Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Jual Emas, Beli Bitcoin! Nasihat Michael Saylor yang Bikin Geleng Kepala

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 10 December 2024 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Redaksi
Jual Emas, Beli Bitcoin! Nasihat Michael Saylor yang Bikin Geleng Kepala

KABARBURSA.COM - Bos besar MicroStrategy yang terkenal sebagai pendukung fanatik Bitcoin, Michael Saylor, baru saja melontarkan pernyataan yang bikin dahi mengernyit. Dia meminta pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk jual semua emasnya dan menggantinya dengan Bitcoin. Katanya, ini langkah yang jenius buat memperkuat dominasi ekonomi Negeri Paman Sam.

Dalam wawancara bersama Yahoo Finance, Saylor tampil percaya diri seperti biasa. “Jual semua emas AS, dan beli Bitcoin,” ujarnya, seperti dikutip Bitcoinist, Selasa, 10 Desember 2024.

“Dengan uang hasil jual emas itu, kalian bisa dapat 5 juta Bitcoin,” imbuhnya.

Buat yang belum kenal Saylor, dia ini ibarat juru bicara tak resmi Bitcoin. Segala yang dia lakukan seolah punya satu tujuan: mempromosikan Bitcoin sebagai masa depan keuangan global. Kali ini, dia menyerukan pemerintah AS untuk meninggalkan emas yang menurutnya sudah kuno dan enggak relevan lagi di zaman serba digital.

Emas Itu Berat, Bitcoin Enteng

Saylor punya alasan kenapa dia sekeras ini dengan emas. Katanya, emas itu ribet. Mau mindahin emas dalam jumlah besar? Logistiknya bikin kepala pusing. Bandingkan dengan Bitcoin yang cukup dengan klik, selesai. “Bitcoin itu lebih portable, lebih aman, dan lebih modern,” klaimnya.

Saylor bahkan bilang, kalau AS serius mengganti emasnya dengan Bitcoin, nilai aset nasional bisa melonjak hingga USD100 triliun (Sekitar Rp1.580 kuadriliun jika pakai kurs Rp15.800). Dia juga percaya langkah ini bakal bikin musuh-musuh AS yang punya banyak emas kelojotan. “Mereka punya emas, kita punya Bitcoin. Nilai aset mereka jadi nol, sementara aset kita naik sampai triliunan dolar,” ujarnya.

Perlu diingat, AS adalah salah satu negara dengan cadangan emas terbesar di dunia. Berdasarkan data TradingEconomics, AS punya sekitar 8.133 ton emas, yang nilainya setara dengan 72 persen dari total cadangan finansial negara. Tak heran kalau emas jadi aset yang sangat strategis bagi ekonomi Amerika.

Tapi buat Saylor, emas cuma sebatas peninggalan masa lalu. Dia bahkan bilang emas itu seperti surat cinta zaman perang: romantis, tapi tak lagi relevan di era WhatsApp dan TikTok.

Sebenarnya, ide Bitcoin menggantikan emas bukan sepenuhnya baru. Banyak analis sudah lama memprediksi bahwa Bitcoin, dengan teknologi dan tingkat adopsi yang terus meningkat, bisa jadi penyimpan nilai utama dunia di masa depan.

Saylor lebih optimistis lagi. Dia percaya nilai pasar Bitcoin suatu saat bisa melampaui emas. Angkanya? USD280 triliun(Rp4.424 kuadriliun). Bandingkan dengan kapitalisasi pasar emas yang hanya USD45 triliun (Rp711 kuadriliun).

Bahkan, ada kabar Presiden terpilih AS, Donald Trump, ingin membangun cadangan strategis Bitcoin. Katanya, langkah ini bisa menjadikan AS pemimpin global dalam teknologi cryptocurrency.

Kalau Saylor serius, dan AS benar-benar jual semua emasnya untuk Bitcoin, dunia keuangan global mungkin bakal jungkir balik. Tapi, seperti biasa, Bitcoin itu seperti roller coaster: ada yang yakin ini masa depan, ada juga yang menilai ini sekadar gelembung besar.

FOMO Bitcoin

Melonjaknya harga Bitcoin yang akhirnya menembus angka USD100.000 memang bikin banyak orang ngiler, termasuk investor ritel dan institusional. Ini adalah momen yang bikin kita FOMO alias Fear of Missing Out. Fenomena ini muncul ketika rasa takut ketinggalan momentum mulai menyerang dan akhirnya mendorong orang-orang buat buru-buru masuk ke pasar, meskipun harga sudah selangit.

Menurut Tokocrypto, efek FOMO ini jelas banget kelihatan saat harga Bitcoin melonjak, apalagi sekarang narasi bahwa harga bisa naik lebih tinggi terus digaungkan. CEO Pantera Capital, Dan Morehead, malah optimis harga Bitcoin bisa sampai ke USD740.000 (Rp11,70 miliar dengan kurs saat ini Rp15.800-an) pada April 2028. Kalau dengar angka segitu, siapa yang enggak gatal pengen ikut-ikutan, kan?

Tapi jangan salah, FOMO ini bukan cuma masalah “eh aku enggak mau ketinggalan untung nih.” Ini reaksi psikologis alami yang sering muncul, terutama pas harga suatu aset—dalam hal ini Bitcoin—naik tajam. Orang jadi merasa takut kalau mereka enggak ikut masuk sekarang, bakal rugi besar. Masalahnya, banyak yang nekat beli di harga tinggi tanpa mikir panjang, cuma karena terjebak euforia.

Chief Marketing Officer (CMO) Tokocrypto, Wan Iqbal, bilang kalau kenaikan harga Bitcoin yang sudah tembus USD100.000 itu nunjukin minat terhadap aset digital makin besar. Fenomena ini juga kemungkinan bakal terasa di pasar Indonesia, apalagi investor ritel sering kebawa arus FOMO.

Menurut dia, sentimen pasar yang lagi optimis bakal menarik banyak investor baru, entah buat investasi jangka panjang atau sekadar trading harian. “Sejarah menunjukkan lonjakan harga Bitcoin sering diikuti oleh aliran likuiditas ke altcoin, yang pada akhirnya mendorong diversifikasi portofolio dan memperbesar nilai transaksi kripto secara keseluruhan,” kata Iqbal dalam keterangan tertulisnya, Jumat pekan lalu.

Di satu sisi, kenaikan ini bikin banyak orang yang tadinya ragu jadi pengen ikut masuk pasar kripto. Tapi, rasa cemas karena takut telat masuk juga bikin banyak yang gegabah, enggak mikir risiko jangka panjang, dan akhirnya cuma ikut-ikutan. Fenomena ini bukan cuma terjadi di kalangan investor pemula, tapi juga institusional yang mungkin sudah tahu risikonya. Sialnya, mereka tetap kena magnet FOMO karena prospek keuntungan terlihat besar.

Tokocrypto mencatat sejak awal tahun, harga Bitcoin sudah naik 131 persen. Lonjakan ini jadi semacam katalis yang bikin investor mulai lirik altcoin bahkan meme coin.

Meski begitu, investasi di tengah euforia tetap harus pakai akal sehat. Pasar kripto itu volatile alias turun naiknya parah banget. Hari ini naik, besok bisa jungkir balik. Para ahli menyarankan untuk fokus pada strategi jangka panjang, bukan cuma ikut-ikutan. Jadi, sebelum memutuskan masuk pasar, pastikan sudah paham risikonya. Kalau enggak, FOMO yang awalnya bikin semangat malah bisa jadi bumerang.

“Dengan begitu, investor dapat menghindari kesalahan yang sering dilakukan oleh mereka yang terjebak dalam euforia pasar dan membuat keputusan investasi yang lebih sehat dan terukur,” kata Iqbal.(*)