Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Dana Cadangan Negara bisa Dipinjam, BUMN Berminat?

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 18 December 2024 | Penulis: Ayyubi Kholid | Editor: Redaksi
Dana Cadangan Negara bisa Dipinjam, BUMN Berminat?

KABARBURSA.COM - Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 88 Tahun 2024 membuka peluang baru dalam pengelolaan keuangan negara. Dana cadangan negara atau Saldo Anggaran Lebih (SAL) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diperbolehkan dipinjam ke pihak tertentu.

Untuk diketahui, SAL merupakan akumulasi bersih dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) atau Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SiKPA) dari tahun-tahun sebelumnya. Penggunaannya sebagai penerimaan pembiayaan APBN harus mendapatkan persetujuan DPR dan ditetapkan dalam Undang-Undang APBN.

Menurut Direktur Eksekuitif Bright Institute Awalil Rizky, penggunaan dana SAL sebagai langkah untuk menghadapi kebutuhan mendesak.

Direktur Eksekutif Bright Institute Awalil Rizky mengatakan ada dua alasan utama diterbitkannya PMK ini, yaitu untuk menjaga stabilitas nilai Surat Berharga Negara (SBN). Dan, untuk membantu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengalami kesulitan likuiditas.

Katanya, PMK 88/2024 memungkinkan BUMN, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Pemerintah Daerah (Pemda), dan Badan Hukum Lainnya (BHL) menjadi debitur SAL.

Namun, Awalil menilai, BUMN adalah pihak yang paling potensial untuk memanfaatkan fasilitas ini karena syarat utama pinjaman berupa jaminan deposito atau SBN sulit dipenuhi oleh Pemda atau BUMD.

“Syarat pinjaman SAL adalah jaminan berupa deposito atau SBN. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah berharap BUMN tidak menjual SBN di pasar obligasi yang dapat menurunkan nilainya,” kata Awalil kepada Kabar Bursa, Rabu, 18 Desember 2024.

Menurut Awalil, kebijakan ini tampaknya seperti solusi sementara untuk mengatasi masalah jangka pendek, mengingat pinjaman SAL bersifat jangka pendek dengan durasi maksimal 90 hari dan harus dilunasi sebelum akhir tahun anggaran.

“Banyak BUMN saat ini berada dalam kondisi keuangan yang riskan. Pinjaman SAL ini terkesan seperti tambal sulam untuk BUMN yang sedang ‘berdarah-darah,” ujarnya.

SAL yang Tidak Terkontrol

Awalil menyebut nilai SAL telah meningkat tajam sejak 2019 dan terkesan tidak terkendali, terutama setelah pandemi.

Sebagai ilustrasi, SiLPA pada 2022 tercatat sebesar Rp479,96 triliun, sementara pada 2023 mencapai Rp459,50 triliun. Sebelumnya, posisi SAL umumnya di bawah Rp200 triliun, bahkan sebelum 2014 hampir selalu di bawah Rp100 triliun.

“Kondisi SAL yang terlalu besar mengindikasikan sistem penganggaran yang kurang efektif dan efisien,” ujar Awalil.

Ia menekankan bahwa pengelolaan SAL seharusnya lebih transparan dan dikomunikasikan secara terbuka kepada publik. Ia juga berharap agar DPR memperhatikan secara khusus perubahan aturan yang dilakukan melalui PMK 88/2024.

“Meski pemerintah menyatakan prinsip kehati-hatian akan diutamakan, pinjaman SAL tetap memiliki risiko, terutama terkait pasar SBN dan stabilitas perbankan. Informasi lebih mendetail perlu disampaikan kepada publik, dan DPR harus mengawasi kebijakan ini secara ketat,” pungkas Awalil.

Transparansi SAL Diperlukan

Sementara itu, Direktur Riset Bright Institute Muhammad Andri Perdana menekankan pentingnya transparansi dalam pengelolaan SAL. Menurut dia, diskusi mengenai SAL sangat jarang dilakukan, meskipun nilai yang terlibat sangat besar.

Sebagai contoh, koreksi pembukuan SAL pada 2022 menghasilkan selisih yang signifikan. Penyesuaian pada 2023 menunjukkan kelebihan Rp11,6 triliun, tetapi kemudian berubah menjadi minus Rp3,5 triliun.

“Nilai SAL yang dipertaruhkan sangat besar. DPR harus lebih aktif mempertanyakan berbagai aspek pengelolaan SAL kepada pemerintah sebagai bagian dari pengawasan keuangan negara,” kata Andri.

Daftar BUMN yang Merger

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkapkan rencana penggabungan PT Pelni (Persero) dan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) ke dalam PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo. Menurutnya, Pelni dan ASDP nantinya akan menjadi anak usaha dari Pelindo.

Langkah ini bagian dari upaya Kementerian BUMN untuk merampingkan jumlah perusahaan BUMN yang akan disusutkan menjadi hanya 30 entitas.

“Kami sudah mendorong penggabungan Pelni, ASDP, dan Pelindo. Pelindo akan menjadi holding-nya,” kata Erick saat ditemui di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa, 17 Desember 2024.

Pelindo sendiri merupakan holding BUMN di sektor kepelabuhanan yang terbentuk melalui penggabungan empat perusahaan pelat merah, yakni Pelindo I, II, III, dan IV. Penyatuan ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi operasional pelabuhan di Indonesia.

Sementara itu, Pelni bergerak di sektor pelayaran angkutan penumpang dan barang, sedangkan ASDP fokus pada jasa penyeberangan transportasi air.

Lanjut Erick menjelaskan, penggabungan ini diharapkan dapat memperkuat layanan kepelabuhanan Indonesia, baik untuk penumpang maupun angkutan logistik.

“Langkah ini akan mendukung penurunan biaya logistik dan meningkatkan keselamatan penumpang,” ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa dengan peningkatan kualitas pelabuhan, manajemen kapal Pelni dan operasional ASDP juga akan lebih efisien.

“Semua aspek ini akan terintegrasi, memberikan layanan yang lebih baik baik untuk penumpang maupun barang, yang selama ini masih terpisah-pisah,” ujar Erick.

Menanggapi rencana penggabungan itu, Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Heru Widodo mengatakan bahwa hingga saat ini belum ada pembahasan lebih lanjut terkait rencana penggabungan ini dengan Kementerian BUMN.

“Itu bukan urusan kami, belum ada pembahasan dengan Kementerian BUMN. Itu nanti terserah Pak Erick saja,” kata Heru di Jakarta, Selasa, 17 Desember 2024.

KAI dan INKA akan Dilebur Jadi Satu

Selain itu, Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan pemerintah akan PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI dengan PT Industri Kereta Api (Persero) atau INKA.

“Proses pengurangan jumlah BUMN dari 47 menjadi 30 perusahaan, salah satunya adalah penggabungan antara KAI dan INKA. Ini adalah langkah penting, mengingat KAI yang membutuhkan gerbong harus berkoordinasi dengan INKA. Tanpa koordinasi, akan sulit untuk menyinkronkan kebutuhan tersebut,” kata Erick Thohir dalam konferensi pers di Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa, 17 Desember 2024.

Melalui program holdingisasi yang telah dijalankan dalam empat tahun terakhir, Erick berharap struktur korporasi antara KAI dan INKA akan semakin solid. Salah satu perusahaan akan berperan sebagai induk perusahaan (holding company), sementara yang lainnya akan menjadi anak perusahaan.

“Selama ini, hubungan antara KAI dan INKA sudah semakin baik. Namun, dengan restrukturisasi yang lebih jelas, akan ada pembagian peran yang lebih tegas, yaitu antara induk dan anak perusahaan. Ini akan membawa dampak positif bagi kedua perusahaan,” jelasnya.

Rencananya, KAI akan menjadi perusahaan induk yang akan membawahi INKA. Erick menyebutkan bahwa pihaknya akan segera mengajukan proses tersebut dan menyelesaikan persetujuan yang diperlukan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

“Induknya pasti KAI, bukan INKA. Kami akan mendorong prosesnya agar segera disetujui, karena Kementerian Keuangan juga memiliki kewenangan atas kepemilikan ini,” ujar Erick.

Dia berharap penggabungan kedua BUMN ini dapat terealisasi pada tahun depan. Ia juga menegaskan bahwa program holdingisasi BUMN akan terus dilanjutkan pada masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. (*)