

KABARBURSA.COM - Bursa Efek Indonesia (BEI) mengumumkan penghapusan pencatatan efek (delisting) terhadap 10 emiten dalam dua hari terakhir. Beberapa di antaranya berada dalam status pailit atau memiliki indikasi kuat menuju kebangkrutan.

Berdasarkan keterbukaan informasi dari BEI, 10 emiten yang terkena delisting adalah PT Mas Murni Indonesia Tbk (MAMI), PT Forza Land Indonesia Tbk (FORZ), PT Hanson International Tbk (MYRX), PT Grand Kartech Tbk (KRAH), PT Cottonindo Ariesta Tbk (KPAS), PT Steadfast Marine Tbk (KPAL), PT Prima Alloy Steel Universal Tbk (PRAS), PT Nipress Tbk (NIPS), PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk (JKSW), dan PT Panasia Indo Resources Tbk (HDTX).

Langkah delisting ini merujuk pada Peraturan BEI Nomor I-N, khususnya ketentuan III.1.3.1 dan III.1.3.2. Ketentuan tersebut menyatakan bahwa perusahaan yang mengalami dampak negatif signifikan terhadap keberlangsungan usaha, baik dari aspek finansial maupun hukum, dan tidak menunjukkan tanda pemulihan memadai, dapat dihapus pencatatannya.

Selain itu, perusahaan yang sahamnya terkena suspensi di seluruh pasar selama lebih dari 24 bulan juga masuk dalam kriteria delisting.

Sebanyak delapan emiten di antaranya MAMI, FORZ, MYRX, KRAH, KPAL, dan PRAS, dianggap memenuhi kriteria delisting karena status pailit atau indikasi kuat menuju kebangkrutan.

Untuk KPAS, delisting mengacu pada Pengumuman Bursa Nomor Peng-SPT-00013/BEI.PP2/08-2021 tertanggal 24 Agustus 2021.

Adapun NIPS dicabut pencatatannya berdasarkan Pengumuman Bursa Nomor Peng-SPT-00007/BEI.PP3/02-2020 tertanggal 19 Februari 2020.

Dalam pengumuman tersebut, BEI mencatat adanya keraguan terkait keberlanjutan usaha perusahaan, menyusul permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) oleh perusahaan dan entitas anaknya.

“Sehubungan dengan terpenuhinya salah satu kondisi yang diatur dalam Peraturan Bursa Nomor I-N, BEI memutuskan untuk menghapus pencatatan efek perusahaan-perusahaan tersebut, yang akan efektif mulai 21 Juli 2025,” tulis BEI dalam pengumumannya yang dikutip, Jumat, 20 Desember 2024.

BEI juga meminta emiten terkait untuk melaksanakan keterbukaan informasi terkait rencana buyback saham. Proses buyback dijadwalkan dimulai pada 18 Januari 2025 dan berlangsung hingga 18 Juli 2025, sebelum delisting efektif pada 21 Juli 2025.

Perusahaan yang Daftar IPO Anjlok

Ketua Dewan Penasihat Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa Bursa Efek Indonesia (BEI) saat ini tercatat sebagai bursa dengan kedatangan emiten baru terbanyak di kawasan ASEAN.

Berdasarkan data dari BEI per 29 November 2024, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian ini tercatat 39 perusahaan yang berhasil mencatatkan saham dengan total dana yang dihimpun mencapai USD368 juta atau sekitar Rp5,8 triliun (kurs Rp15.800).

“Bursa saat ini telah menunjukkan keberhasilan, khususnya dalam pasar IPO (Initial Public Offering). Biasanya, pasar IPO adalah yang paling sulit, namun tahun ini cukup baik. Bursa menjadi yang pertama di ASEAN dalam hal IPO,” ujar Airlangga dalam acara peringatan HUT AEI ke-36 di Gedung BEI, Jakarta, Jumat, 13 Desember 2024.

Airlangga juga menyebutkan bahwa jumlah investor semakin meningkat, dengan total investor retail yang tercatat lebih dari 14,6 juta orang, yang menunjukkan keberlanjutan pasar saham Indonesia.

Namun, meskipun jumlah IPO tahun ini tercatat 39, angka tersebut mengalami penurunan signifikan dibandingkan tahun 2023, yang tercatat sebanyak 79 perusahaan melakukan IPO dengan dana yang dihimpun mencapai USD3,6 miliar.

Menanggapi hal tersebut, Airlangga berharap jumlah perusahaan yang melakukan IPO dapat meningkat. Ia juga mengharapkan proses, termasuk pemilihan penjamin efek atau underwriter, dapat diperkuat.

“Kita tentu berharap IPO dapat meningkat dan diharapkan underwriter juga diberi kekuatan lebih. Beberapa kali kita harus mengundang investor dari luar, seperti Singapura, Hong Kong, Eropa, dan lainnya,” ujarnya.

Airlangga menambahkan, bahwa industri asuransi memiliki peran penting dalam struktur IPO, mengingat pembiayaan industri asuransi bersifat jangka panjang.

“Selama ini, kita tahu bahwa bank-bank Asia mendominasi pembiayaan ini. Meskipun itu tidak salah, kita juga perlu memperkuat kemampuan underwriter di dalam negeri,” jelas Airlangga.

Ia pun optimistis bahwa pada tahun 2025, jumlah perusahaan yang melakukan IPO akan lebih banyak dibandingkan tahun ini.

Pemerintah Berharap IPO 2025 Meningkat

Pemerintah berharap perusahaan yang Initial Public Offering atau IPO bisa meningkat pada tahun 2025. Untuk mencapai ini, diperlukan sejumlah hal yang harus dijalani.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengaku optimistis perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) bisa meningkat pada tahun depan dengan beberapa syarat, salah satunya ialah memperkuat underwriter.

“Ya tentu kita tetap berharap bahwa IPO akan terus bisa ditingkatkan dan juga diharapkan underwriter diberi kekuatan,” ujar dia di Gedung BEI Jakarta, Jumat, 13 Desember 2024.

Perlu diketahui, underwriter adalah sebuah institusi yang berwenang untuk melakukan evaluasi risiko dan kelayakan suatu sekuritas. Dalam hal ini, yang dimaksud Airlangga ialah untuk melakukan penguatan terhadap dana IPO.

“Nah selama ini kan kita tahu bank asing menguasai itu. Itu tidak salah, tetapi juga kita harus memperkuat kemampuan dari underwriter di dalam negeri,” ujarnya.

Tak hanya itu, Airlangga juga menekankan untuk lebih fokus kepada struktur IPO di dalam negeri. Dia turut mengatakan keberadaan daripada industri asuransi juga sangat diperlukan.

“Karena industri asuransi kan itu kan untuk long term financing. Sedangkan market IPO juga butuh struktur financing,” pungkasnya.

40 Emiten Melantai di BEI Sepanjang 2024

Seperti diketahui, hingga saat ini ada 40 perusahaan yang tercatat melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) sepanjang 2024. Terbaru adalah PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (Perseroan) yang memiliki kode saham AADI. Perusahaan tersebut resmi melakukan IPO pada Kamis, 5 Desember 2024.

BEI sendiri menargetkan sebanyak 66 perusahaan melakukan Initial Public Offering (IPO) pada tahun 2025, sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat pasar modal tanah air.

Pengamat pasar modal Wahyu Laksono, menyambut baik target BEI yang sangat optimistis untuk 2025. Menurut dia, angka target tersebut cukup realistis bahkan berpotensi lebih tinggi mengingat besar dan luasnya potensi pasar di Indonesia.

“Target 66 IPO pada 2025 ini sudah sangat realistis. Bahkan, bisa jadi masih kurang karena potensi untuk IPO di bursa Indonesia sangat besar. Apalagi jika melihat peluang yang ada di berbagai papan bursa,” ujar Wahyu kepada  Kabarbursa.com, Rabu, 13 November 2024.

Wahyu menambahkan, penting bagi perusahaan untuk melakukan IPO karena hal ini tidak hanya bermanfaat bagi perusahaan itu sendiri, tetapi juga untuk Bursa Efek Indonesia dan masyarakat secara umum.

“Semakin banyak perusahaan yang go public, semakin bagus untuk bursa, karena membuka peluang lebih besar bagi investor dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pasar modal,” jelas Wahyu.

Stabilitas Politik Dorong Lebih Banyak IPO

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman, setuju apabila stabilitas politik yang terjaga di Indonesia pasca pemilu mampu mendongkrak minat perusahaan untuk melantai di bursa saham pada tahun depan. Hal ini diharapkan membawa dampak positif bagi jumlah IPO yang tercatat di BEI.

Hal ini disampaikan Iman dalam konferensi pers Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) BEI di Jakarta, 23 Oktober 2024.

BEI juga terus berupaya meningkatkan jumlah IPO melalui berbagai program kerja sama dengan pemerintah, di antaranya Program Create IPO yang digagas bersama Kementerian BUMN dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), serta program IPO untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) melalui Kementerian Koperasi dan UKM.

Namun Iman menekankan, bahwa BEI sangat memperhatikan keberlanjutan perusahaan yang melakukan IPO. Menurutnya, hanya perusahaan yang memenuhi standar keberlanjutan yang dapat melantai di bursa.

“Keberlanjutan perusahaan sangat penting bagi BEI. Kami berharap perusahaan-perusahaan yang belum memenuhi syarat bisa memperbaiki dokumen atau kondisi mereka, agar dapat melanjutkan proses IPO di masa depan,” kata Iman. (*)