Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Proyeksi Laju Wall Street Pekan ini

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 09 December 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
Proyeksi Laju Wall Street Pekan ini

KABARBURSA.COM - Indeks utama Wall Street menutup pekan kemarin dengan hasil yang bervariasi. S&P 500 dan Nasdaq Composite tercatat menguat, sementara Dow Jones Industrial Average terpangkas 0,28 persen.

Secara valuasi, indeks S&P 500 diperdagangkan dengan rasio harga terhadap laba (P/E) sebesar 22,6 kali, mencapai level tertinggi dalam lebih dari tiga tahun terakhir, menurut data dari LSEG Datastream.

Di tengah penguatan ini, para pelaku pasar tetap waspada dengan laporan inflasi Indeks Harga Konsumen (CPI) Amerika Serikat (AS) yang dijadwalkan akan diumumkan pada Rabu depan. Selanjutnya, Indeks Harga Produsen (IHP) akan dirilis sehari setelahnya, seperti dilaporkan oleh Investing pada Sabtu, 7 Desember 2024.

Angka inflasi CPI akan menjadi ujian bagi reli sejumlah indeks Wall Street yang telah mencapai rekor tertinggi. Jika angka inflasi menunjukkan penurunan signifikan, hal itu bisa memperkuat ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve. Sebaliknya, jika inflasi tetap tinggi, kekhawatiran tentang kebijakan moneter yang lebih ketat di masa mendatang dapat menekan pasar.

Indikator FedWatch dari CME Group malam ini mencatatkan peluang sebesar 86 persen bahwa bank sentral akan menurunkan Federal Funds Rate (FFR) sebesar 25 basis poin. Namun, peluang pemangkasan FFR masih terganjal oleh angka Non-Farm Payroll (NFP) yang lebih tinggi dari ekspektasi. Sebelumnya, AS merilis peningkatan NFP sebanyak 227.000 pekerjaan, dengan tingkat pengangguran yang naik menjadi 4,2 persen.

Scott Wren, analis dari Wells Fargo Investment Institute, menyoroti bahwa upah pekerja AS yang masih tinggi bisa kembali memicu inflasi, meskipun hal ini juga menjadi kabar baik di tengah gejolak pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Laporan terkait upah memberikan sinyal bahwa Fed harus tetap berhati-hati, karena menurunkan inflasi sesuai target dalam waktu dekat tidaklah mudah,” kata Wren, seperti dilansir oleh Associated Press (AP).

Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS juga masih menjadi perhatian utama pelaku pasar, khususnya terkait kebijakan peningkatan tarif impor terhadap produk dari China dan Kanada. Kebijakan ini dikhawatirkan dapat meningkatkan biaya domestik dan memicu kembali inflasi.

Saat ini, pasar masih cenderung waspada terhadap berbagai potensi yang dapat terjadi. Harapan utama tertuju pada stabilitas pasar tenaga kerja, yang diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat dan menghindarkan ekonomi AS dari resesi.

Menguat Didukung Data Payroll AS

Wall Street mengalami kenaikan pada Jumat waktu setempat, 6 Desember 2024, setelah data payrolls AS menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja yang kuat pada November.

Data payrolls tersebut mendorong ekspektasi bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin dalam pertemuan pada 17-18 Desember mendatang, dengan peluang mencapai 85 persen, meningkat dari 68 persen pada laporan sebelumnya.

Laporan tersebut menunjukkan bahwa nonfarm payrolls naik sebanyak 227.000 pekerjaan pada November, setelah revisi naik menjadi 36.000 pada Oktober yang dipengaruhi oleh badai dan pemogokan. Angka ini melampaui perkiraan ekonom yang memperkirakan pertumbuhan 200.000 pekerjaan. Meskipun demikian, tingkat pengangguran naik, sementara tingkat partisipasi tenaga kerja justru turun.

Pasar saham AS memberikan respon positif, dengan indeks S&P 500 dan Nasdaq masing-masing naik 0,25 persen dan 0,8 persen. Kenaikan ini didorong oleh proyeksi optimis dari perusahaan seperti Lululemon Athletica dan Ulta Beauty. Namun, indeks Dow sedikit melemah akibat penurunan saham UnitedHealth Group sebesar 5 persen.

Pasa saham Eropa juga mencatatkan kenaikan moderat dengan indeks STOXX 600 naik 0,2 persen, menjadi kenaikan mingguan terkuat dalam sepuluh minggu terakhir.

Saham Prancis juga mengalami lonjakan terbesar dalam tiga minggu setelah Presiden Emmanuel Macron menyatakan akan menunjuk perdana menteri baru untuk mengesahkan anggaran 2025. Euro, yang sebelumnya menguat akibat meredanya kekhawatiran politik di Prancis, justru turun 0,23 persen menjadi USD1,056.

Inflasi Jadi Tantangan

Di lain sisi, reliabilitas pasar saham Amerika Serikat kembali diuji oleh laporan inflasi yang akan dirilis dalam pekan mendatang. Ini menjadi sebuah data penting yang dapat mempengaruhi rencana Federal Reserve terkait pemotongan suku bunga.

Di tengah euforia rekor kenaikan indeks saham S&P 500, yang mencatatkan kenaikan mingguan ketiga berturut-turut dan lonjakan lebih dari 27 persen sepanjang tahun ini, pasar menghadapi kemungkinan gangguan jika inflasi menunjukkan angka yang melebihi ekspektasi.

Kondisi ekonomi AS yang tetap tangguh di tengah ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter oleh The Fed menjadi latar belakang optimisme pasar. Laporan pekerjaan terbaru memperlihatkan peningkatan 227.000 pekerjaan di bulan November, lebih tinggi dari prediksi awal.

Namun, meskipun data ini menunjukkan penguatan pasar tenaga kerja, tingkat pengangguran justru naik menjadi 4,2 persen. Kondisi ini memberikan indikasi bahwa tekanan inflasi mungkin tetap terkendali, sehingga tidak mengubah rencana The Fed untuk memotong suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan 17-18 Desember mendatang.

Meski demikian, laporan indeks harga konsumen (CPI) yang akan dirilis pada hari Rabu pekan depan, menjadi titik perhatian utama. Jika inflasi tercatat lebih tinggi dari perkiraan, yaitu 2,7 persen secara tahunan, pasar saham dapat mengalami tekanan.

Analis memperingatkan bahwa data inflasi yang “panas” ini akan timbul ketidakpastian menjelang pertemuan The Fed. Dalam situasi seperti ini, bank sentral dapat mengambil langkah pemotongan suku bunga yang lebih berhati-hati dengan mengisyaratkan batasan untuk pelonggaran moneter di masa depan.

Rencana kebijakan ekonomi Presiden terpilih Donald Trump juga berpotensi menambah ketegangan. Usulan untuk menaikkan tarif impor dinilai akan memicu tekanan inflasi lebih lanjut.

Di sisi lain, The Fed kemungkinan akan berhenti sementara dalam pemotongan suku bunga pada awal tahun 2025 untuk mengevaluasi dampak kebijakan fiskal baru tersebut.

Kendati sentimen optimisme mendominasi, beberapa analis mulai memperingatkan potensi koreksi pasar. Nilai Price-to-Earnings (P/E) S&P 500 yang mencapai 22,6 kali estimasi pendapatan 12 bulan ke depan adalah yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir, mencerminkan valuasi yang semakin mahal.

Indikator sentimen bullish di kalangan penasihat investasi juga memunculkan kekhawatiran akan potensi pembalikan tren. Namun, banyak investor yang tetap percaya bahwa akhir tahun, periode yang secara historis kuat bagi pasar saham, akan terus memberikan keuntungan.

Dengan sejumlah tantangan yang mulai mereda, seperti ketidakpastian suku bunga, tekanan pasar tenaga kerja, dan tensi geopolitik, proyeksi pasar saham masih terlihat positif.

Namun, ketahanan tren ini akan sangat bergantung pada bagaimana pasar mencerna data inflasi yang akan datang dan langkah kebijakan The Fed berikutnya. Tahun ini mungkin menjadi salah satu periode yang mencerminkan dinamika antara optimisme pasar dan tantangan ekonomi secara lebih tajam. (*)