Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Menkeu Siapkan Kebijakan Adaptif-Kolaboratif Hadapi Ketidakpastian Global

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 11 December 2024 | Penulis: Dian Finka | Editor: Redaksi
Menkeu Siapkan Kebijakan Adaptif-Kolaboratif Hadapi Ketidakpastian Global

KABARBURSA.COM - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, memberikan sorotan tajam terhadap dampak ketegangan politik global terhadap stabilitas ekonomi internasional, terutama dalam menghadapi tantangan yang kian berat bagi negara-negara maju.

Dalam konferensi pers APBN Kita yang digelar di Jakarta pada Rabu, 11 Desember 2024, Sri Mulyani menegaskan bahwa ketegangan politik domestik di berbagai negara tidak hanya mempengaruhi kebijakan internal, tetapi juga memperburuk ketidakpastian ekonomi global.

Sri Mulyani mengungkapkan contoh nyata dari Inggris, di mana ketegangan politik yang berakar dari isu kebijakan anggaran memicu krisis politik, bahkan berujung pada pergantian pemerintahan.

“Dinamika politik dalam negeri yang dipicu isu budget menjadi penyebab pergantian pemerintahan di Inggris. Ini menunjukkan bagaimana tekanan global dan domestik saling berkaitan,” kata Menkeu.

Isu anggaran ini menjadi titik krisis yang memperlihatkan betapa rapuhnya kestabilan politik dapat memengaruhi perekonomian, dan bagaimana perubahan kebijakan fiskal di tingkat domestik dapat memperburuk kondisi ekonomi.

Di Eropa, Jerman dan Prancis juga menghadapi tantangan serupa. Kedua negara ekonomi terbesar di kawasan ini berjuang untuk menyusun kebijakan fiskal yang dapat mengatasi tekanan dari kondisi ekonomi global yang tidak menentu, sekaligus mendapatkan dukungan politik domestik.

Negara-negara ini berada di persimpangan jalan, di mana kebijakan fiskal mereka harus cukup fleksibel untuk merespons dinamika global, namun juga harus memenuhi kebutuhan politik dalam negeri yang semakin kompleks.

Sri Mulyani kemudian beralih pada situasi di Amerika Serikat, di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump yang terpilih untuk periode kedua. Kebijakan populis yang mengedepankan pemotongan pajak korporasi, peningkatan tarif perdagangan, dan langkah-langkah proteksionis terhadap negara-negara seperti China dan negara-negara BRICS, menjadi sorotan utama.

Sri Mulyani memperingatkan bahwa kebijakan ini berpotensi memperburuk ketegangan ekonomi global, dengan ancaman tarif tinggi yang dipandang sebagai instrumen dalam persaingan geopolitik dan ekonomi. Sebagai contoh, kebijakan tarif yang akan dikenakan pada negara-negara BRICS serta rencana tarif terhadap China yang bisa mencapai 60 persen, menambah ketegangan yang sudah ada.

Karenanya, ia menekankan dampak dari kebijakan ini pada perekonomian AS, yang meskipun sempat menikmati kenaikan pasar saham karena kebijakan yang mendukung dunia bisnis, namun di sisi lain, defisit fiskal yang semakin besar dan lonjakan utang negara menciptakan ketidakseimbangan.

“Pasar saham memang meningkat, tetapi dengan defisit yang besar dan utang yang melonjak, yield obligasi justru ikut meroket, sebuah tren yang tidak seharusnya terjadi,” tambahnya.

Dalam menghadapi ketidakpastian yang terus meningkat, Sri Mulyani menekankan pentingnya kebijakan fiskal dan moneter yang adaptif dan kolaboratif.

"Situasi ini memerlukan kewaspadaan ekstra. Kebijakan yang responsif dan bekerja sama antarnegara sangat penting untuk menjaga stabilitas ekonomi di tengah ketegangan geopolitik yang semakin kompleks," ujarnya.

Pesan ini menggarisbawahi bahwa untuk menjaga kestabilan ekonomi global, negara-negara perlu mengedepankan kebijakan yang tidak hanya bersifat nasional tetapi juga berorientasi pada kerjasama internasional untuk merespons dinamika yang ada.

Dengan ketegangan yang terus berkembang, Sri Mulyani mengingatkan bahwa dunia harus siap menghadapi ketidakpastian ekonomi yang lebih besar, dan negara-negara harus lebih bijaksana dalam merumuskan kebijakan agar dapat menavigasi krisis ini tanpa memperburuk keadaan ekonomi global yang sudah rapuh.

Trump tak Jamin Harga-Harga Stabil

Beberapa waktu lalu, Presiden AS terpilih, Donald Trump, menyatakan ia tak bisa menjamin kebijakan tarif terhadap mitra dagang utama AS tidak akan memengaruhi kenaikan harga barang.

Dia juga mengkritik tajam terhadap beberapa rival politik dan pejabat federal yang menurutnya layak dipenjara atas kasus hukum yang diarahkan padanya.

Selain itu, Trump berbicara tentang kebijakan moneter, imigrasi, aborsi, layanan kesehatan, hingga keterlibatan AS di Ukraina dan Israel. Namun, seperti biasa, Trump kerap menggabungkan pernyataan tegas dengan catatan pengaman di akhir.

“Segala sesuatu bisa berubah,” ujarnya, seperti dikutip Apnews, Senin, 9 Desember 2024.

Mengenai ancaman tarif perdagangan, Trump tidak sepenuhnya percaya dengan prediksi para ekonom yang mengatakan tarif impor akan membuat harga barang di AS melonjak. Namun, ia juga tidak memberikan jaminan bahwa masyarakat Amerika akan bebas dari dampak kenaikan harga tersebut.

“Saya tidak bisa menjamin apa pun. Bahkan saya tidak bisa menjamin untuk besok,” kata Trump, seolah mengakui bahwa tarif impor biasanya memang berdampak pada kenaikan harga barang di pasar.

Pernyataan ini cukup berbeda dengan retorikanya selama masa kampanye 2024. Ketika itu, Trump sering menyampaikan bahwa dirinya adalah solusi untuk menekan inflasi. Namun, dalam wawancara kali ini, dia tetap membela kebijakan tarif secara umum dan mengatakan, “Tarif akan membuat kita kaya.”(*)