KABARBURSA.COM - Pada Kamis, 12 Desember 2024, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tercatat mengalami pelemahan baik di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia maupun pasar spot.
Di Jisdor, rupiah diperdagangkan di level Rp15.939 per dolar AS, turun tipis sebesar 0,21 persen dibandingkan dengan posisi pada hari sebelumnya yang berada di Rp15.905 per dolar AS. Sementara itu, di pasar spot, rupiah ditutup pada level Rp15.945 per dolar AS, mengalami penurunan 0,16 persen dari hari sebelumnya yang berada di Rp15.919 per dolar AS.
Pelemahan rupiah pada hari tersebut sejalan dengan tren penurunan mayoritas mata uang Asia terhadap dolar AS. Pada pukul 15.00 WIB, mata uang Korea Selatan, yakni Won, tercatat sebagai yang paling tertekan, melemah 0,26 persen.
Rupiah menyusul dengan pelemahan sebesar 0,16 persen, sementara yen Jepang tercatat melemah 0,14 persen. Mata uang lain seperti ringgit Malaysia, rupee India, yuan China, dan dolar Hong Kong juga mengalami pelemahan, meskipun dengan intensitas yang lebih kecil.
Namun, di tengah pelemahan tersebut, terdapat beberapa mata uang Asia yang justru menguat terhadap dolar AS. Baht Thailand tercatat menguat 0,24 persen, diikuti oleh dolar Taiwan yang naik 0,18 persen. Peso Filipina dan dolar Singapura juga mencatatkan penguatan, masing-masing sebesar 0,10 persen dan 0,08 persen.
Pelemahan rupiah ini juga terlihat sejalan dengan pergerakan indeks dolar yang mencatatkan penurunan. Pada akhir perdagangan, indeks dolar yang mencerminkan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama dunia berada di angka 106,48, sedikit lebih rendah dari posisi sebelumnya yang tercatat di 106,71.
Hal ini menunjukkan adanya tekanan terhadap dolar AS di pasar global, meskipun masih menguat relatif terhadap mata uang mayoritas negara Asia.
Pelemahan mata uang Asia, termasuk rupiah, mencerminkan dampak berbagai faktor ekonomi, baik domestik maupun global, yang mempengaruhi pasar valuta asing. Investor dan pelaku pasar akan terus memantau dinamika ini untuk menentukan langkah selanjutnya, terutama terkait dengan kebijakan moneter dan pengaruhnya terhadap nilai tukar di masa mendatang.
Tidak hanya rupiah, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup sesi pertama di zona merah, terkoreksi sebesar 62 poin atau turun 0,82 persen, menuju level 7.403. Volume perdagangan tercatat mencapai 137,12 juta lot saham, dengan total nilai transaksi mencapai Rp6,72 triliun.
Tekanan terhadap IHSG sebagian besar dipicu oleh sektor teknologi yang melemah 1,04 persen. Sementara itu, sektor energi justru mencatatkan performa positif dengan kenaikan 0,46 persen, menunjukkan ketahanan sektor ini meski pasar secara keseluruhan terkoreksi.
Saham-saham yang menjadi top gainers dalam indeks LQ45 antara lain AKRA, MTEL, dan PGAS, sementara saham-saham yang mengalami pelemahan terparah di antaranya TOWR, ASII, dan ARTO.
Di pasar Asia, sebagian besar bursa saham menguat pada hari Kamis, mengikuti lonjakan yang tercatat di Wall Street, yang didorong oleh data inflasi yang lebih baik dari ekspektasi pada bulan November. Kenaikan tersebut memperpanjang optimisme bahwa penurunan suku bunga dari Federal Reserve semakin dekat.
Nasdaq Composite yang dipenuhi saham-saham teknologi berhasil mencetak rekor tertinggi sepanjang masa, melonjak 1,77 persen ke level 20.034. Indeks S&P 500 juga mencatatkan kenaikan signifikan, ditutup 0,82 persen lebih tinggi, mencapai level 6.084, sementara Dow Jones Industrial Average sedikit tertinggal, turun 0,22 persen di level 44.148.
Selain itu, data inflasi AS yang dirilis menunjukkan bahwa harga konsumen naik 0,3 persen pada bulan November, sesuai dengan ekspektasi para ekonom. Inflasi tahunan tercatat naik 2,7 persen, sementara CPI inti, yang tidak termasuk makanan dan energi, juga menunjukkan kenaikan sebesar 3,3 persen dari tahun ke tahun.
Angka-angka ini menambah keyakinan bahwa inflasi berada di jalur terkendali, yang bisa membuka peluang bagi Federal Reserve untuk memangkas suku bunga dalam pertemuan mendatang. Beberapa saham besar seperti Nvidia dan Tesla turut mencatatkan kenaikan yang signifikan, masing-masing naik lebih dari 3 persen dan hampir 6 persen.
Sementara itu, pasar saham Asia menunjukkan performa yang beragam. Nikkei 225 di Jepang menguat 1,35 persen, didorong oleh sentimen positif seiring dengan data ekonomi yang lebih baik di kawasan.
Indeks utama lainnya, seperti Hang Seng di Hong Kong dan Kospi di Korea Selatan, juga mencatatkan kenaikan masing-masing 1,72 persen dan 0,88 persen. Di sisi lain, S&P/ASX 200 di Australia tertekan, turun 0,23 persen, mencerminkan ketidakpastian yang menghinggapi pasar saham di negeri Kanguru.
Dalam hal mata uang, dolar AS sedikit menguat terhadap rupiah, dengan USD/IDR tercatat pada level 15.939, naik 0,13 persen dibandingkan dengan hari sebelumnya. Pergerakan mata uang Asia lainnya lebih bervariasi, di mana beberapa mata uang seperti yen Jepang dan baht Thailand mengalami pelemahan terhadap dolar AS, sementara dolar Singapura dan peso Filipina mencatatkan sedikit penguatan.
Meski demikian, mayoritas mata uang Asia cenderung stabil atau melemah terhadap dolar AS pada perdagangan hari itu.
Di pasar komoditas, harga minyak mengalami stagnasi, dengan harga minyak mentah Brent turun sedikit sebesar 5 sen, menjadi USD73,47 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun 11 sen ke level USD70,18 per barel.
Sentimen pasar minyak dipengaruhi oleh proyeksi permintaan yang lemah dan lonjakan persediaan bensin di AS yang melebihi estimasi. Faktor ini mengimbangi pengaruh dari sanksi tambahan Uni Eropa terhadap aliran minyak Rusia, yang sebelumnya diharapkan dapat mendukung harga minyak.
Secara keseluruhan, pasar global menunjukkan ketahanan meskipun ada beberapa tekanan di beberapa sektor dan komoditas. Sentimen investor tetap positif dengan optimisme terhadap penurunan suku bunga AS, meskipun tantangan seperti inflasi yang terus berlanjut dan fluktuasi harga minyak tetap menjadi perhatian.
Sementara itu, bursa saham Asia yang sebagian besar menguat menunjukkan adanya peluang bagi investor untuk meraih keuntungan dari sektor-sektor yang sedang menunjukkan kekuatan, meskipun IHSG sempat terkoreksi di akhir sesi.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.