KABARBURSA.COM - Pasar saham Asia melemah pada Senin, 16 Desember 2024 pagi setelah rilis data ekonomi China menunjukkan performa yang lesu di November 2024. Sementara itu, Bitcoin melonjak ke level tertinggi baru hingga menembus USD106.000 sebelum terkoreksi tipis.
Dilansir dari Apnews di Jakarta, Senin, 16 Desember 2024, Bitcoin diperdagangkan di USD104.948 pada awal perdagangan, naik 3,4 persen dari hari sebelumnya. Kenaikan tajam ini terjadi setelah Presiden terpilih AS, Donald Trump, memberikan sinyal dukungan terhadap aset kripto, termasuk dengan menunjuk Paul Atkins, seorang pendukung kripto, sebagai calon ketua baru Securities and Exchange Commission atau SEC. Sebelumnya, Bitcoin berada di bawah USD70.000 sebelum pemilu 5 November.
Di sisi lain, ekonomi China memberikan tanda-tanda perlambatan. Data terbaru menunjukkan penjualan ritel di China melambat, produksi pabrik stagnan, dan penjualan properti mengalami penurunan. Shanghai Composite ditutup mendatar di level 3.390,91. Situasi ini mencerminkan kekhawatiran akan kondisi ekonomi global, terutama dengan ancaman tarif impor tinggi yang dijanjikan Trump.
Di pasar Asia lainnya, Kospi Korea Selatan turun 0,3 persen ke 2.486,47, sementara Taiex Taiwan naik tipis 0,1 persen. Di India, Sensex melemah 0,4 persen, dan SET Thailand tertekan 0,9 persen.
Sementara itu, saham di Wall Street mengakhiri pekan lalu dengan performa campuran. Indeks S&P 500 nyaris tidak bergerak, turun 0,1 persen di level 6.051,09, mencatatkan kerugian mingguan pertama setelah tiga pekan berturut-turut menguat. Kemudian Dow Jones turun 0,2 persen ke 43.828,06, sedangkan Nasdaq naik tipis 0,1 persen ke 19.926,72, nyaris menyentuh rekor tertingginya.
Teknologi menjadi sektor pendorong utama dengan saham Broadcom melonjak 24,4 persen, mencatatkan kenaikan tertinggi di S&P 500 setelah laporan kinerja yang solid dan peningkatan proyeksi pendapatan tahunan. Namun, saham teknologi lain seperti Nvidia (-2,2 persen), Meta Platforms (-1,7 persen), dan Alphabet (-1,1 persen) justru membebani pasar.
Restoration Hardware melonjak 17 persen setelah menaikkan proyeksi pertumbuhan pendapatan, sementara Airbnb dan Charles Schwab mencatatkan penurunan masing-masing sebesar 4,7 persen dan 4 persen.
Harga minyak melemah di awal pekan. Minyak mentah WTI turun 47 sen ke USD70,82 per barel, sementara Brent crude turun 36 sen ke USD74,13 per barel. Di pasar mata uang, dolar AS melemah terhadap yen ke 153,62, sementara euro menguat tipis ke USD1,0516.
Sementara pasar saham Asia tertekan oleh data ekonomi China yang lesu, sorotan kini bergeser ke sektor manufaktur yang tetap menjadi tulang punggung ekonomi di kawasan ini. Meskipun tantangan seperti perlambatan produksi dan ancaman tarif membayangi, daya saing industri Asia masih mencuri perhatian global.
Dilansir dari China Briefing di Jakarta, Senin, 16 Desember 2024, laporan terbaru Dezan Shira & Associates Asia Manufacturing Index 2025 memberikan gambaran mendalam tentang lanskap industri di Asia. Data ini menilai daya tarik investasi manufaktur di sebelas negara melalui berbagai indikator penting seperti kebijakan pajak, infrastruktur, dan inovasi.
Untuk tahun kedua berturut-turut, China kembali menempati peringkat pertama dalam indeks ini. Negeri Tirai Bambu mempertahankan posisi kepemimpinannya meskipun menghadapi dinamika pasar yang signifikan. Sebagai “Pabrik Dunia", China mempertahankan statusnya sebagai produsen terbesar global selama 14 tahun berturut-turut sejak 2010.
Meskipun menghadapi tantangan geopolitik dan persaingan dari ekonomi lain, sektor manufaktur China tetap solid. Hingga kuartal ketiga 2024, nilai tambah manufaktur China mencapai RMB32,09 triliun (sekitar USD4,49 triliun), meningkat 10,6 persen dibandingkan periode yang sama pada 2023, dan menyumbang 39 persen dari total PDB.
Keunggulan China sebagai pusat manufaktur global tidak lepas dari dorongan inovasi melalui kebijakan terkini, insentif regulasi, jaringan perdagangan yang luas, infrastruktur matang, serta tenaga kerja terampil. Strategi China+1, yang mendorong diversifikasi rantai pasokan tanpa sepenuhnya meninggalkan pasar China juga membantu mempertahankan posisi negara ini sebagai pemain dominan dalam industri manufaktur.
Meskipun ketidakpastian ekonomi global menghantui beberapa tahun terakhir, China tetap menjadi tujuan investasi utama bagi perusahaan multinasional. Hal ini didukung oleh sejumlah keunggulan kompetitif, seperti tenaga kerja yang besar dan terampil dengan biaya yang kompetitif, rantai pasokan yang terintegrasi dan efisien, serta infrastruktur yang canggih. Selain itu, dukungan kuat dari pemerintah melalui kebijakan, subsidi, dan insentif turut memperkuat daya tarik China sebagai pusat manufaktur global.
Meski sebagian perusahaan mulai mempertimbangkan reshoring atau near-shoring untuk mendiversifikasi operasi global mereka, banyak perusahaan dengan investasi mapan di China tetap berkomitmen untuk jangka menengah hingga panjang. Hal ini karena mereka melihat peluang besar dan berbagai insentif yang ditawarkan sehingga menjadikan China sebagai basis inti dalam strategi investasi mereka di Asia.
Laporan Asia Manufacturing Index 2025–sebelumnya dikenal sebagai Emerging Asia Manufacturing Index–bertujuan untuk mengevaluasi dinamika pertumbuhan dan risiko di Asia. Indeks ini menggunakan 48 parameter yang terbagi dalam delapan kriteria utama: ekonomi, risiko politik, lingkungan bisnis, perdagangan internasional, kebijakan pajak, infrastruktur, tenaga kerja, dan inovasi.
Berbeda dengan pendekatan teoritis, laporan ini menilai lingkungan bisnis nyata berdasarkan pengalaman konsultasi di lapangan. Faktor kualitatif seperti risiko politik dan iklim investasi asing dianalisis melalui masukan dari klien dan mitra. Tahun ini, indeks menambahkan Singapura, Korea Selatan, dan Jepang sehingga total negara yang dievaluasi menjadi 11 negara.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.