Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

China Perketat Pengendalian Emisi Metana untuk Kurangi Pemanasan Global

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 14 December 2024 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Redaksi
China Perketat Pengendalian Emisi Metana untuk Kurangi Pemanasan Global

KABARBURSA.COM - China berencana memperketat aturan pengendalian emisi metana yang dihasilkan dari aktivitas tambang batu bara. Dilansir dari Reuters di Jakarta, Sabtu, 14 Desember 2024, Kementerian Lingkungan Hidup China menyatakan langkah ini bertujuan untuk menekan emisi gas metana yang memiliki efek pemanasan jauh lebih besar dibandingkan karbon dioksida.

Meski efek gas rumah kaca yang dihasilkan lebih kuat, metana hanya bertahan sekitar 10 tahun di atmosfer. Berbeda dengan karbon dioksida yang jauh lebih lama karena bertahan hingga 1.000 tahun. Upaya mengurangi metana pun dinilai efektif untuk menekan kenaikan suhu global dalam waktu relatif singkat.

Hingga kini, lebih dari 150 negara telah berkomitmen untuk memangkas emisi metana sebesar 30 persen pada 2030. Namun, sebagai penyumbang emisi terbesar dunia, China belum menetapkan target spesifik.

Meski begitu, tahun lalu negara ini berjanji akan meningkatkan upaya penangkapan metana dari tambang, serta memperketat pengendalian emisi di peternakan dan tempat pembuangan sampah.

“Pengendalian emisi metana secara aktif, stabil, dan terencana dapat memberikan manfaat iklim dengan memperlambat kenaikan suhu global, manfaat ekonomi melalui pemanfaatan sumber daya energi, serta manfaat keselamatan dengan mengurangi risiko kecelakaan kerja,” demikian keterangan resmi yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup China, Kamis, 13 Desember 2024, lalu.

Aturan baru ini mewajibkan tambang batu bara yang menghasilkan gas metana dengan konsentrasi 8 persen atau lebih, serta lebih dari 10 meter kubik gas metana murni per menit untuk menangkap dan memanfaatkan gas tersebut. Gas yang tidak dapat dimanfaatkan harus dimusnahkan. Standar ini lebih ketat dibandingkan aturan sebelumnya yang menetapkan ambang batas 30 persen sejak 2008.

China mewajibkan bagi para perusahaan tambang batu bara yang akan baru beroperasi agar mematuhi aturan ini mulai April 2025. Sementara tambang yang sudah beroperasi lebih lama diberikan waktu hingga April 2027. Saat ini, sekitar 3.000 tambang batu bara di China menyumbang 40 persen dari total emisi metana negara tersebut, jumlah yang setara dengan emisi dari sektor pertanian.

Laporan dari Global Energy Monitor (GEM) menyebutkan, satelit telah mendeteksi 23 semburan besar metana dari tambang batu bara di China, Australia, Kolombia, dan Meksiko antara Januari 2023 hingga April 2024. Data ini memperkuat urgensi pengendalian metana, khususnya di sektor energi.

 Emisi Metana di Indonesia

Langkah tegas China dalam mengendalikan emisi metana dari tambang batu bara menjadi sorotan penting bagi negara-negara produsen batu bara lainnya, termasuk Indonesia. Sebagai salah satu eksportir utama batu bara dunia, Indonesia juga menghadapi tantangan besar dalam upaya pengurangan emisi gas rumah kaca. Namun, transparansi dan pelaporan emisi metana dari tambang batu bara di Indonesia masih jauh dari memadai.

Laporan dari Ember Energy mengungkap fakta bahwa sebagian besar perusahaan batu bara besar di Indonesia belum melaporkan emisi metana tambang mereka, meskipun gas ini memiliki efek pemanasan 30 kali lebih besar dibandingkan karbon dioksida.

Dari sepuluh perusahaan batu bara terbesar di Indonesia, hanya empat yang melaporkan emisi gas metana tambang batu bara mereka, yaitu Indo Tambangraya Megah (ITMG), Bukit Asam (PTBA), Golden Energy Mines (GEMS), dan Indika Energy (INDY). Bahkan, laporan ini menemukan emisi metana tambang bisa sama besar atau bahkan lebih tinggi dari emisi yang dilaporkan perusahaan melalui pembakaran bahan bakar fosil dan penggunaan listrik.

Namun, enam perusahaan lainnya, seperti Kaltim Prima Coal dan Berau Coal, belum memasukkan metana dalam inventarisasi emisi mereka. Padahal, tambang dengan nisbah kupas tinggi, seperti milik Berau Coal, cenderung menghasilkan lebih banyak metana karena penambangan di lapisan batu bara yang lebih dalam dan kaya gas.

Metana: Emisi yang Tidak Terlaporkan

Metana tambang batu bara adalah hasil dari proses penambangan di mana gas yang terperangkap dalam lapisan batu bara dilepaskan. Emisi ini disebut sebagai emisi fugitif. Selain itu, gas metana juga dilepaskan melalui ventilasi udara tambang (Ventilation Air Methane/VAM) dan drainase pratambang. Sayangnya, hingga saat ini, pengelolaan emisi ini belum menjadi prioritas bagi sebagian besar perusahaan.

Ember merekomendasikan langkah-langkah berikut untuk mengatasi tantangan ini:

  1. Pengukuran dan Pelaporan Emisi: Perusahaan harus mengikuti standar pelaporan internasional, seperti panduan IPCC dan Global Reporting Initiative (GRI), untuk menyertakan emisi metana dalam laporan keberlanjutan mereka.
  2. Diversifikasi Bisnis: Perusahaan batu bara didorong untuk mulai mengembangkan bisnis energi terbarukan sebagai langkah mitigasi jangka panjang.
  3. Teknologi Mitigasi: Memanfaatkan teknologi seperti VAM dan drainase pratambang untuk menangkap gas metana sebelum dilepaskan ke atmosfer.

Indonesia telah menetapkan target net zero emission pada 2060. Upaya serius untuk mengelola emisi metana pun menjadi sangat penting. Selain meningkatkan transparansi, pengelolaan emisi ini juga bisa membuka peluang pendanaan internasional untuk proyek energi bersih.(*)