KABARBURSA.COM - Pada perdagangan pasar spot Kamis, 19 Desember 2024 pagi, nilai tukar rupiah dibuka di posisi Rp16.254 per dolar AS, mengalami pelemahan sebesar 157 poin atau 0,98 persen.
Pelemahan ini mencerminkan tidak hanya dialami oleh mata uang Garuda, tetapi juga mayoritas mata uang Asia lainnya, seperti dolar Hong Kong, yen Jepang, yuan China, won Korea Selatan, baht Thailand, hingga ringgit Malaysia yang turut melemah terhadap dolar AS. Sebaliknya, peso Filipina menjadi pengecualian, mencatat penguatan sebesar 0,14 persen.
Mata uang negara maju juga menunjukkan pergerakan yang lebih beragam. Poundsterling Inggris naik 0,10 persen, euro Eropa meningkat 0,20 persen, franc Swiss menguat 0,10 persen, dan dolar Australia naik tipis 0,08 persen, sementara dolar Kanada terkoreksi sebesar 0,01 persen.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, menjelaskan bahwa melemahnya rupiah tak lepas dari ketidakpastian ekonomi global yang terus meningkat, terutama setelah Donald Trump kembali terpilih sebagai Presiden AS. Hal ini memicu penguatan mata uang dolar AS akibat meningkatnya alokasi portofolio global ke Negeri Paman Sam.
Selain itu, terbatasnya ruang bagi Bank Sentral AS untuk menurunkan suku bunga Fed Fund Rate semakin memperkuat dominasi dolar AS. Sementara, ketegangan geopolitik turut menambah tekanan terhadap nilai tukar.
Berdasarkan data Bloomberg per pukul 15.07 WIB, Rabu, 18 Desember 2024, kurs rupiah tercatat mengalami penguatan tipis sebesar 3 poin atau 0,02 persen ke posisi Rp16.097 per dolar AS. Sebelumnya, nilai tukar rupiah sempat berada di level Rp16.115 per dolar AS pada pukul 12.00 WIB.
Meski demikian, angka ini masih lebih tinggi dibanding awal bulan Desember, ketika kurs berada di Rp15.905 per dolar AS. Perry mencatat, sepanjang Desember hingga 17 Desember 2024, rupiah telah melemah sebesar 1,37 persen secara point to point dari bulan sebelumnya.
Untuk menjaga stabilitas nilai tukar, Bank Indonesia mengimplementasikan sejumlah langkah strategis. Salah satunya adalah intervensi di pasar spot dengan menjual dolar AS dari cadangan devisa sekaligus membeli rupiah. B
BI juga aktif di pasar Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) untuk memberikan perlindungan terhadap risiko fluktuasi nilai tukar. Selain itu, BI melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) dari pasar sekunder sebagai bagian dari upaya menjaga likuiditas pasar keuangan.
Hingga saat ini, BI telah membeli SBN senilai Rp169,5 triliun, dengan rincian Rp62 triliun dari pasar primer dan Rp107 triliun dari pasar sekunder. Perry juga mengungkapkan rencana pemerintah untuk menerbitkan SBN yang lebih menarik guna mendukung stabilitas keuangan.
Inovasi lainnya adalah penerbitan Sertifikat Rupiah Bank Indonesia (SRBI), instrumen moneter baru yang dirancang untuk meningkatkan daya tarik investasi domestik. SRBI berhasil mencatat aliran dana masuk sebesar USD 1,3 miliar pada kuartal IV 2024, sebuah sinyal positif di tengah tekanan global.
Di sisi lain, meskipun terjadi arus keluar modal asing hingga USD 2,4 miliar, terdapat indikasi pemulihan di pasar surat utang dengan dana asing mulai kembali masuk sebesar USD 0,8 miliar.
Perry optimistis langkah-langkah yang telah dilakukan Bank Indonesia, seperti intervensi pasar, penerbitan SRBI, dan kerjasama dengan Kementerian Keuangan untuk menghadirkan instrumen investasi baru, mampu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan memperkuat daya saing pasar keuangan domestik.
Di tengah ketidakpastian global, respons strategis ini diharapkan menjadi penopang kestabilan ekonomi Indonesia menuju tahun yang penuh tantangan.
Sebelumnya, pada 22 November kemarin, BI sempat melakukan intervensi demi menekan kurs rupiah yang sempat melonjak.
Kala itu, rupiah ditutup di level Rp15.875 per dolar AS. Angka tersebut menguat sebesar 55 poin atau 0,35 persen dibandingkan penutupan sebelumnya di Rp15.930 per dolar AS.
Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C Permana, mengonfirmasi bahwa penguatan rupiah kali ini merupakan hasil dari intervensi langsung BI.
“Saat ini, pelaku pasar sedang menjauhi aset berisiko dan kembali mencari aset yang dianggap lebih aman. Dalam situasi ini, intervensi BI menjadi penentu,” kata Fikri.
Bank Indonesia telah mengadopsi strategi operasi moneter yang pro-pasar untuk menarik aliran modal asing guna menopang stabilitas rupiah. Gubernur BI Perry Warjiyo, menjelaskan bahwa langkah ini membuat pelemahan rupiah relatif lebih kecil dibandingkan dengan mata uang negara lain.
Perry memaparkan, stabilisasi nilai tukar rupiah difokuskan pada empat instrumen utama. Pertama, mempertahankan BI Rate tetap stabil. Kedua, melakukan intervensi aktif di pasar valuta asing melalui transaksi tunai maupun Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF).
Ketiga, mengoptimalkan Surat Berharga Rupiah Berbasis Indeks (SRBI) untuk mendorong inflow modal asing. Keempat, menjaga keberlanjutan kebijakan moneter yang sejalan dengan target stabilitas nilai tukar.
“Upaya ini telah meningkatkan kepemilikan non-residen dalam instrumen SRBI, yang memberikan kontribusi besar terhadap stabilisasi rupiah,” ujar Perry dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur BI November 2024.
Meski langkah BI menunjukkan hasil positif, tekanan terhadap rupiah diperkirakan masih akan berlanjut. Ketidakpastian global, terutama dari Amerika Serikat, terus menjadi faktor utama yang memengaruhi pergerakan nilai tukar.
Fikri mencatat bahwa belum adanya keputusan dari Presiden AS, Donald Trump, terkait calon Menteri Keuangan AS berikutnya turut menambah kecemasan pasar.
“Ketidakpastian ini memengaruhi pelaku pasar global, yang cenderung berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi,” kata Fikri.(*)