Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Harapan dari China Dorong Kenaikan Harga Minyak, OPEC+ Tunda Produksi

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 12 December 2024 | Penulis: Pramirvan Datu | Editor: Redaksi
Harapan dari China Dorong Kenaikan Harga Minyak, OPEC+ Tunda Produksi

KABARBURSA.COM - Harga minyak mentah global mencatat kenaikan sekitar 1 persen pada Rabu 11 Desember 2024, meskipun penguatannya sempat terpangkas setelah Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) kembali memangkas proyeksi pertumbuhan permintaan minyak untuk 2024 dan 2025.

OPEC telah merevisi proyeksi permintaan tersebut selama lima bulan berturut-turut dalam laporan bulanannya.

Berdasarkan data Reuters, harga minyak mentah Brent menguat 74 sen atau 1,03 persen menjadi US$72,93 per barel pada pukul 13.10 GMT. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik 76 sen atau 1,1 persen ke level US$69,35 per barel. Seperti dikutip di Jakarta, Kamis 12 Desember 2024.

“Revisi proyeksi dari Sekretariat OPEC sejalan dengan konsensus pasar, dengan koreksi turun yang berlanjut untuk perkiraan permintaan 2024 dan 2025,” ujar Harry Tchilinguirian, Kepala Riset Onyx Capital Group.

OPEC+ — aliansi yang mencakup anggota OPEC dan produsen minyak non-OPEC seperti Rusia — sebelumnya telah menunda rencana peningkatan produksi minyak. Faktor utama di balik keputusan ini adalah lemahnya permintaan, terutama dari China, serta meningkatnya pasokan dari produsen non-OPEC+.

Namun, Giovanni Staunovo, analis dari UBS, menilai bahwa pertumbuhan permintaan global yang lebih tinggi dibandingkan pasokan non-OPEC+ dapat menyebabkan pasar minyak global tetap ketat pada tahun depan.

Pada awal sesi perdagangan, harga minyak Brent sempat melonjak 1,42 persen ke USD73,22 per barel, sedangkan WTI naik 1,5 persen ke USD69,62 per barel.

Sentimen pasar juga didorong oleh ekspektasi peningkatan permintaan dari China, yang merupakan importir minyak terbesar dunia. Beijing mengumumkan rencana baru untuk mendorong pertumbuhan ekonominya, termasuk kebijakan moneter yang lebih longgar pada 2025 — langkah pelonggaran pertama dalam 14 tahun terakhir.

Sebelumnya, fokus kebijakan pemerintah China lebih condong ke pengembangan kendaraan listrik dan infrastruktur. Namun, kali ini ada harapan bahwa kebijakan tersebut akan bergeser ke arah peningkatan konsumsi domestik, yang pada akhirnya dapat mendorong permintaan minyak. “Ini telah memicu optimisme di pasar minyak global,” kata Li Xing Gan, Konsultan Strategi Pasar Keuangan di Exness.

Data juga menunjukkan bahwa impor minyak mentah China meningkat secara tahunan untuk pertama kalinya dalam tujuh bulan terakhir. Pada November, impor melonjak lebih dari 14 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Di sisi lain, ketegangan geopolitik kembali mencuat setelah Kremlin merespons laporan bahwa Amerika Serikat berencana memperketat sanksi terhadap perdagangan minyak Rusia. Menurut Kremlin, langkah ini mencerminkan keinginan pemerintahan Presiden Joe Biden untuk meninggalkan “warisan sulit” dalam hubungan bilateral AS-Rusia.

Bloomberg News melaporkan bahwa Washington sedang mempertimbangkan sanksi lebih keras terhadap ekspor minyak Rusia. Langkah ini disebut bertujuan untuk menekan mesin perang Moskow, hanya beberapa pekan sebelum Donald Trump diperkirakan kembali ke Gedung Putih.

Di Amerika Serikat, data dari American Petroleum Institute (API) menunjukkan bahwa stok minyak mentah dan bahan bakar mengalami peningkatan dalam pekan yang berakhir 6 Desember. Stok minyak mentah bertambah 499.000 barel, sementara persediaan bensin naik 2,85 juta barel dan stok distilat meningkat 2,45 juta barel.

Data resmi dari Administrasi Informasi Energi AS (EIA) dijadwalkan rilis pada Rabu pukul 10.30 pagi ET (15.30 GMT). Para analis yang disurvei Reuters memperkirakan stok minyak mentah akan turun 900.000 barel, sementara stok bensin diprediksi naik 1,7 juta barel.

Potensi Kekurangan Pasok

Harga  minyak dunia mencatat kenaikan tipis pada Rabu, 10 Desember 2024 karena didorong oleh meningkatnya permintaan dari China dan kekhawatiran potensi kekurangan pasokan di Eropa menjelang musim dingin. Meski demikian, dinamika geopolitik di Timur Tengah tetap menjadi perhatian, menyusul perkembangan terbaru dari Suriah.

Mengutip Reuters, harga minyak mentah Brent naik 5 sen atau 0,07 persen ke USD72,19 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat menguat 22 sen atau 0,32 persen ke USD68,59 per barel. Keduanya sudah lebih dulu naik lebih dari 1 persen pada perdagangan Senin sebelumnya.

Kenaikan ini turut dipicu kebijakan baru China yang berencana menerapkan pelonggaran moneter pada 2025, langkah pertama dalam 14 tahun terakhir. Selain itu, impor minyak mentah China melonjak pada November dibandingkan periode yang sama tahun lalu, menandai pertumbuhan tahunan pertama dalam tujuh bulan terakhir.

Namun, analis PVM  Oil, Tamas Varga, mencatat bahwa lonjakan impor tersebut lebih terkait dengan penimbunan stok ketimbang peningkatan permintaan nyata. “Ekonomi China hanya akan benar-benar pulih melalui sentimen positif, peningkatan belanja konsumen, dan permintaan domestik yang kuat,” ujarnya.

Krisis Pasokan Eropa dan Sentimen Timur Tengah

Di Eropa, ketatnya pasokan menjelang musim dingin menjadi pendorong utama. Phil Flynn, analis senior dari Price Futures Group, mengungkapkan bahwa hedge fund mulai mengakumulasi minyak sebagai respons terhadap potensi krisis pasokan di pasar Eropa.

Sementara itu, Timur Tengah tetap berada dalam sorotan. Di Suriah, kelompok pemberontak tengah membangun pemerintahan baru pasca-gulingnya Presiden Bashar al-Assad. Meski Suriah bukan produsen minyak utama, lokasinya yang strategis dan hubungan eratnya dengan Rusia dan Iran menempatkan negara ini dalam perhitungan pasar minyak global.

Namun, risiko geopolitik dinilai terkendali. “Ketegangan di kawasan ini tampaknya tidak akan meluas, sehingga pasar melihat gangguan pasokan signifikan sebagai skenario kecil,” kata strategis pasar IG, Yeap Jun Rong.

Menanti Dampak Kebijakan The Fed

Di sisi lain, pasar juga berspekulasi soal dampak kebijakan Federal Reserve. Pemangkasan suku bunga 0,25 persen yang diantisipasi pada pertemuan 17-18 Desember mendatang dapat mendorong permintaan minyak di AS, ekonomi terbesar dunia.

Namun, semua mata kini tertuju pada rilis data inflasi AS minggu ini. Hasilnya diperkirakan akan memengaruhi keputusan The Fed sekaligus memberikan sinyal lebih jelas bagi arah harga minyak dalam waktu dekat.(*)