KABARBURSA.COM - Mulai 1 Januari 2025, mobil dan sepeda motor tertentu yang tergolong barang mewah akan dikenakan pajak pertambahan nilai atau PPN 12 persen. Kebijakan ini merupakan bagian dari keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk menaikkan tarif PPN, namun hanya berlaku untuk produk-produk yang tergolong barang mewah.
“PPN adalah undang-undang, akan kita laksanakan, tapi selektif. Hanya untuk barang mewah,” ujar Prabowo dalam konferensi pers di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat, 6 Desember 2024.
Barang-barang mewah sejatinya sudah dikenakan PPnBM dengan tarif mulai dari 10 persen hingga 200 persen. Dengan penambahan PPN 12 persen, konsumen, khususnya kalangan kaya yang membeli barang mewah, akan membayar lebih mahal untuk barang atau jasa yang masuk dalam kategori ini.
Meski begitu, pemerintah belum memberikan rincian spesifik terkait jenis mobil dan sepeda motor yang akan dikenai PPN 12 persen. Namun, berdasarkan regulasi yang ada, pemerintah telah menetapkan kategori kendaraan bermotor yang termasuk dalam barang mewah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 141/PMK.010/2021.
Menurut Pasal 2 PMK Nomor 141/PMK.010/2021, berikut adalah kendaraan bermotor yang dikenakan PPnBM:
Ketua Komisi XI DPR Misbakhun sebelumnya menjelaskan kenaikan PPN yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) tetap akan berlaku mulai 1 Januari 2025.
DPR pun mengusulkan agar kenaikan ini hanya diterapkan pada barang mewah, sementara barang kebutuhan kelas menengah ke bawah tetap menggunakan tarif PPN yang berlaku saat ini, yaitu 11 persen.
“Hasil diskusi kami, kenaikan PPN akan tetap mengikuti amanat UU. Namun, akan diterapkan secara selektif untuk barang mewah, baik itu barang dalam negeri maupun impor, sehingga beban pajak hanya dikenakan pada konsumen pembeli barang mewah,” ujar Misbakhun.
Selain itu, pemerintah juga sedang mengkaji penerapan tarif PPN yang tidak tunggal, menyesuaikan tarif pajak berdasarkan kelas masing-masing komoditas. Menurut Misbakhun, pengkajian lebih lanjut diperlukan untuk memastikan kebijakan ini adil dan tidak membebani masyarakat kecil.
"Masyarakat tidak perlu khawatir, karena kebutuhan pokok penting seperti jasa pendidikan, kesehatan, perbankan, dan pelayanan umum tetap dikecualikan dari tarif PPN,” tegasnya.
Misbakhun menekankan bahwa beberapa barang dan jasa yang bersifat esensial, seperti kebutuhan pokok, tetap dikecualikan dari pengenaan PPN sesuai aturan yang berlaku. Hal ini memastikan kebijakan kenaikan PPN tidak berdampak langsung pada masyarakat kecil.
Langkah ini diharapkan menjadi kompromi dalam pelaksanaan kenaikan PPN di tahun mendatang, dengan tetap melindungi daya beli masyarakat menengah ke bawah.
Sementara itu, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional Parjiono mengatakan kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen tetap diberlakukan pada Januari 2025.
Menurut Parjiono, kebijakan ini dirancang dengan sejumlah pengecualian untuk melindungi daya beli masyarakat, terutama kelompok rentan seperti masyarakat miskin, sektor kesehatan, dan pendidikan.
“Jadi, kita masih dalam proses ke sana, artinya akan berlanjut. Tapi kalau kita lihat dari sisi menjaga daya beli masyarakat, pengecualiannya sudah jelas, masyarakat miskin, kesehatan, pendidikan, dan seterusnya,” kata Parjiono di Jakarta, Selasa, 3 Desember 2024.
Tak hanya itu, lanjut Parjiono, pemerintah juga akan memperkuat subsidi sebagai langkah antisipasi dampak kebijakan ini. Ia menyebut insentif perpajakan saat ini cenderung lebih dinikmati oleh kelas menengah atas.
“Daya beli masyarakat adalah salah satu prioritas, sehingga subsidi akan diperkuat sebagai jaring pengaman. Kalau kita lihat insentif perpajakan, yang lebih banyak menikmati justru kelas menengah atas,” jelasnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya mengatakan pekan depan ini ada pengumuman perihal kebijakan fiskal lainnya. Beberapa di antaranya adalah insentif PPnBM kendaraan dan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP).
Menurut mantan Ketua Umum Partai Golkar ini, sejumlah kebijakan fiskal ini sedang dimatangkan untuk diputuskan apakah akan dilanjutkan pada tahun depan. Sebagai contoh, ia menyebutkan kebijakan PPnBM untuk otomotif dan PPN untuk sektor perumahan.
“Tahun ini ada PPnBM untuk otomotif dan PPN untuk perumahan. Ini masih dimatangkan, dan minggu depan akan diumumkan untuk kebijakan tahun depan,” katanya.(*)