KABARBURSA.COM - PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) diproyeksikan terkena sentimen melonjaknya harga emas dunia.
Analyst Stocknow.Id, Abdul Haq Al Faruqy mengatakan harga emas dunia naik +2,7 persen selama periode Month to Date (MtD) karena disebabkan ketegangan di Timur Tengah, khususnya di negara Suriah.
"Hal ini memicu kekhawatiran akan adanya potensi perluasan pemberontakan yang memicu terjadinya peperangan yang lebih besar di Timur Tengah," ujar dia kepada Kabarbursa.com, Rabu, 11 Desember 2024.
Abdul memandang kenaikan harga emas dunia ini direspon positif oleh dua emiten emas dalam negeri yakni ANTM dan MDKA. Dia menyebut, pergerakan saham ANTM secara Week to Date (WtD) sebesar +8,7 persen, sementara saham MDKA mulai rebound menguat sebesar +4,1 persen.
Adapun, lanjut dia, prospek dari dua emiten tersebut juga masih menarik di tengah kenaikan harga emas, khususnya ANTM. Sebab, 50 persen pendapatan ANTM dikontribusikan dari segmen emas.
"Tentu saja (ANTM) akan diuntungkan dari volatilitas harga emas, serta MDKA yang juga akan terdampak positif," ungkap dia.
Akan tetapi Abdul mengatakan yang perlu dikhawatirkan adalah bahwa MDKA saat ini sedang fokus untuk mengembangkan segmen nikel dan tembaganya. Sehingga, segmen emas masih belum terdampak signifikan dari pergerakan emas perusahaan.
Kenaikan Harga Dorong ANTM dan MDKA Tingkatkan Cadangan Emas
Di sisi lain, Abdul menuturkan jika kenaikan harga emas dunia ini juga berpotensi meningkatkan produksi dan cadangan emas untuk ANTM dan MDKA.
"Overall, kedua emiten ini akan berpotensi meningkatkan cadangan emasnya di kala harga emas mengalami kenaikan dan mencetak All Time High baru di masa depan," ungkap dia.
Dia menyampaikan, hingga kuartal III 2024 cadangan emas dari ANTM mencapai 290 ton dan MDKA mencapai 268 ton.
Harga Emas Dunia Meroket, Dipicu Geopolitik dan Ekspektasi Suku Bunga
Sebelumnya diberitakan, harga emas dunia mencatat kenaikan tajam pada Rabu, 11 Desember 2024, dini hari WIB, dengan mencapai level tertinggi dalam dua minggu. Lonjakan ini didorong oleh meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan ekspektasi pemangkasan suku bunga ketiga oleh Federal Reserve pada pekan depan. Pasar juga menantikan rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) yang menjadi kunci arah kebijakan moneter.
Mengutip Consumer News and Business Channel Internasional, harga emas di pasar spot naik 1,3 persen menjadi USD2.692,32 per ons, sementara kontrak berjangka emas AS melonjak 1,2 persen ke USD2.718,40 per ons.
Menurut Peter Grant, Wakil Presiden dan Strategis Senior Logam di Zaner Metals, ketegangan geopolitik meningkatkan permintaan untuk aset safe haven seperti emas. “Selain itu, tren pelonggaran moneter global turut menjadi fokus pasar. Bank of Canada, ECB, dan SNB kemungkinan menurunkan suku bunga pekan ini, dan The Fed kemungkinan akan mengikuti langkah tersebut,” ujarnya.
Sorotan utama pasar saat ini adalah rilis Indeks Harga Konsumen (CPI) AS pada Rabu, 11 Desember 2024. Survei Reuters memperkirakan CPI naik 0,3 persen pada November. Sementara itu, Indeks Harga Produsen (PPI) yang akan diumumkan Kamis turut menjadi indikator penting untuk keputusan suku bunga The Fed.
Hingga saat ini, The Fed telah memangkas suku bunga sebanyak dua kali pada 2024. Berdasarkan alat prediksi CME FedWatch, peluang pemangkasan suku bunga 25 basis poin pada pertemuan The Fed 17-18 Desember mencapai 86 persen. Dalam kondisi suku bunga rendah, emas cenderung menguat karena dianggap sebagai investasi aman di tengah ketidakpastian ekonomi dan geopolitik.
Selain itu, pengumuman kebijakan moneter China pada Senin turut memberikan angin segar bagi harga emas. Politbiro menyatakan akan mengadopsi pendekatan fiskal proaktif dan pelonggaran moneter pada 2025. “China, sebagai konsumen emas terbesar dunia, dapat mendorong permintaan emas lebih tinggi, terutama menjelang Tahun Baru Imlek,” kata Razaqzada.
Di sisi lain, harga logam mulia lainnya turut mencatat pergerakan bervariasi. Perak naik 0,7 persen ke USD32,04 per ons, platinum menguat 0,5 persen ke USD940,90 per ons, sementara palladium melemah 0,4 persen ke USD969,52 per ons.
Harga emas diperkirakan akan tetap menjadi fokus utama, seiring dinamika geopolitik dan kebijakan moneter global yang mendominasi sentimen pasar.
Sempat Naik Satu Persen
Harga emas sempat mengalami lonjakan signifikan pada Selasa, 10 Desember 2024, dengan naik 1 persen dan mencapai level tertinggi dalam dua pekan terakhir. Peningkatan ini didorong oleh langkah Bank Sentral China (People’s Bank of China/PBOC) yang kembali membeli emas setelah menghentikan pembelian selama enam bulan.
Selain itu, harapan atas pemangkasan suku bunga oleh The Fed pekan depan juga menjadi katalis utama kenaikan ini.
Harga emas spot tercatat naik ke USD2.660,9 per ons, sementara kontrak berjangka emas Amerika Serikat meningkat menjadi USD2.688,40 per ons.
Bart Melek, Kepala Strategi Komoditas TD Securities, menjelaskan bahwa kabar pembelian emas oleh PBOC memberikan optimisme kepada pasar. Langkah ini dipandang sebagai sinyal bahwa bank sentral lain dapat mengikuti jejak yang sama, sehingga meningkatkan permintaan global terhadap logam mulia ini.
Pada 2023, China tercatat sebagai pembeli emas terbesar di sektor resmi. Namun, tren pembelian emas oleh PBOC terhenti selama 18 bulan hingga Mei lalu. Dengan dimulainya kembali aktivitas ini, permintaan dari investor di China diperkirakan akan melonjak, memperkuat prospek harga emas.
Selain itu, faktor-faktor lain seperti pelonggaran kebijakan moneter dan ketegangan geopolitik juga turut mendorong reli harga emas sepanjang tahun ini. The Fed, yang telah memulai siklus pemangkasan suku bunga sejak September, menjadi faktor penting lainnya.
Setelah pengurangan besar sebesar 50 basis poin diikuti oleh 25 basis poin pada November, pasar kini memprediksi peluang sebesar 87 persen bahwa suku bunga akan kembali dipangkas sebesar 0,25 persen pada pertemuan 17-18 Desember mendatang.
Pemangkasan suku bunga biasanya mendukung kenaikan harga emas karena menurunkan biaya peluang untuk memegang aset tanpa imbal hasil seperti emas.
Namun, analis Rhona O’Connell dari StoneX memperingatkan bahwa jika The Fed memutuskan untuk menghentikan siklus pemangkasan suku bunga dan mengadopsi pendekatan yang lebih hati-hati, harga emas bisa menghadapi tekanan jangka pendek. Meski demikian, dalam perspektif jangka menengah, faktor-faktor seperti ketegangan geopolitik dan tekanan di sektor perbankan diperkirakan akan tetap menjadi pendorong utama bagi logam mulia ini.(*)