KABARBURSA.COM - Ekonom senior Raden Pardede, memprediksi akan ada empat sektor yang bisa mencatatkan kinerja moncer pada 2025 berkat kebijakan yang diambil oleh pemerintah.
Raden melihat sektor-sektor tersebut memiliki potensi untuk menambah kas perusahaan dan lebih fokus lagi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Salah satu sektor yang dimaksud ialah makanan dan minuman.
Raden menyampaikan jika sektor ini berpotensi gemilang berkat adanya program makan bergizi gratis yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto.
"Bisa dilihat jelas industri makanan minuman itu pasti akan bagus. Ini berkaitan dengan program dari pemerintah yg makan bergizi gratis," ujar dia dalam acara Market Outlook 2025 yang diselenggarakan CTBC Bank di Jakarta, Selasa, 17 Desember 2024.
Selanjutnya, ada sektor travel dan tourism. Raden memaparkan, sektor ini bakal semringah pada tahun depan dikarenakan adanya keinginan pemerintah dalam menurunkan harga tiket pesawat.
Lebih lanjut, pria 64 tahun itu memaparkan jika industri kelapa sawit kemungkinan juga akan diselimuti angin segar pada tahun 2025 mendatang.
"Karena harga dari pada baha baku terutama untuk pupuk saya melihat tidak akan ada kenaikan. Sebab, bahan baku pupuk itu berasal dari minyak dan gas, proyeksi daripada word bank terhadap harga minyak dan pupuk itu relatif rendah," jelas Raden.
Selain itu, dirinya juga memandang jika demand atau permintaan terhadap kelapa sawit hingga minyak nabati serta lainnya, berpotensi meningkat pada 2025.
Terakhir, ia memastikan sektor properti, terutama perumahan, juga diprediksi akan cemerlang. Hal ini tidak lepas dari program tiga juta rumah yang dicanangkan pemerintah.
"Tapi tergantung segmentasinya kalo kita lihat program pemerintah itu, kalau saya lihat kredit untuk perumahan itu masih relatif bagus untuk kelas atas tidak menjadi persoalan. Sementara kelas bawah ini mungkin akan bisa didorong oleh program tiga juta rumah, program ini juga membuat sektor perumahan masih bersinar," pungkasnya.
Sebelumnya, pemerintah telah mengumumkan pada tentang serangkaian paket kebijakan ekonomi untuk tahun 2025 yang diperkirakan akan berdampak signifikan pada berbagai sektor ekonomi, termasuk pasar saham.
Dengan fokus pada penguatan daya beli masyarakat menengah ke bawah, kebijakan ini mencakup beberapa langkah strategis seperti penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen secara selektif, bantuan pangan, insentif untuk sektor padat karya, serta perpanjangan insentif di sektor properti dan otomotif.
Kenaikan PPN menjadi 12 persen hanya berlaku untuk barang dan jasa premium, seperti beras premium, daging wagyu, lobster, jasa pendidikan, dan kesehatan premium, serta tarif listrik untuk pelanggan kategori 3.500–6.600 VA. Sebaliknya, barang kebutuhan pokok seperti beras biasa, telur, dan susu tetap bebas PPN.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa penerapan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025 akan mengedepankan prinsip keadilan dan gotong royong, serta mempertimbangkan aspirasi masyarakat.
Menurut Sri Mulyani, kebijakan ini juga didukung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai instrumen untuk menjaga daya beli masyarakat agar roda perekonomian tetap bergerak di tengah tantangan global maupun domestik.
“Ekonomi kita tetap bisa berjalan meski dihadapkan pada dinamika global dan situasi dalam negeri yang terus kita waspadai,” jelasnya dalam konferensi pers bertema Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan, di Kementerian Ekonomi, Jakarta Pusat, Senin 16 Desember 2024.
Pemerintah juga menanggung kenaikan PPN (PPN Ditanggung Pemerintah atau DTP) untuk tepung terigu, gula industri, dan minyak goreng Minyakita agar tarifnya tetap 11 persen.
“Barang-barang seperti tepung terigu, gula untuk industri, dan Minyak Kita akan tetap terjangkau karena pemerintah menanggung kenaikan 1 persen,” ujar Sri Mulyani.
Diberitakan beberapa waktu lalu, Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) baru-baru ini merilis OECD Economic Survey of Indonesia 2024, yang merupakan laporan tahunan yang memberikan gambaran mendalam tentang kondisi ekonomi Indonesia.
Laporan ini menyoroti dua topik utama yang sedang menjadi perhatian global, yaitu transisi hijau dan digitalisasi.
Survei ini merupakan hasil dialog kebijakan antara OECD dan pembuat kebijakan di berbagai negara, termasuk Indonesia, yang bertujuan untuk memberikan rekomendasi dan wawasan terkait kebijakan ekonomi.
Survei Ekonomi OECD mencakup beragam aspek, termasuk kondisi makroekonomi, pasar tenaga kerja, sosial, investasi, perdagangan, lingkungan hidup, serta isu-isu kebijakan lainnya yang relevan.
Dalam laporan ini, OECD mengapresiasi pemulihan ekonomi Indonesia pascapandemi, meskipun juga memberikan peringatan tentang perlunya kehati-hatian dalam pengelolaan kebijakan fiskal dan moneter untuk memastikan stabilitas ekonomi jangka panjang.
Berdasarkan proyeksi OECD, Indonesia diperkirakan akan mencatatkan angka pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen pada tahun 2025.
Angka ini menunjukkan pemulihan yang stabil setelah periode krisis global yang disebabkan oleh pandemi COVID-19.
Meski demikian, OECD menekankan bahwa Indonesia harus terus mengawasi kebijakan fiskalnya dengan hati-hati untuk menghindari potensi ketidakstabilan ekonomi.
Salah satu pencapaian yang patut dicatat dalam laporan tersebut adalah penurunan inflasi yang signifikan. Inflasi Indonesia, yang pada 2022 sempat mencapai 6 persen, berhasil ditekan hingga mencapai 1,7 persen pada Oktober 2024. Ini menunjukkan keberhasilan kebijakan moneter yang diterapkan oleh pemerintah dalam menjaga kestabilan harga.(*)