Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Harga Minyak Turun Jelang Pertemuan The Feds: Sanksi AS Batasi Penurunan

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 16 December 2024 | Penulis: Pramirvan Datu | Editor: Redaksi
Harga Minyak Turun Jelang Pertemuan The Feds: Sanksi AS Batasi Penurunan

KABARBURSA.COM - Harga minyak berjangka mengalami penurunan setelah mencapai puncaknya dalam beberapa minggu terakhir, karena investor menunggu hasil pertemuan Federal Reserve yang dijadwalkan akhir minggu ini untuk melihat kemungkinan penurunan suku bunga lebih lanjut.

Namun, penurunan harga tersebut terhambat oleh kekhawatiran akan gangguan pasokan, terutama jika Amerika Serikat memberlakukan sanksi tambahan terhadap pemasok utama seperti Rusia dan Iran. Seperti dikutip reuters di Jakarta, Senin 16 Desember 2024.

Pada pukul 01.10 GMT, harga minyak mentah Brent tercatat turun 21 sen, atau 0,3 persen, menjadi USD74,28 per barel, setelah sebelumnya menyentuh level tertinggi sejak 22 November pada hari Jumat. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun 30 sen, atau 0,4 persen, menjadi USD70,99 per barel, setelah mencapai level penutupan tertinggi sejak 7 November pada sesi sebelumnya.

Penguatan harga minyak didorong oleh sanksi Uni Eropa yang baru diberlakukan terhadap minyak Rusia minggu lalu, serta harapan akan adanya sanksi yang lebih ketat terhadap pasokan Iran. Hal ini diungkapkan oleh analis pasar IG, Tony Sycamore, dalam sebuah catatan.

Menteri Keuangan AS, Janet Yellen, menyampaikan kepada Reuters pada hari Jumat bahwa AS sedang mempertimbangkan langkah-langkah sanksi lebih lanjut terhadap kapal tanker yang terlibat dalam armada gelap, serta kemungkinan sanksi terhadap bank-bank Tiongkok. Tujuannya adalah untuk mengurangi pendapatan minyak Rusia dan membatasi akses negara tersebut ke pasokan asing yang mendukung perangnya di Ukraina.

Sanksi-sanksi baru yang diberlakukan AS terhadap entitas yang memperdagangkan minyak Iran juga telah mendorong harga minyak mentah yang dijual ke China mencapai level tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintahan Trump yang akan datang diperkirakan akan menambah tekanan terhadap Iran.

Selain itu, harga minyak didorong oleh keputusan bank sentral utama di Kanada, Eropa, dan Swiss yang memotong suku bunga minggu lalu, serta ekspektasi bahwa Federal Reserve akan melanjutkan pemangkasan suku bunga dalam pertemuan mendatang, kata Sycamore.

Para analis memprediksi bahwa The Fed kemungkinan akan memangkas suku bunga sebesar seperempat poin persentase pada pertemuannya yang dijadwalkan pada 17-18 Desember. Selain itu, pertemuan tersebut diharapkan memberikan gambaran lebih jelas tentang proyeksi penurunan suku bunga oleh para pejabat The Fed pada tahun 2025 dan kemungkinan hingga 2026.

Ekspetasi Sanksi Baru

Harga minyak mentah melonjak sekitar 2 persen pada Jumat, 13 Desember 2024, menembus level tertinggi dalam tiga pekan terakhir. Kenaikan ini didorong oleh ekspektasi sanksi baru terhadap Rusia dan Iran yang dapat memperketat pasokan global, serta potensi pemangkasan suku bunga di Eropa dan Amerika Serikat yang diperkirakan akan mendorong permintaan bahan bakar.

Minyak mentah Brent naik USD1,08 atau 1,5 persen ke USD74,49 per barel, sedangkan West Texas Intermediate (WTI) AS menguat USD1,27 atau 1,8 persen ke USD71,29 per barel. Brent mencatat kenaikan mingguan 5 persen, sementara WTI membukukan kenaikan 6 persen, menjadikannya level tertinggi sejak awal November.

Analis Ritterbusch and Associates menyebutkan kenaikan harga minyak didukung oleh ekspektasi sanksi yang lebih ketat terhadap Rusia dan Iran, dukungan ekonomi dari China, ketegangan politik di Timur Tengah, serta proyeksi pemangkasan suku bunga The Fed.

Uni Eropa telah menyepakati paket sanksi ke-15 terhadap Rusia, termasuk menargetkan armada kapal tanker bayangan negara tersebut. Langkah serupa juga tengah dipertimbangkan oleh Amerika Serikat. Di sisi lain, Inggris, Prancis, dan Jerman menyampaikan kesiapan mereka kepada PBB untuk menerapkan kembali sanksi internasional terhadap Iran guna mencegah pengembangan senjata nuklir.

Data terbaru menunjukkan impor minyak mentah China, negara pengimpor terbesar dunia, meningkat secara tahunan pada November untuk pertama kalinya dalam tujuh bulan terakhir. Kenaikan ini didorong oleh kilang yang meningkatkan pembelian minyak dari Arab Saudi yang menawarkan harga lebih kompetitif.

Banyak Stimulus Ekonomi

Badan Energi Internasional (IEA) meningkatkan proyeksi pertumbuhan permintaan minyak global 2025 menjadi 1,1 juta barel per hari, naik dari estimasi sebelumnya sebesar 990 ribu barel. Hal ini dipengaruhi oleh kebijakan stimulus yang diambil oleh China. Namun, permintaan kredit di China tetap lemah, meskipun pemerintah berjanji meluncurkan lebih banyak stimulus ekonomi.

Sementara itu, IEA memprediksi surplus minyak pada 2025, dengan negara-negara non-OPEC+ seperti Argentina, Brasil, Kanada, Guyana, dan AS diperkirakan akan menambah pasokan sebesar 1,5 juta barel per hari. OPEC+ terus menjaga disiplin produksi, dengan Uni Emirat Arab merencanakan pengurangan pengiriman minyak pada awal tahun depan.

Harga minyak Iran ke China juga melonjak ke level tertinggi dalam beberapa tahun terakhir akibat sanksi AS yang memperketat kapasitas pengiriman. Tekanan terhadap Iran diperkirakan akan meningkat di bawah pemerintahan Presiden AS terpilih Donald Trump, memengaruhi keseimbangan pasar minyak global.

Investor bertaruh pada pemangkasan suku bunga oleh The Fed pekan depan, dengan harapan pemangkasan lanjutan pada tahun mendatang. Di Eropa, empat pembuat kebijakan Bank Sentral Eropa mendukung langkah serupa jika inflasi tetap berada pada target 2 persen. Penurunan suku bunga ini diharapkan dapat merangsang pertumbuhan ekonomi dan mendukung permintaan minyak lebih tinggi.(*)