KABARBURSA.COM – Nilai tukar rupiah diperkirakan bergerak fluktuatif pada Jumat, 13 Desember 2024, namun berpotensi ditutup menguat di kisaran Rp15.880 hingga Rp15.960 per dolar AS. Prediksi ini disampaikan oleh Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi.
“Mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat direntang Rp15.880 - Rp15.960,” ujar Ibrahim dalam laporan analisanya, dikutip KabarBursa.com di Jakarta, Jumat, 13 Desember 2024.
Kondisi pasar global masih dibayangi penguatan indeks dolar AS setelah data inflasi indeks harga konsumen (CPI) AS menunjukkan kenaikan tertinggi dalam tujuh bulan terakhir. Situasi ini membuat pasar meningkatkan ekspektasi pemangkasan suku bunga Federal Reserve pada pertemuan mendatang, dengan peluang mencapai 98 persen untuk penurunan sebesar 25 basis poin, menurut CME FedWatch Tool.
Selain faktor eksternal, ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan prospek kebijakan ekonomi Tiongkok juga menjadi perhatian pelaku pasar. Sementara itu, dari dalam negeri, pemerintah melaporkan defisit APBN hingga November 2024 mencapai Rp401,8 triliun atau 1,81 persen dari PDB, yang masih di bawah target tahunan.
Meskipun tantangan stabilitas fiskal terus meningkat, Menteri Keuangan Sri Mulyani menekankan upaya efisiensi belanja negara dan peningkatan pendapatan untuk menjaga keseimbangan ekonomi. Realisasi belanja hingga November 2024 telah mencapai 87 persen dari pagu anggaran, mencerminkan dorongan pemerintah dalam pemulihan ekonomi.
Pergerakan rupiah hari ini menjadi indikator penting untuk menilai respons pasar terhadap berbagai dinamika ekonomi global dan domestik. Pelaku pasar akan memantau data ekonomi terbaru dan arah kebijakan bank sentral untuk mengantisipasi peluang perdagangan lebih lanjut.
Pada Kamis, 12 Desember 2024, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tercatat mengalami pelemahan baik di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia maupun pasar spot.
Di laman Jisdor, rupiah diperdagangkan di level Rp15.939 per dolar AS, turun tipis sebesar 0,21 persen dibandingkan dengan posisi pada hari sebelumnya yang berada di Rp15.905 per dolar AS. Sementara itu, di pasar spot, rupiah ditutup pada level Rp15.945 per dolar AS, mengalami penurunan 0,16 persen dari hari sebelumnya yang berada di Rp15.919 per dolar AS.
Pelemahan rupiah pada hari tersebut sejalan dengan tren penurunan mayoritas mata uang Asia terhadap dolar AS. Pada pukul 15.00 WIB, mata uang Korea Selatan, yakni Won, tercatat sebagai yang paling tertekan, melemah 0,26 persen.
Rupiah menyusul dengan pelemahan sebesar 0,16 persen, sementara yen Jepang tercatat melemah 0,14 persen. Mata uang lain seperti ringgit Malaysia, rupee India, yuan China, dan dolar Hong Kong juga mengalami pelemahan, meskipun dengan intensitas yang lebih kecil.
Namun, di tengah pelemahan tersebut, terdapat beberapa mata uang Asia yang justru menguat terhadap dolar AS. Baht Thailand tercatat menguat 0,24 persen, diikuti oleh dolar Taiwan yang naik 0,18 persen. Peso Filipina dan dolar Singapura juga mencatatkan penguatan, masing-masing sebesar 0,10 persen dan 0,08 persen.
Pelemahan rupiah ini juga terlihat sejalan dengan pergerakan indeks dolar yang mencatatkan penurunan. Pada akhir perdagangan, indeks dolar yang mencerminkan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama dunia berada di angka 106,48, sedikit lebih rendah dari posisi sebelumnya yang tercatat di 106,71.
Hal ini menunjukkan adanya tekanan terhadap dolar AS di pasar global, meskipun masih menguat relatif terhadap mata uang mayoritas negara Asia.
Pelemahan mata uang Asia, termasuk rupiah, mencerminkan dampak berbagai faktor ekonomi, baik domestik maupun global, yang mempengaruhi pasar valuta asing. Investor dan pelaku pasar akan terus memantau dinamika ini untuk menentukan langkah selanjutnya, terutama terkait dengan kebijakan moneter dan pengaruhnya terhadap nilai tukar di masa mendatang.
Tidak hanya rupiah, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup sesi pertama di zona merah, terkoreksi sebesar 62 poin atau turun 0,82 persen, menuju level 7.403. Volume perdagangan tercatat mencapai 137,12 juta lot saham, dengan total nilai transaksi mencapai Rp6,72 triliun.
Tekanan terhadap IHSG sebagian besar dipicu oleh sektor teknologi yang melemah 1,04 persen. Sementara itu, sektor energi justru mencatatkan performa positif dengan kenaikan 0,46 persen, menunjukkan ketahanan sektor ini meski pasar secara keseluruhan terkoreksi.
Saham-saham yang menjadi top gainers dalam indeks LQ45 antara lain AKRA, MTEL, dan PGAS, sementara saham-saham yang mengalami pelemahan terparah di antaranya TOWR, ASII, dan ARTO.
Di pasar Asia, sebagian besar bursa saham menguat pada hari Kamis, mengikuti lonjakan yang tercatat di Wall Street, yang didorong oleh data inflasi yang lebih baik dari ekspektasi pada bulan November. Kenaikan tersebut memperpanjang optimisme bahwa penurunan suku bunga dari Federal Reserve semakin dekat.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.