Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

MA Tolak Kasasi Sritex, Begini Tanggapan Airlangga

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 20 December 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
MA Tolak Kasasi Sritex, Begini Tanggapan Airlangga

KABARBURSA.COM - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meminta PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex tetap melanjutkan produksi meskipun telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang, dan kasasinya ditolak oleh Mahkamah Agung.

“Posisi kemarin dengan posisi hari ini sebetulnya sama. Kemarin masih berproses kasasi, dan sekarang pemerintah mendorong kelangsungan usaha (going concern) agar tetap berproduksi. Tadi sore, saya juga berbicara dengan manajemen Sritex supaya kelangsungan usaha tetap terjaga,” kata Airlangga kepada wartawan di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis, 19 Desember 2024 malam.

Pemerintah juga meminta PT Bank Negara Indonesia (BNI) selaku kreditur utama untuk memimpin para kreditur lainnya dalam mendukung penyelamatan Sritex. Upaya ini bertujuan agar lapangan kerja tetap terjaga dan menghindari terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK).

“BNI sebagai kreditur terbesar diharapkan memimpin para kreditur lain agar sejalan dengan pemerintah dalam menjaga lapangan kerja,” jelas Airlangga.

Selain itu, Airlangga mengimbau agar industri padat karya, termasuk tekstil, mengadopsi teknologi produksi terbaru. Menurutnya, potensi industri tekstil tetap menjanjikan jika didukung oleh modernisasi teknologi.

“Teknologi adalah hal yang tidak bisa ditinggalkan. Berbagai industri, termasuk tekstil di kawasan ekonomi khusus seperti di Kendal, masih menunjukkan kinerja ekspor yang baik. Hal ini terjadi karena penggunaan mesin-mesin terbaru. Oleh karena itu, pemerintah telah menyiapkan kebijakan bantuan untuk modernisasi permesinan di sektor padat karya,” jelasnya.

Dukungan pemerintah mencakup subsidi bunga kredit investasi sebesar 5 persen untuk membantu industri mengganti mesin-mesin produksi.

“Pemerintah akan memberikan subsidi 5 persen. Jika perbankan memberikan kredit dengan bunga 9-11 persen untuk pinjaman sebesar Rp500 juta hingga Rp10 miliar, maka industri hanya perlu membayar bunga sebesar 6 persen. Ini diharapkan mendorong modernisasi mesin produksi,” tutur Airlangga.

Namun, Airlangga menekankan pentingnya inisiatif dari pelaku industri untuk memanfaatkan fasilitas tersebut. Kredit investasi ini umumnya memiliki tenor 5-8 tahun, memberikan waktu bagi perusahaan untuk melakukan pembaruan teknologi.

“Industri yang ingin memanfaatkan fasilitas ini harus aktif dan serius dalam modernisasi pabrik. Pemerintah akan terus mendorong upaya ini,” imbuhnya.

Industri padat karya yang dapat menerima fasilitas ini mencakup tekstil dan produk tekstil, garmen, furnitur, alas kaki, serta makanan dan minuman dengan jumlah pekerja tertentu. Pemerintah sedang mempersiapkan payung hukum berupa peraturan menteri dan peraturan pemerintah untuk mendukung kebijakan ini.

Kasasi Sritex Ditolak MA

Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan kasasi yang diajukan oleh PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex.

Perusahaan yang terdaftar dengan kode saham SRIL ini mengajukan kasasi atas putusan pailit yang dijatuhkan oleh Pengadilan Niaga Semarang, 21 Oktober 2024 lalu.

PT Indo Bharat Rayon bertindak sebagai pihak penggugat dalam perkara pailit tersebut. Setelah mengajukan kasasi dengan nomor perkara 1345 K/PDT.SUS-PAILIT/2024, MA akhirnya memutuskan untuk menolak permohonan kasasi Sritex.

"Amar Putusan: Tolak," demikian bunyi keputusan yang tercantum di halaman Kepaniteraan MA, yang dikutip pada Jumat, 20 Desember 2024.

Permohonan kasasi diterima oleh Kepaniteraan MA pada 12 November 2024, dan diputuskan oleh majelis hakim pada 18 Desember 2024. Keputusan ini diambil oleh tiga orang majelis hakim.

Sebagai informasi, sebelum mengajukan kasasi, Sritex telah menyatakan melakukan pembicaraan internal dan berdiskusi dengan para pemangku kepentingan lainnya. Kasasi tersebut diajukan untuk menanggapi putusan pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang dalam perkara dengan nomor 2/Pdt. Sus Homologasi/2024/PN Niaga Smg pada 21 Oktober 2024.

Sritex menyatakan mereka menghormati keputusan hukum yang telah dijatuhkan. "Kami menghormati putusan hukum tersebut, dan merespons cepat dengan melakukan konsolidasi internal dan konsolidasi dengan para stakeholder terkait," kata Sritex dalam keterangan tertulis yang disampaikan pada Jumat, 25 Oktober 2024.

Mereka juga menyatakan telah mendaftarkan kasasi untuk menyelesaikan masalah ini dengan cara yang baik dan memastikan kepentingan para pemangku kepentingan tetap terpenuhi.

Permendag 8 Picu Kebangkrutan Sritex?

Beberapa waktu lalu Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kemenperin mengadakan pertemuan untuk mendiskusikan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang berfokus pada Kebijakan dan Pengaturan Impor.

Permendag ini diidentifikasi sebagai salah satu faktor penyebab kesulitan yang dialami oleh Sritex, salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia.

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengonfirmasi bahwa pertemuan berlangsung di Bandung, Jawa Barat.

“Saya mendapatkan informasi bahwa pertemuan tersebut membahas Permendag 8/2024 antara Kemenperin, Kemendag, dan Bea Cukai,” kata Febri di Jakarta, Kamis, 31 Oktober 2024.

Namun, ia belum bisa memberikan rincian hasil pertemuan tersebut, hanya memastikan bahwa diskusi berfokus pada persoalan yang dihadapi industri tekstil, termasuk Sritex.

Menurut Febri, Sritex telah mengalami masalah yang berkepanjangan, tetapi situasi perusahaan semakin parah sejak penerapan Permendag 8/2024 pada Mei 2024.

“Puncaknya terjadi akibat Permendag 8/2024, yang memberikan kelonggaran pada impor produk tekstil dan pakaian jadi,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa sebelum Permendag 8/2024, regulasi impor diatur melalui Permendag 36/2023, yang membatasi masuknya barang impor melalui larangan terbatas dan penerbitan Peraturan Teknis (Pertek) oleh Kemenperin.

“Dengan skema tersebut, kami bisa mengendalikan masuknya produk luar negeri dan melindungi industri domestik,” kata Febri.

Namun, setelah hadirnya Permendag 8/2024 justru diindikasi menyebabkan semakin terpuruknya industri tekstil karena melonggarkan aturan impor.

Febri menyoroti bahwa kini barang-barang seperti pakaian jadi dan sepatu dapat diimpor dengan lebih mudah dan harga yang lebih murah, sehingga membuat produk dalam negeri sulit bersaing. (*)