KABARBURSA.COM - PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) mencatatkan kinerja yang solid sepanjang Januari hingga September 2024, dengan laba bersih mencapai Rp1,2 triliun. Salah satu faktor pendorong pencapaian ini adalah penambahan 354 menara baru yang dilakukan pada kuartal ketiga tahun ini.
Penambahan menara baru ini tidak hanya meningkatkan jumlah total menara menjadi 23.565 unit, tetapi juga menjaga rasio tenancy di angka 1,80 kali, meskipun rata-rata tarif sewa mengalami penurunan.
Pada kuartal ketiga 2024, TBIG melaporkan pendapatan sebesar Rp1,7 triliun, mencatat kenaikan 0,2 persen secara kuartalan (QoQ) dan 2,4 persen secara tahunan (YoY). Salah satu segmen yang menunjukkan pertumbuhan signifikan adalah bisnis fiber yang meningkat 30,1 persen YoY. Pendapatan dari segmen ini mencapai Rp140 miliar, setara dengan 8,2 persen dari total pendapatan perusahaan.
Pertumbuhan tersebut didukung oleh ekspansi aset fiber serta meningkatnya permintaan untuk layanan Fiber to the Tower (FTTT) dan Fiber to the Home (FTTH), yang kini menjadi elemen penting dalam pengembangan infrastruktur telekomunikasi modern.
Meskipun tarif sewa rata-rata turun menjadi Rp12,4 juta per bulan, TBIG tetap berhasil mencatatkan laba bersih sebesar Rp437 miliar pada kuartal ketiga 2024, meningkat 14,6 persen QoQ dan 1,6 persen YoY.
Analis PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Daniel Widjaja, mengungkapkan bahwa kenaikan laba ini juga dipengaruhi oleh keuntungan dari kurs. Total laba bersih hingga sembilan bulan pertama tahun ini pun tumbuh 4,4 persen YoY, sejalan dengan ekspektasi pasar. EBITDA perusahaan tercatat sebesar Rp1,3 triliun, naik 1,4 persen YoY, meski margin mengalami sedikit penurunan.
Segmen fiber terus menjadi fokus utama TBIG dalam memperkuat posisinya di pasar. Teknologi FTTT memungkinkan sistem transmisi yang lebih andal untuk mendukung operasional menara, sementara FTTH memberikan konektivitas internet langsung ke rumah pelanggan, menjawab kebutuhan digital yang terus meningkat di Indonesia.
Meskipun mencatatkan kinerja positif, TBIG tetap menghadapi tantangan. Daniel Widjaja mempertahankan pandangan moderat terhadap perusahaan ini dengan rekomendasi Hold dan target harga saham di Rp1.900. Alasannya, pertumbuhan pendapatan TBIG cenderung lebih lambat dibandingkan dengan pesaing, sementara peluang ekspansi juga dianggap terbatas.
Di sisi lain, risiko yang dapat mendukung peningkatan kinerja meliputi pertumbuhan jumlah menara, tenant, dan fiber yang lebih kuat. Sebaliknya, potensi pertumbuhan yang lebih lemah di kedua segmen tersebut menjadi tantangan yang perlu diantisipasi.
Dengan capaian yang ada, TBIG terus berupaya memperluas basis infrastrukturnya, meski tetap menjaga keseimbangan dalam menghadapi persaingan di industri telekomunikasi yang semakin dinamis. Langkah perusahaan dalam mengembangkan segmen fiber menjadi sinyal positif untuk mempertahankan relevansinya di pasar yang terus berkembang.
Saham PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) mengalami tekanan di pasar, dengan penurunan harga sebesar 3,07 persen pada perdagangan terakhir, ditutup di level Rp1.895. Angka ini menunjukkan pelemahan sebesar Rp60 dari harga sebelumnya di Rp1.955.
Meski dibuka di Rp1.940, saham TBIG tidak mampu mempertahankan momentum positif dan justru bergerak menuju level terendah hari itu di Rp1.830, sebelum akhirnya sedikit pulih.
Volume transaksi yang tercatat mencapai 22.000 lot dengan nilai total transaksi sebesar Rp4,2 miliar, menunjukkan bahwa saham ini masih menarik perhatian investor meskipun berada dalam tren penurunan. Harga rata-rata perdagangan tercatat di Rp1.882, mendekati harga penutupan, yang mengindikasikan bahwa tekanan jual mendominasi sepanjang sesi perdagangan.
Secara teknikal, level tertinggi pada hari itu di Rp1.940 dan level terendah di Rp1.830 mencerminkan volatilitas yang cukup signifikan. Namun, level Auto Reject Atas (ARA) di Rp2.440 yang jauh dari harga tertinggi, serta Auto Reject Bawah (ARB) di Rp1.470, memberikan ruang besar untuk potensi pergerakan harga ke depan.
Meskipun demikian, pelemahan harga saham ini dapat menjadi indikasi kekhawatiran investor terhadap prospek jangka pendek perusahaan, terutama di tengah sentimen pasar yang cenderung berhati-hati.
Penurunan ini dapat dikaitkan dengan berbagai faktor, seperti aksi ambil untung setelah kenaikan sebelumnya, atau kekhawatiran atas perlambatan pertumbuhan pendapatan TBIG dibandingkan pesaingnya. Di sisi lain, fundamental perusahaan masih menunjukkan stabilitas, terutama dengan kinerja yang solid pada kuartal ketiga 2024.
Namun, volatilitas jangka pendek ini bisa menjadi sinyal bagi investor untuk lebih memperhatikan dinamika pasar dan prospek pertumbuhan sektor telekomunikasi, termasuk ekspansi infrastruktur fiber yang sedang dilakukan TBIG.
Dengan harga saham yang kini berada di bawah target rekomendasi analis di Rp1.900, pergerakan TBIG selanjutnya akan menarik untuk diamati. Investor akan memantau apakah tekanan jual ini hanya bersifat sementara atau mencerminkan perubahan sentimen yang lebih besar terhadap perusahaan.
Di tengah ketidakpastian, saham TBIG tetap menjadi salah satu pemain utama dalam sektor infrastruktur telekomunikasi, memberikan peluang jangka panjang bagi investor yang memiliki pandangan optimis terhadap industri ini.(*)
Disclaimer: Artikel ini bukan untuk mengajak, membeli, atau menjual saham. Segala rekomendasi dan analisa saham berasal dari analisis atau sekuritas yang bersangkutan, dan Kabarbursa.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian investasi yang timbul. Keputusan investasi ada di tangan investor. Pelajari dengan teliti sebelum membeli/menjual saham.